Sorong adalah salah satu kota yang ada di Papua Barat. Sorong merupakan kota pintu masuk wisatawan sebelum berlibur ke Raja Ampat, karena di Raja Ampat belum ada bandara udaranya sehingga wisatawan dari luar kota naik pesawat dulu ke Sorong, lalu diteruskan ke Raja Ampat dengan menggunakan kapal laut.
Ada sebuah tempat penjualan ikan terbesar di kota Sorong, yakni Jembatan Puri, atau yang biasa disebut Jempur oleh penduduk lokal. Di jempur ini pengunjung bisa mencari aneka macam makanan laut, yang paling utama yaitu ikan. Berbagai jenis ikan dijual di pasar Jempur.
Pagi ini Jempur berkesempatan dikunjungi oleh tokoh muda, yang terkenal dengan gagasan 'Indonesia emas'nya. Pemuda itu adalah Agus Yudhoyono, Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute. Masyarakat Kota Sorong dan Pedagang Ikan di Jempur terlihat antusias menyambut kedatangannya. Mereka terlihat berebut untuk bisa bersalaman dan meminta foto bersama pemuda yang akrab disapa AHY ini.
"Pak Agus, Pak Agus kemari lihat ikan kami, lihat ikan kami Pak," riuh para nelayan yang saling bersahutan ingin ikannya dilihat oleh AHY
"Iya Pak, Buk, nanti saya lihat ikan-ikannya ya," jawab AHY sambil membalas satu persatu salam dari para nelayan yang terlihat sangat antusias.
Tanpa menyia-nyiakan waktu, AHY langsung bertemu Ichong, koordinator nelayan Papua Barat. Ia menanyakan bagaimana kondisi dan permasalahan di Jempur. Tak lupa ia meminta izin untuk bercengkrama dengan masyarakat, penjual, dan pembeli di pasar ikan itu.
Di atas ember berwarna putih yang biasa dipakai untuk membawa ikan, AHY duduk mendengarkan cerita Ichong, yang berkeluh-kesah soal mahalnya harga ikan saat ini.
Menurut Ichong, pembeli ikan di pasar Jempur banyak yang mengeluh karena mahalnya harga ikan dan hasil laut lainnya. Ia menyimpulkan hal itu disebabkan oleh izin kapal yang tidak jelas. Kapal yang membawa ikan masuk ke pelabuhan satu per satu. Jika kapal yang masuk bisa dua atau tiga, harga ikan menurutnya bisa lebih murah. Ichong menambahkan, surat-surat kapal pencari ikan itu juga banyak yang mati.
Sebenarnya pihak keamanan laut sudah membantu memberikan izin selama 2 bulan ini. Namun masalahnya menurut nelayan sekitar, masih banyak kapal-kapal asing yang beroperasi di indonesia. Para nelayan menyayangkan posisi mereka sebagai warga negara indonesia yang susah untuk mencari ikan di negara sendiri
"Kita kaya maling, Bapak. Jadi yang dihidupi diatas kapal itu ada 15-17 orang, belum anak isterinya mau dikasih makan apa? Kan kasian," ujar Ichong.
Mendengar keluhan dan curhatan para nelayan, AHY berterimakasih karena telah diberitahu bagaimana kondisi dan permasalahan yang diterima nelayan di Papua Barat. Menurutnya, masalah tersebut adalah perkara izin dan administratif yang prosesnya hars dipercepat dan diperlancar lagi.