Pasca kemenangan Ideologi Liberalisme Demokrasi Amerika atas Komunisme sosialisme Uni Soviet telah menyababkan terjadinya perubahan isu-isu dalam lingkup internasional, begitupun dengan konflik dan perang yang terjadi, pasca perang dingin ada beberapa peristiwa yang cukup mendapat atensi dari dunia Internasional, seperti invansi Amerika ke Irak untuk menjatuhkan Rezim Saddam Husain yang dicurigai menyimpan senjata pemusnah masal yang dimiliki oleh rezim Irak saat itu, selain itu diawal tahun 2000 lebih tepatnya 11 september 2001 dunia dikejutkan dengan peristiwa runtuhnya gedung World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat yang di sinyalir sebagai serangan Terorisme, peristiwa ini kemudian menjadi latar belakang invasi yang dilakukan oleh Amerika ke Afghansitan untuk menjatuhkan rezim Taliban yang menyembunyikan Osama bin Laden otak dari serangan gedung WTC tersebut.Â
Dalam perkembangannya peristiwa serangan teroris tersebut menempatan isu terorisme menjadi isu ancaman keamanan global. Kemampuan Amerika sebagai kekuatan global pada saat itu mampu memaksa negara-negara dunia bersatu untuk melawan kelompok tororisme ini, hal ini bisa dilihat dari ungkapan George W Bush yaitu With Us, or Againts Us (bersama kami atau melawan kami). Beberapa persitiwa pasca perang dingin tersebut menemukan pembenaran pada tesis yang dikembangkan oleh Samuel P. Huntington didalam bukunya The Calsh Of Civilitations And The Remaking Of World Order sebagai adanya benturan Peradaban khususnya Peradaban Islam dan Peradaban Barat.
Dalam tesis yang di kembangkan oleh Samuel P. Huntington  tentang benturan peradaban ini menjelesakan bahwa sumber konflik di era dunia baru ini bukanlah ideologi, politik maupun ekonomi, akan tetapi budaya yang ia sebut sebagai Peradaban. Setidaknya ada beberapa dasar tesis benturan peradaban oleh Huntington ini yaitu:Â
Pertama, perbedaan antar peradaban merupakan perbedaan yang sangat mendasar karena lahir dari sejarah, budaya, bahasa, dan agama. Perbedaan ini melahirkan perbedaan cara pandang mengenai hukum manusia dengan Tuhan, individu, warga dan negara, hak dan kewajiban, kebebasan dan sebagainya.Â
Kedua, perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi menyebabkan interaksi antar masyarakat internasional semakin mengalami peningkatan sehingga menimbulkan pergesekan antar peradaban semakin kuat. Ketiga, proses modernisasi globalisasi yang terjadi membuat identitas seperti kewarganegaraan menjadi tidak terlalu dipermasalahkan dengan semakin mudahnya mobilitas antar negara, sehingga hal ini membuat agama muncul sebagai sumber identitas dan pegangan.
Dinamika politik global atau politik nasional suatu negara beberapa dekade terakhir menjadi menarik untuk  dikaji dalam pandangan benturan peradaban ini, misalnya dalam melihat dinamika politik yang terjadi di Turki, sejak kemenangan Recep Tayep Erdogan sebagai presiden Turki membawa wajah politik baru di negara tersebut, Wajah politik asertif yang dibawa oleh Erdogan menjadikannya sebagai pemimpin yang cukup berpengaruh secara domestik, regional maupun Internasional, hal ini bisa kita lihat dari peran aktif Turki dalam tataran regional Timur Tengah pasca terjadinya Arab Spring menempatkan Turki menjadi pemain kunci kawasan setelah Iran dan Arab Saudi, begitupun dalam tataran Internasional, politik asertif yang ditampilkan membuat Turki tidak segan melontarkan kritik dan berbeda pandangan dengan negara-negara barat khususnya Amerika, termasuk dalam hal konflik Palestina-Israel, setelah terjadinya persitiwa One Minute di Davos Swis, menujukkan ketegasan Turki untuk membela Palestina termasuk dengan mengajak negara-negara muslim dunia untuk terus menyuarakan hak-hak warga Palestina yang dirampas oleh Israel. hal ini kemudian dibaca oleh para pengamat sebagai wajah politik Pan-Isalmisme yang dibawa  Turki dibawah Rezim Erdogan. Namun tidak hanya terjadi dinamika politik Turki, diberbagai negara pula indikasi benturan peradaban ini terjadi termasuk Indonesia.
Pasca terjadinya peristiwa serangan 11 September 2001 yang dilakukan oleh Terorisme dengan menewaskan lebih dari dua ribu orang, muncul wacana-wacana yang dikembangkan oleh pemerintah AS yang kaitannya dengan perlunya Amerika serikat untuk memahami dan mempengaruhi  sikap dunia islam terhadap AS (Zarkasyi, 2018), maka muncullah wacana seperti Islam liberalis, Islam Progresif, Islam Inklusif, Islam Moderat, Islam Humanis, dan lain sebagainya. Wacana ini di dengungkan untuk membendung Islam Fundamentalis, Islam Konservatif, Islam Politis, Islam Jihadis, dengan membendung gerakan-gerakan yang mereka katergorikan sebagai ‘islam garis keras’ seperti Laskar jihad, majelis mujahidin Indonesia, Front Pembela Islam, Jamaah Isalmiah, dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), gerakan wacana ini kemudian dilakukan melalui berbagai bantuan seperti bantuan kepada satgas anti terror dan kucuran dana ke berbagai tokoh dan organisasi Islam untuk mengembangkan wacana-wacana tentang pendidikan demokrasi dan menumpuk nilai-nilai kebebasan toleransi, dan pluralisme agama. Sehingga munculnya wacana-wacana yang berkaitan erat dengan suhu politik internasional terutama pasca terjadinya 11 sepetember 2001. (Arif, 2022).
Disatu sisi, menurut Warsisto semenjak Orde Baru ada tren baru yang sebelumnya  tidak terdeteksi karena tidak muncul dalam wacana-wacana intlektual muslim sebelumnya, yaitu munculnya budaya dan identitas middle class Muslim (kelas menengah muslim) Munculnya fenomena identitas muslim kelas menengah ini menurut tidak bisa lepas dari bagaimana pertumbuhan di Mesir, Turki, Arab Saudi dan juga Iran. Menurut Warsisto ada tiga ciri dari middle class muslim ini yaitu Pertama, masifnya pertujukan kesalahan sosial yang di buktikan dengan semakain banyaknya muncul lembaga-lemabaga filantropi yang mendapat dukungan dari middle class muslim ini. Kedua, munculnya urban sufisme, dimana middle class muslim ini tidak melulu menikmati kesalahan sosialnya  secara individu tapi mereka muncul dalam bentuk komunitas yang tandai dengan munculnya pengajian-pengajian yang begitu masif dan munculnya da’i-da’i kondang atau populer di jejaring sosial utamanya, hal ini membuat karakter baru yaitu disatu sisi mereka sholeh akan tetapi mereka menjadi indivdu yang professional modern. Ketiga, munculnya identitas budaya seperti syar’i yang bahkan menjadi gaya hidup miiddle class muslim ini. (jati, 2018).
Hal inilah kemudian yang banyak mewarnai wajah politik bangsa kita pasca reformasi khusunya dimasa pemerintahan hari ini, terutama munculnya isu-isu agama dalam ruang publik yang banyak bicarakan, munculnya wacana-wacana baru khsusnya tentang kaitannya dengan agama seperti wacana moderasi beragama, Islam Inklusif, Islam Pluaralis, Islam Progrsif, dsb. tidak bisa lepas kaitannya dengan peristiwa 11 sepetember 2001 dimana barat secara umum berusaha untuk merubah pandangan dunia islam terhadap dunia barat dengan memunculkan wacana-wacana baru, yang lahir dari pandangan skeptis pada agama, yang dianggap sebagai ancaman Peradaban mapan barat. Hal inilah yang banyak melatarbelakangi kebijakan pemerinatah hari ini khsusunya berkaiatan dengan isu-isu agama, seperti gencaranya pemerinaah dalam mempromosikan islam moderat yang bahkan menjadi program pemerintah dengan dana yang cukup fantastis yaitu sekitar 3,2 trilun. (irham, 2021) kebijakan ini juga dibarengi dengan tegasnya pemerinatah pada kelompok-kelompok yang selama ini dipandang sebagai ’islam garis keras’ sebut saja Front pemebela Islam (FPI), dalam isu lainnya yaitu isu Taliban yang berujung pada pemecatan pegawai senior Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) Selain isu tersebut munculnya wacana-wacana larangan celana cingkrang pada aparatur sipil negara (ASN) wacana sertifikasi ulama, teks khutbah yang diatur, pemetaan masjid dan pesantren radikal, dsb.
Disatu sisi, ditengah wacana-wacana serta isu-isu yang menampilkan pandangan yang sekptis terhadap agama, munculnya middle class muslim yang semakin kesini menujukakan pekembangan yang semakin maju dalam gerakan gerakan kolektif baik sosial, ekonomi sampai dengan politik. Membuat isu-isu yang berkaitan dengan agama semakain banyak berkembang di ruang-ruang publik terutama di linimasa Facebook, Twiter,Instagram. perdebatan adu sentimen anatra kelompok satu dengan kelompok yang lain membuat masyarakat begitu terpolarisasi, terpecah, saling bermusuhan, saling curiga mencurigai satu sama lain khsusunya antar ummat Islam sendiri. Hal inilah yang penulis sebut sebagai wajah lain dari benturan peradaban yaitu hadir dalam bentuk perang pemikiran yang berujung pada perbedaan pandangan dalam menyikapi berbagai realitas sosial khsusunya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita hari ini. Tentu kita tidak ingin bersepkulasi terlalu jauh bahwa ini akan dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok berkepentingan, menjadikan ummat ini terpecah belah. Sudah saatnya pemerintah menyikapinya dengan bijaksana dan berkeadilan sehingga membuat bangsa ini tidak terlalu larut dalam keadaan terpecah belah. Wallahua’alam bissawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H