Nama Penulis: Achmad Hafy Akmal Moeslim
Dosen         : Dr. Beni Ahmad Saebani M.Si.
Tidak ada definisi yang pasti mengenai hukum, begitu ucap Immanuel Kant seorang ahli filsafat. "Noch Suchen die Juristen Eine Definition zu Ihrem Begriffe von Recht". Tetapi disini kita akan kupas secara satu persatu, sampai kita memahami istilah hukum dan politik manakah yang lebih determinan. Istilah hukum secara etimologi berasal dari bahasa arab "hukmun" yang artinya menetapkan. Namun jika kita sederhanakan secara terminologis hukum menurut Sudikono Mertokusumo adalah ketentuan atau pedoman tentang apa yang seyogyanya/seharusnya dilakukan. Meskipun peristilahan dapat  disederhaakan, akan tetapi perlu kita ketahui secara seksama pemaknaan mengenai hukum tidak semudah sesederhana itu, tergantung bagaimana kita malakukan pemaknaan dari berbagai penjabaran seperti dalam aliran, kita mau memakai metode seperti apa, serta berbagai pandangan madzhab yang lain. Ditambah lagi hukum juga tidak terlepas dari dinamika zaman yang terus berubah. Sehingga kita sulit untuk menemukan sebuah konklusi yang pasti.
Bicara soal hukum dan kekuasaan adalah suatu hal yang saling kait mengkait. Pada waktu tertentu, memang bisa kita katakan hukum adalah suatu hal yang murni. Akan tetapi terkadang membicarakan  persoalan mengenai bagaimana keberlakuan hukum serta bagaimana hukum diberlakukan, maka disitu hukum senantiasa membutuhkan yang namanya kekuasaan. Maka tidak asing dalam pemberlakuanya muncul slogan "Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman". Adanya sebuah kekuasaan terhadap hukum itu sangat diperlukan,  karena  hukum itu bersifat memaksa kepada penerimanya yang mengikat secara langsung maupun tidak langsung. Maka disitu diperlukan yang namanya kekuasaan sebagai pelaksana hukum dalam masyarakat untuk mencegah hambatan-hambatan dalam praktiknya. Disisi lain kekuasaan juga harus ada batasan yang membatasi, dan itu harus senantiasa dibatasi dengan tujuan kekuasaan tersebut tidak boleh sewenang-wenang terhadap hal yang lain. Adanya pembatasan kekuasaan dapat kita implementasikan melalui hukum, yakni bisa dengan Konstitusi, Undang-undang, serta peraturan-peraturan turunan lainya.
Lebih lanjut, pada dasarnya "kekuasaan"Â dibidang apapun itu sikapnya adalah netral dengan prasyarat sebelum "kekuasaan"Â tersebut belum digunakan. Namun "kekuasaan"Â akan memiliki sifat tidak netral apabila mulai digunakan. Kita ambil contoh apabila kekuasaan tersebut digunakan untuk kebaikan maka orientasi nya juga kebaikan, begitu juga digunakan dalam hal sebaliknya. Moh Kusnadi dan Bintan Saragih mendefinisikan "kekuasaan"Â yakni sebagai sebagai suatu kemampuan untuk memengaruhi orang lain/kelompok lain sesuai dengan kehendak pemegang kekuasaan itu sendiri. Namun perlu kita garis bawahi, ketika kita membahas mengenai kekuasaan masyarakat sering mengasumsikan bahwasanya kekuasaan itu adalah hal sama dengan politik. Padahal jika kita artikan kekuasaan sama dengan politik maka kekuasaan itu artinya bersifat monoform. Dalam tataran praktisnya sejarah telah menunjukan bahwa hukum sering kali digunakan sebagai alat penguasa untuk meraih dan melanggengkan kekuasaanya, bahkan dalam negara hukum sekalipun. Tidak bisa dipungkiri apabila kita cermati kata "negara" saja, kita bisa memahami bahwa negara adalah satu-satunya organisasi yang bisa memonopoli kekuasaan dari sektor publik hingga privat. Semakin kesini, semakin menarik untuk dibahas dan kita kaji secara seksama. manakah yang determinan antara keduanya. apakah politik yang lebih determinan ataukah hukum yang lebih determinan.
Perlu kita pahami secara seksama, bahwasanya politik bukanlah aktivitas yang terisolasi dari sistem lain termasuk didalam kehidupan sosial yang dimana, disitu ada wilayah hukum yang menghidupi. Begitu juga dengan hukum itu sendiri, yang dimana hukum bukanlah suatu hal yang otonom. Melainkan hal yang kait mengkait dengan sektor-sektor kehidupan lain dalam masyarakat. Ditambah lagi, apabila kita mencermati para penganut studi kritik hukum mengenai pemikiranya dalam membahas relasi politik dan hukum, maka para penganut studi kritik hukum lebih setuju bahwasanya keduanya saling bertautan. Sehingga tidak ada yang namanya "politik murni" atau bahkan "hukum murni".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H