Â
 Banyak sekali diantara kita yang berasumsi bahwa pandemi yang terjadi pada saat ini adalah ulah atau perbuatan dari elite global dengan tujuan untuk memudahkan hagemoni mereka terhadap dunia dengan cara depopulasi, serta berusaha menjauhkan umat Islam dari agamanya dengan cara merusak kegiatan ibadah umat Islam, ada juga yang mengatakan wabah ini adalah agenda sekelompok manusia dengan tujuan adanya bisnis vaksin dan lain sebagainya. Namun apakah asumsi-asumsi seperti ini benar dan dapat dipertanggung jawabkan?
Sebagai manusia kita diberikan akal oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala agar kita berpikir serta dapat membedakan antara mana yang baik dan mana yang buruk, terserah kita mau memilih yang mana yang akan kita gunakan. Sebagai manusia yang berpikir kita tentu dibebaskan untuk memberikan pandapat serta statment apapun, namun sangat perlu juga untuk kita perhatikan bahwa setiap keputusan dan pernyataan yang kita buat pasti ada konsekuensinya atau yang lebih kita kenal dengan hukum sebab akibat.Â
Dampak dari berbagai asumsi-asumsi tersebut  bermutasilah ia menjadi  berbagai teori konspirasi  dan cocoklogi tanpa mendasar mengenai C0vid-19 ditengah-tengah masyarakat, sehingganya mulailah terjadi logical fallacy (kesalahan dalam berpikir) dan munculnya skeptisisme terhadap berbagai protokoler kesehatan yang telah ditentukan standarisasinya oleh mereka yang memiliki kapabilitas dalam hal tersebut.  Akibat dari hal tersebu kita menyaksikan mereka yang terkonfirmasi positif Covid-19 semakin hari jumlahnya semakin meningkat.Â
Kemudian juga banyak yang berasumsi bahwa ummat Islam seharusnya jangan terpedaya dengan isu-isu pandemi seperti ini, dan yang anehnya mereka berdalih dengan mengkambing hitamkan syari'at agama. Misalnya ada saja oknum yang mengkampanyekan bahwa merenggangkan shaf (barisan) dalam shalat itu termasuk kedalam agenda setan dalam menyesatkan ummat Islam, dalam artian mengikuti madzhabnya WHO (world healt organization). Sehingganya lagi-lagi banyak juga diantara ummat Islam yang bersikap skeptisisme terhadap protokol kesehatan yang telah ditentukan.Â
Sabar dulu saudaraku!, jangan terburu-buru. Syari'at itu bersifat statis sedangkan fiqih itu berifat dinamis, fiqih adalah hasil pemikiran para ulama yang memiliki kapabilitas dibidangnya sehingga ummat Islam dapat beradaptasi dengan sesuai konteks. Meluruskan shaf (barisan) dalam shalat itu merupakan syari'at, akan tetapi dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk menyempurnakan ibadah sesuai syari'at, maka kita diberikan rukhshah (keringanan), yang mana hal tersebut telah diatur didalam ilmu fiqih.Â
Perlu juga kita ketahui ya bahwa setiap kebijakan mengenai protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah itu sangat sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh Salaful Ummah. Contohnya saja dizaman Umar bin Khattab, pernah terjadi wabah pada masa itu maka aturannya adalah yang didalam wilayah wabah dilarang keluar, yang diluar dilarang masuk. Dan bagaimana jika hal itu dilanggar? tentu konsekuensinya virus akan semakin menyebar. Karena virus tersebar disebabkan mobilitas manusia, semakin tinggi mobilitas maka semakin tinggi pula kemungkinan virusnya akan tersebar.Â
Amr bin Ash yang pada kala itu menjabat sebagai gubernur menyikapi hal tersebut dengan sangat bijak dan baik, Amr mengatakan wabah itu bagaikan api dan manusia adalah bahan bakarnya, maka berpencarlah kalian menjauhlah ke gunung-gunung supaya apinya segera padam. itulah konsep "physical distancing" Bukankah pemerintah kita pada saat ini juga telah  menetapkan kebijakan demikian?.Â
Saudaraku, saya percaya konspirasi itu ada, saya percaya adanya invisible hand. Tapi kalau ditengah pandemi ini kita selalu bersikap skeptisisme terhadap protokol kesehatan dengan dalih mengikuti syari'at maka ini adalah logical fallacy (kesalahan berpikir) dan sangat berbahaya sekali.Â
Tapi saudara-saudaraku marilah kita lakukan hal yang paling urgent, jaga kesehatan, patuhi protokol kesehatan dan jangan sampai kita disibukkan dengan kritik sana-sini apalagi sampai termakan berbagai berita konspirasi yang dapat menyesatkan. Sekarang ini kita ibaratkan sedang dalam kondisi kelaparan akibat peperangan, apa tindakan yang paling urgent untuk kita lakukan? apakah kita pelu teriak-teriak dimedan perang dengan harapan perang dapat berakhir? jawabannya tentu tidak, kita seharusnya mencari makanan ditempat-tempat yang relatif aman, sambil waspada melindungi diri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H