Mohon tunggu...
Hafizh Suryo
Hafizh Suryo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Nasional

Mahasiswa Universitas Nasional pada jurusan Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dampak Perang Dagang Korea Selatan dan Jepang Terhadap Perekonomian Kedua Negara

8 Januari 2024   08:44 Diperbarui: 9 Januari 2024   12:40 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perang dagang antara negara -- negara besar memengaruhi ekonomi regional dan global di era globalisasi yang semakin kompleks. Kemajuan ekonomi di wilayah Asia Timur menyebabkan persaingan ekonomi di beberapa negara di wilayah tersebut. Persaingan ini disebabkan oleh berbagai pandangan, termasuk nilai -- nilai budaya, faktor, dan perspektif masyarakat di wilayah tersebut. Hubungan bilateral Korsel dan Jepang dapat dilihat melalui kerja sama di berbagai bidang, seperti ekonomi, hiburan media, dan teknologi dasar. 

Budaya hiburan Kpop yang sangat populer di Jepang merupakan salah satu contohnya, pemerintah Jepang dan Korsel bekerja sama karena antusiasme penonton Kpop yang besar. Pemerintah membuat kebijakan khusus yang mengutamakan Jepang untuk mengadakan konser Kpop. Begitu juga sebaliknya, Jepang dan Korsel berbagi budaya dengan membuat film, musik, animasi, fashion, dan festival budaya tahunan.

Ketegangan ekonomi antara Korea Selatan dan Jepang merupakan dua kekuatan ekonomi utama di Asia Timur, adalah salah satu konflik dagang yang paling menarik perhatian dunia. Berawal dari luka perang dunia ke -- II yang sebagaimana kita ketahui bahwa Jepang melakukan Kerja Paksa dan merugikan banyak pihak, kala itu Korea masih diduduki oleh Jepang pada tahun 1910 hingga 1945 sehingga banyak wanita Korsel yang dijadikan Jugun Ianfu (ruda paksa) oleh tentara -- tentara Jepang. Kedua negara tersebut sepakat untuk berdamai pada 1965 melalui penandatanganan perjanjian Treaty of Basic Relation Between Japan and South Korea, namun Korea Selatan mengangkat kembali permasalahan yang sudah dianggap selesai dan membuat Jepang geram atas tindakannya tersebut. Perang dagang ini menimbulkan banyak ketidakpastian di antara kedua negara dan memengaruhi stabilitas ekonomi di seluruh wilayah tersebut.

Kita akan melihat bagaimana perang dagang antara Korea Selatan dan Jepang memengaruhi dinamika ekonomi Asia Timur. Peristiwa ini memberikan tantangan baru dan peluang untuk pemahaman yang lebih mendalam tentang resesi, investasi, dan ketidakpastian bisnis di wilayah ini karena keterlibatan rantai pasokan global yang kompleks dan dominasi dua negara ini dalam ekonomi regional. Tentunya selama perang dagang ini berlangsung, akan ada dampak yang ditimbulkan terhadap negara -- negara sekitarnya dalam berbagai aspek. Kebijakan Jepang yang membatasi ekspor dan menghapusnya dari daftar putih perdagangan mempengaruhi perekonomian Korea Selatan saat Korea Selatan memulai pada 18 Juli 2019, Bank of Korea menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonominya dari 2,5% menjadi 2,2%, dan Bank Sentral Korea Selatan menurunkan suku bunganya dari 1,75% menjadi 1,5%. Akibatnya, Korea Selatan hanya dapat berekspansi 0,4% dan mengalami pertumbuhan yang sangat lambat di kuartal ketiga tahun 2019. Korea Selatan merupakan salah satu produsen elektronik terbesar terutama produksi chip untuk berbagai produk elektronik, dan tentunya sangat bergantung pada produk impor Jepang. Jepang melihat Korea Selatan sebagai salah satu pasar yang menguntungkan untuk ekspornya, terutama untuk ekspor bahan kimia.

Akhirnya pada Jumat (17/3/2023) Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida melakukan pertemuan dengan presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di Tokyo, yang menghasilkan kesepakatan untuk Jepang mencabut pengendalian ekspor terhadap Korsel. Dalam kasus ini tidak hanya pencabutan pengendalian ekspor saja, namun Menteri Perdagangan Korsel juga menarik protesnya terhadap Jepang kepada WTO. Kedua perwakilan dari setiap negara pun memutuskan untuk membahas lebih lanjut terkait dengan memperbaiki status perdagangannya, selanjutnya mereka akan melakukan dialog rutin berkaitan dengan keamanan ekonomi. Keputusan tersebut disambut baik oleh Amerika Serikat yang ingin memperkuat aliansinya di Asia, atas keberhasilan Jepang dan Korsel untuk mengakhiri konflik kolonial mereka.

Setelah melalui konflik yang begitu panjang, Jepang -- Korsel -- Amerika Serikat melakukan kerjasama dengan tujuan untuk berperang melawan China, pertemuan yang diadakan oleh Presiden Joe Biden di Camp David membahas tentang 6 kesepakatan dalam konferensi AS -- Jepang -- Korsel. Hal ini mereka lakukan untuk mengantisipasi peningkatan kekuatan China serta ancaman nuklir dari Korea Utara, ketiga negara tersebut sepakat untuk berkoordinasi tanggapan mereka terhadap tantangan, provokasi, dan ancaman regional yang dapat mempengaruhi kepentingan bersama. Yoon Suk Yeol selaku Presiden Korea Selatan memberikan pernyataan "Mengenai perilaku berbahaya dan agresif yang mendukung klaim maritim yang melanggar hukum yang baru-baru ini kita saksikan oleh Republik Rakyat China (RRC) di Laut China Selatan, kami menentang keras setiap upaya sepihak untuk mengubah status quo di perairan Indo-Pasifik"

China sudah memperingatkan AS bahwa upayanya dalam menjalin hubungan kerjasama dengan Jepang dan Korea Selatan akan menimbulkan konfrontasi di kawasan, tentunya China merasakan adanya potensi NATO untuk menguasai sebagian dari Asia Timur dan menganggu aktivitas kekuasaan China di kawasan. Meskipun penasihat keamanan nasional Biden Jake Sullivan mengatakan bahwa secara eksplisit bukan NATO untuk Pasifik dan ia juga mengatakan bahwa aliansi trilateral belum ditetapkan, namun pihak China dan Korut sudah mengantisipasi dalam upaya kerjasama melawan AS. Korea Selatan maupun Jepang akan melakukan pemilihan legislatif sebelum Oktober 2025, dan apa yang dianggap para analis sebagai pemulihan hubungan yang masih rapuh antara kedua negara masih diperdebatkan oleh pemilih kedua negara.

Dapat disimpulkan bahwa awal mula terjadi perang dagang yang merugikan kedua belah pihak, dipicu akibat dari luka lama Korsel terhadap Jepang yang melakukan Jugun Ianfu terhadap masyarakatnya pada era perang dunia ke -- II. Meskipun hal itu sudah mereka sepakati untuk melakukan perdamaian pada 1965 melalui penandatanganan perjanjian Treaty of Basic Relation Between Japan and South Korea, hal ini muncul kembali akibat dari pihak Korsel yang mengungkit sejarah kelam tersebut sehingga membuat geram pihak Jepang. Akhirnya hal ini menyebabkan Jepang menghapus Korea Selatan dari daftar putih serta membatasi ekspor bahan - bahan kimia. Kita ketahui bahwa Korea Selatan merupakan salah satu produsen elektronik terbesar terutama produksi chip untuk berbagai produk elektronik, dan hal ini diperlukan alat -- alat industri canggih maupun bahan -- bahan yang diimpor dari Jepang untuk pembuatan chip tersebut. Setelah melalui permasalahan yang melibatkan sejarah buruk masa lalu, kedua negara memutuskan untuk memulihkan hubungan kembali pada 2023 Yoon Suk Yeol mengusung pertemuan antara perdana menteri Jepang dan presiden Korea Selatan. Dari pertemuan tersebut menghasilkan terjalin kembali hubungan antar kedua negara dan aktif kembali melakukan hubungan ekonomi serta penyelesaian sejarah kelam terhadap pelaku dan korban. Kesepakatan tersebut disambut baik oleh Amerika Serikat yang berupaya untuk menjalin kerjasama dengan Korea Selatan dan Jepang, namun tindakannya ditentang oleh China yang merasa terancam oleh keberadaannya di kawasan Asia Timur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun