Mohon tunggu...
Hafiz Musyaffa Eswandanu
Hafiz Musyaffa Eswandanu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ocean Engineering, Music & Badminton enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Hilirisasi dan Diversifikasi Produk Garam di Indonesia sebagai Suatu Bentuk Penguatan Sektor Ekonomi Masyarakat Pesisir

7 Oktober 2024   00:29 Diperbarui: 7 Oktober 2024   03:36 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Indonesia sebagai negara maritim memiliki potensi besar dalam sektor kelautan, termasuk salah satu komoditas unggulannya, yaitu garam. Garam tidak hanya penting sebagai kebutuhan domestik, tetapi juga memiliki peran strategis dalam berbagai sektor industri, seperti makanan, petrokimia, dan farmasi. Namun, potensi besar ini belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan baik, khususnya oleh masyarakat pesisir yang menjadi sentra produksi garam. Permasalahan klasik dalam industri garam Indonesia antara lain adalah kualitas garam yang rendah dan ketergantungan impor garam industri.

Sebagai solusi, pendekatan hilirisasi dan diversifikasi produk garam menjadi kunci untuk meningkatkan nilai tambah garam domestik. Hilirisasi memungkinkan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan lebih lanjut dari garam mentah menjadi produk dengan kualitas yang lebih tinggi, sementara diversifikasi memperluas penggunaan garam dalam berbagai produk turunan. Kedua strategi ini tidak hanya mendukung ketahanan pangan dan kemandirian industri, tetapi juga memperkuat ekonomi masyarakat pesisir.


Hilirisasi Garam: Definisi dan Urgensinya

Hilirisasi adalah proses pengolahan bahan mentah menjadi produk bernilai tambah lebih tinggi sebelum dipasarkan. Dalam konteks garam, hilirisasi dapat melibatkan proses pemurnian garam menjadi garam industri atau pengolahan menjadi produk turunan seperti garam kosmetik, farmasi, dan sebagainya. 

Hilirisasi garam bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada impor garam industri yang seringkali masih menjadi masalah di Indonesia. Tentu keterandalan Indonesia tehadap impor garam menjadi suatu hal yang sangat ironis, mengingat negara ini memiliki akses melimpah terhadap air laut (Jumaeri et al., 2017). Hal ini dibuktikan dengan pemerintah mengeluarkan izin mengimpor garam dengan jumlah 2,92 ton pada tahun 2020.

Walaupun begitu, pemerintah Indonesia juga telah menetapkan kebijakan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional guna mendorong hilirisasi sektor pertambangan dan kelautan, termasuk garam, guna meningkatkan nilai tambah. Salah satu program yang dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat pesisir melalui peningkatan teknologi produksi dan pengolahan garam. 

Selain itu, infrastruktur seperti gudang dan pabrik pemurnian garam juga diperbaiki untuk mendukung hilirisasi ini. Proses hilirisasi garam diharapkan tidak hanya memenuhi kebutuhan garam industri dalam negeri tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki taraf hidup masyarakat pesisir.

Proses Hilirisasi Garam di Indonesia

Proses hilirisasi garam di Indonesia masih mengalami banyak tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah kualitas garam lokal yang belum memenuhi standar industri, khususnya di sektor petrokimia dan farmasi. Garam yang dihasilkan oleh petani garam di Indonesia umumnya mengandung kadar NaCl yang rendah dan kadar kotoran yang tinggi, sehingga tidak sesuai untuk kebutuhan industri. 

Disadur dari kanal berita CNBC, hal tersebut juga diungkapankan oleh Dr. Miftahul Huda, M.Si yang menjabat sebagai Direktur Jasa Kelautan Kementerian dan Perikanan jika garam lokal hanya memiliki kadar NaCl 87-92% yang berarti berada di bawah standar garam industri yang memiliki spesifikasi khusus dengan kadar NaCl di atas 97%.

Untuk mengatasi masalah ini, proses hilirisasi garam melibatkan serangkaian tahapan pemurnian dan peningkatan kualitas. Berikut adalah beberapa tahapan utama dalam hilirisasi garam:

  1. Panen Garam Mentah: Garam dipanen dari tambak-tambak garam yang tersebar di wilayah pesisir, terutama di Jawa, Madura, dan Nusa Tenggara. Pada tahap ini, garam masih dalam bentuk mentah dengan kadar NaCl yang bervariasi antara 70-90%.
  2. Pemurnian: Pada tahap ini, garam mentah dicuci dan dimurnikan untuk menghilangkan kotoran seperti pasir, tanah, dan bahan organik. Proses ini biasanya menggunakan teknologi seperti sentrifugasi atau penguapan berulang. Pemurnian ini bertujuan untuk meningkatkan kadar NaCl hingga mencapai 97-99%, yang sesuai dengan standar industri.
  3. Pengeringan: Garam yang sudah dimurnikan kemudian dikeringkan untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dapat dilakukan secara alami dengan bantuan sinar matahari atau menggunakan mesin pengering.
  4. Pengemasan dan Distribusi: Setelah melalui proses pemurnian dan pengeringan, garam dikemas dan didistribusikan ke berbagai sektor industri, seperti industri makanan, farmasi, dan petrokimia.

Melalui proses hilirisasi ini, garam yang dihasilkan menjadi lebih bernilai dan memiliki kualitas yang lebih baik. Sebagai contoh, jenis garam kualitas 1 dihargai 500-1400 rupiah per kilonya. Sedangkan, harga dari garam industri dapat berkisar 2500-3500 rupiah per kilonya. Tentu terdapat kenaikan harga tersebut sangat signifikan bila hilirisasi ini dapat berjalan dengan baik.

Diversifikasi Produk Garam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun