Mohon tunggu...
Hafiz Rosila
Hafiz Rosila Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ini Alasan Elektabilitas Agus Yudhoyono Selalu Tinggi

14 Februari 2018   20:38 Diperbarui: 14 Februari 2018   20:48 2151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama Agus Harimurti yudhoyono atau yang akrab disapa AHY selalu bercokol di perangkat atas pada berbagai survei.

Pertengahaan tahun lalu, Poltracking Indonesia menempatkan AHY berada di posisi kedua untuk cawapres pendamping Presiden Jokowi dengan elektabilitas 16 persen. Poltracking Indonesia menyebutkan AHY dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dinilai oleh publik sebagai figur yang paling tepat mendampingi Joko Widodo di Pemilu 2019.

Selanjutnya pada hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI), tercatat AHY adalah calon wakil presiden terpopuler, dengan angka popularitas sebesar 71.2 persen, mengalahkan Gatot Nurmantyo 56.5 persen, dan Moeldoko 18.0 persen.

Lembaga Riset berbasis digital Radar Media Nasional (Radian) januari lalu juga merilis hasil terkini survei capres dan cawapres. Lagi-lagi, nama AHY berada di papan atas sebagai wapres terkuat.

Apa sebenarnya yang menyebabkan angka keterpilihan Agus Yudhoyono begitu tinggi? Berikut beberapa poin yang menyebabkan nama AHY selalu muncul dan mengalahkan nama-nama politisi senior lainnya di berbagai lembaga survei.

Ledakan Milenial

Berdasarkan data Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), pemilih berusia 17-38 tahun mencapai 55 persen dari jumlah total pemilih pada Pemilu 2019. Pemilih muda juga lebih melek teknologi sehingga lebih banyak mengakses informasi soal calon pemimpin melalui teknologi digital.

Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis bahwa pada tahun 2019 jumlah pemilih pemula sudah mencapai 60 juta orang. Bahkan, pemilih pemuda di bawah usia 35 tahun mendekati angka 100 juta orang.

Pendekatan yang dilakukan AHY terhadap segmentasi pemilih tersebut cukup baik. Selama ini AHY kerap mengisi kelas umum di berbagai universitas di Indonesia. Materi yang ia sampaikan pun dinilai visioner dan sejalan dengan kaum muda, yakni tajuk 'Indonesia Emas 2045', di mana generasi milenial maupun generasi Z pada masa itu akan duduk di posisi pembuat kebijakan.

AHY juga rutin melakukan kegiatan kemanusiaan ke berbagai daerah, seperti saat ia turun langsung membantu pengungsi bencana erupsi gunung agung dan gunung kidul, banjir pacitan, banjir banten, jakarta, dan lainnya. Sebelum masyarakat dihebohkan soal fenomena 'kartu kuning' presiden Jokowi karena masalah gizi buruk di Asmat pun AHY sudah lebih dahulu mengunjungi Indonesia Timur. Bentuk kegiatan seperti itulah yang membuat sosok AHY selalu mendapatkan dukungan dan simpati dari masyarakat.

Menurut Charta Politika, anak muda di Pemilu 2019 secara dominan bersifat kritis, mengecek ulang calon yang akan dipilihnya, mereka aktif bertanya dan berdiskusi serta punya komunitas untuk menentukan pilihan politiknya. Dari situ bisa disimpulkan, idola anak milenial itu pemimpin yang umurnya ada di antara 25-48 tahun.

Untuk itu figur muda, sederhana, punya harapan, egaliter dan visioner sangat berpengaruh pada segentasi ini. Sebab, perilaku milenial secara umum adalah pemilih mengambang. Istilah kerennya generasi milenial adalah 'swing voters'. Karena mereka yang menjadi penggerak ekonomi saat ini, sehingga tentu saja menentukan secara politik.

Berpotensi Didukung Berbagai Kalangan

Berkaca pada Pilkada DKI Jakarta lalu, sikap politik AHY sangat bagus meskipun ia kalah dalam kontestasi tersebut. Ia secara jantan menerima kekalahan, dan tidak memaksakan pendukungnya untuk memilih salah satu paslon, baik Ahok-Djarot maupun Anies-Sandi. Ia hadir dan memberikan selamat dalam pelantikan Anies-Sandi, dan menyempatkan diri menjenguk Ahok di Mako Brimob. Saat itu publik kagum dengan sikap AHY yang tidak memihak, bahkan AHY mendapatkan 'surat cinta' dari Ahok.

Setelah gelaran Pilkada usai, AHY kerap menyuarakan untuk dilakukan rekonsiliasi, untuk meredakan ketegangan politik. Masyarakat seolah terbagi menjadi berbagai kubu pasca Pilkada. Bukan hanya di Jakarta, di berbagai daerah di Indonesia pun konflik politik kerap terjadi. Masing-masing kubu berusaha saling menjatuhkan pihak lain. Namun sayang, concern AHY ini tidak diindahkan oleh pemangku kepentingan.

Secara muda, kelompok politik masyarakat dapat dibagi menjadi dua, yaitu kelompok kiri dan kanan. Jika kelompok kanan dapat didefinisikan secara gamblang sebagai kelompok islam-konservatif, maka kelompok kiri adalah kebalikannya. Kedua kelompok ini pun saling melempar julukan absurd satu sama lain, 'Cebong' untuk kelompo kiri, dan 'Onta' untuk kelompok kanan oposisi. Hal itu terus terjadi berlarut-larut, tidak menyelesaikan apapun.

AHY sendiri bisa dibilang tidak terikat dengan pembagian kelompok masyarakat ini. Buktinya, Ia tetap menjalin silaturrahmi dengan Ketum Gerindra, Prabowo Subianto dan Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Kedua tokoh itu jika dilihat sudah jelas bersebrangan. Sejauh ini, ia pun tidak memiliki 'musuh' dari dua kalangan ini.

Paket Komplit nan Populer

Dalam berbagai lembaga survei, pilihan masyarakat untuk tokoh populer selalu jatuh pada dua kriteria, yakni kalangan militer dan islam. Agus Yudhoyono merupakan bagian dari dua hal itu. Di militer, Ia meraih penghargaan Tri Sakti Wiratama---pada tingkat I dan II yang membuat Agus terpilih menjadi Komandan Resimen Korps Taruna Akademi Militer pada tahun 1999.

Agus lulus AKMIL dengan predikat terbaik dan meraih penghargaan pedang Tri Sakti Wiratama dan Adhi Makayasa pada Desember 2000. Setelah itu, dia mengikuti Sekolah Dasar Kecabangan Infanteri dan lulus terbaik Kursus Combat Intel pada tahun 2001. Agus bergabung dengan Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Pada tahun 2002, dia menjadi Komandan Peleton di Batalyon Infanteri Lintas Udara 305/Tengkorak, jajaran Brigif Linud 17 Kostrad yang berpartisipasi dalam Operasi Pemulihan Keamanan di Aceh.

Agus mendapatkan gelar Master of Science in Strategic Studies dari Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University. Beberapa penghargaan yang pernah didapatkannya antara lain; Satya Lencana Kesetiaan, Satya Lencana Dharma Nusa, Satya Lencana Santi Dharma, Medali PBB, Medali Penghargaan dari pemerintah dan Angkatan Bersenjata Lebanon, Medali Kepeloporan, Medali penghargaan dari Angkatan Bersenjata Amerika Serikat: Distinguished Honor Graduate dan Commandant's List of the Maneuver Captain Career Course dari the US Army Maneuver Center of Excellence dan The Order of Saint Maurice dari the US National Infantry Association, dan Penghargaan Nanyang Outstanding Alumni Award 2013 dari S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University (NTU)

Melihat sederetan penghargaan yang fantastis itu, tak diragukan lagi ia adalah salah satu putra terbaik bangsa ini. Di sisi lain, AHY pun memiliki kedekatan dengan kelompok islam. Ia tetap menjaga hunungan baik dengan dua kelompok besar islam nusantara, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Rais Aam NU, KH Ma'ruf Amin, menyebut bahwa dukungan terhadap AHY bukanlah secara kelembagaan, tapi secara keumatan. Artinya, AHY tidak menggunakan NU sebagai lembaga untuk mendulang suara, melainkan umat NU mendukungnya. Dukungan dari PAN yang notabene memiliki basis pemilih dari Muhammadiyah pun menjadikan warga Muhammadiyah menjadi simpatisan dan pendukung AHY.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun