Mohon tunggu...
Hafsah Amalia
Hafsah Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

mahasiswa aktif STAI Al Anwar Sarang Rembang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembubaran Prostitusi Gang Dolly di Surabaya

7 Juli 2024   11:37 Diperbarui: 7 Juli 2024   11:50 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PEMBUBARAN PROSTITUSI GANG DOLLY DI SURABAYA

Oleh: Hafsah Amalia

            Prostitusi merupakan tindakan asusila yang menjadi larangan agama serta hukum di Indonesia. Tindakan ini merupakan salah satu tindakan kejahatan terhadap kesusilaan dan moral. Praktik-praktiknya di berbagai daerah  menyebabkan banyak penyakit yang tersebar, seperti HIV dan AIDS. Berbagai dampak negatif yang terus berkembang sehingga tindakan ini harus diselesaikan. Akibatnya banyak masyarakat sekitar gang dolly yang merasa resah dan kurang setuju karena usahanya diberhentikan.  

Surabaya merupakan kota metropolitan yang memiliki lokalisasi prostitusi terbesar se-Asia Tenggara dan merupakan tempat yang terkenal adanya lokalisasi pelacuran. Kondisi mendesak dengan kebutuhan ekonomi serta kurangnya lapangan tenaga kerja yang menjadikan PSK melakukan tindakan asusila. Keadaan gang dolly di Surabaya semakin berkembang pesat dengan ramainya para pelanggan yang hadir dan berkunjung, adanya wisma, kafe, dan para wanita yang menawarkan layanan kenikmatan.

Asal muasal penyebutan dolly sebagai kompleks prostitusi disebabkan adanya noni-noni belanda bernama Dolly Van De Mart yang disebut tante Dolly. Tante Dolly mengumpulkan beberapa gadis untuk dijadikan pelayan pemuas hasrat tentara belanda, ternyata keberadaan itu berhasil membuat para lelaki berdatangan serta mampu menarik perhatian tentara belanda untuk datang kembali. Semakin hari ternyata semakin banyak orang yang berdatangan, tidak hanya tentara belanda, namun warga pribumi dan saudagar di Surabaya juga tertarik dengan lokalisasi tersebut. Wilayah semakin ramai dibuktikan dengan kuantitas PSK semakin banyak. sejarah lainnya mengatakan bahwa Pada awal 1960-an, satu-satunya rumah Dolly yang sebenarnya adalah pemakaman Tionghoa di  pinggiran kota. Banyak kuburan yang dibongkar untuk dijadikan  pemukiman ilegal permanen. Pada tahun 1967,  seorang mantan pelacur Belanda-Thailand bernama Advonso Dorila Khavit, berasal dari Bantaran, Malang, mendirikan rumah bordil di kawasan  Kembang Kuning. Advonso Dorila Khavit umumnya dikenal sebagai Dolly Khavit dan biasanya disebut sebagai Papi Dolly. Dia diberi gelar "Papi Dolly" karena dia memiliki perasaan sakit hati terhadap laki-laki, yang mengubahnya menjadi laki-laki. Sakit hati ini bermula dari pernikahan singkat Dolly dengan Yakub, seorang pelaut dari Cekoslovakia, yang meninggalkannya dan tidak pernah kembali. Dalam pernikahannya dengan Yakub, Dolly dikaruniai seorang putra bernama Edy Yosep. Setelah berganti identitas dan menjadi laki-laki, Dolly menikah dengan beberapa wanita yang juga bekerja di rumah bordil tersebut. Tindakan Dolly Khavit yang dinilai menyimpang atas upayanya mempromosikan wanita penghibur, memicu kemarahan komunitas Kembang Kuning. Selain itu, kawasan Kembang Kuning merupakan lokasi Masjid Rahmat. Masjid tertua di Surabaya dan dianggap suci ini menjadi cikal bakal penyebaran agama kepada masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Menghadapi perlawanan keras dari komunitas Kembang Kuning, Dolly Khavit akhirnya  memindahkan bisnis prostitusinya ke Jalan Dukuh Kupang Timur I, tempat ia mengelola rumah bordil. Dalam perkembangannya, Dolly Khavit mendirikan empat wisma bernama Tentrem, Double Queen, Mama Mia, dan Mama Rosa. Dari empat wisma yang dibangun, tiga sisanya disewakan kepada  mucikari yang ingin  mencari nafkah di  bekas kuburan tersebut.  Dolly Khavit sekarang hanya menjalankan wisma miliknya sendiri. Saat pertama kali Dolly Khavit membangun guest house tersebut, belum ada persetujuan resmi dari pemerintah Surabaya bagi Dolly Kavit untuk membangun guest house tersebut di Jalan Dukuh Kupang Timur I. Izin yang dikeluarkan kepolisian setempat adalah untuk pembukaan kafe, bukan pendirian usaha prostitusi. Ia dianggap sebagai pionir mendirikan bisnis prostitusi di Dolly, sehingga nama Dolly kemudian diabadikan sebagai nama lokal Pemakaman Tionghoa Putat Jaya.

 

Keramaian dan ketenaran dolly semakin memuncak, tindakan dilakukan oleh para wanita malam(PSK) yang hanya membutuhkan uang dengan modal tubuh. Para wanita yang bergelut di dunia hitam tidak semuanya datang karena kesadaran, ada yang datang karena terjebak, paksaan serta melalui perantara calo.

Dampak buruk bagi anak-anak sekitar yaitu perkembangannya dilalui dengan lingkungan yang kurang baik, keterbatasan waktu bermain karena pada jam-jam tertentu anak harus berada di dalam rumah karena banyak lelaki datang ingin memuaskan hasratnya. Dampak negatif lainnya seperti pengguna dan pengedaran narkoba, tindakan asusila terhadap anak-anak, trafficking, minum-minuman keras dan mabuk-mabukan, serta kekerasan dalam rumah tangga menjadi kejahatan dan perilaku yang tidak harusnya dilakukan. Alasan penutupan lokalisasi gang dolly Surabaya antara lain; pertama, karena tempat ini berbaur dengan masyarakat. Kedua, larangan perdagangan manusia. Ketiga: dampak buruk bagi kedepannya anak-anak sekitar lokalisasi.

Pasca penutupan lokalisasi ada dampak positif serta dampak negatif. Dampak Positif setelah penutupan lokalisasi yaitu keadaan terlihat lebih tenang dari sebelumnya, anak-anak dapat bermain dengan waktu yang lebih banyak dan sebelum ditutup lokalisasi warga malu ketika ditanya desanya, setelah ditutup ia lebih percaya diri dengan menyebutkan desanya. Dampak negatif yang terjadi setelah penutupan yakni menurunnya pendapatan yang dihasilkan masyarakat setempat. Sebelum penutupan lokalisasi lapangan kerja bagi masyarakat berjalan dengan baik serta mendapatkan pendapatan yang cukup banyak. Kini mereka para tukang parkir, buruh cuci baju, petugas keamanan, dan petugas kebersihan, tukang ojek, tukang becak, dan pedagang asongan harus mencari tempat lain untuk tetap bekerja.

Setelah sah ditutup pemerintah tidak hanya tinggal diam, namun memberikan program bagi masyarakat setempat dengan menyediakan lapangan pekerjaan. Pengembangan kapasitas masyarakat dibentuk agar lokalisasi tetap berkembang. Langkah kerja pemerintah terhadap wanita tuna susila dengan  memberikan arahan ajaran agama, pelatihan dan pendidikan, serta mengalihkan profesi dengan pekerjaan lainnya. Ketersediaan lapangan pekerja dengan memberikan pelatihan kepada Masyarakat, dengan membuka usaha seperti; membatik, menyablon, membuat rangkaian dengan manik-manik, pembuatan sepatu dll.

Pada awal 1960-an, satu-satunya rumah Dolly yang sebenarnya adalah pemakaman Tionghoa di  pinggiran kota. Banyak kuburan yang dibongkar untuk dijadikan  pemukiman ilegal permanen. Pada tahun 1967,  seorang mantan pelacur Belanda-Thailand bernama Advonso Dorila Khavit, berasal dari Bantaran, Malang, mendirikan rumah bordil di kawasan  Kembang Kuning. Advonso Dorila Khavit umumnya dikenal sebagai Dolly Khavit dan biasanya disebut sebagai Papi Dolly. Dia diberi gelar "Papi Dolly" karena dia memiliki perasaan sakit hati terhadap laki-laki, yang mengubahnya menjadi laki-laki. Sakit hati ini bermula dari pernikahan singkat Dolly dengan Yakub, seorang pelaut dari Cekoslovakia, yang meninggalkannya dan tidak pernah kembali. Dalam pernikahannya dengan Yakub, Dolly dikaruniai seorang putra bernama Edy Yosep. Setelah berganti identitas dan menjadi laki-laki, Dolly menikah dengan beberapa wanita yang juga bekerja di rumah bordil tersebut. Tindakan Dolly Khavit yang dinilai menyimpang atas upayanya mempromosikan wanita penghibur, memicu kemarahan komunitas Kembang Kuning. Selain itu, kawasan Kembang Kuning merupakan lokasi Masjid Rahmat. Masjid tertua di Surabaya dan dianggap suci ini menjadi cikal bakal penyebaran agama kepada masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Menghadapi perlawanan keras dari komunitas Kembang Kuning, Dolly Khavit akhirnya  memindahkan bisnis prostitusinya ke Jalan Dukuh Kupang Timur I, tempat ia mengelola rumah bordil. Dalam perkembangannya, Dolly Khavit mendirikan empat wisma bernama Tentrem, Double Queen, Mama Mia, dan Mama Rosa. Dari empat wisma yang dibangun, tiga sisanya disewakan kepada  mucikari yang ingin  mencari nafkah di  bekas kuburan tersebut.  Dolly Khavit sekarang hanya menjalankan wisma miliknya sendiri. Saat pertama kali Dolly Khavit membangun guest house tersebut, belum ada persetujuan resmi dari pemerintah Surabaya bagi Dolly Kavit untuk membangun guest house tersebut di Jalan Dukuh Kupang Timur I. Izin yang dikeluarkan kepolisian setempat adalah untuk pembukaan kafe, bukan pendirian usaha prostitusi. Ia dianggap sebagai pionir mendirikan bisnis prostitusi di Dolly, sehingga nama Dolly kemudian diabadikan sebagai nama lokal Pemakaman Tionghoa Putat Jaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun