Mohon tunggu...
Dea
Dea Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi - Pencinta kata yang berbisik

Nothing but busy🤍 "Penggemar kata-kata yang mengalir dalam rima dan makna. Menuliskan puisi sebagai bentuk suara hati, merangkai setiap baris untuk menghidupkan keindahan dan perasaan yang tersembunyi. Temukan jejak cerita, cinta, dan renungan dalam tiap sajak yang kutulis. Mari berbagi makna dalam setiap kata yang berbisik."

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Nyawa di Balik Daun-daun

8 Oktober 2024   17:23 Diperbarui: 9 Oktober 2024   17:53 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi- Daun. (Dok Britannica.com via Kompas.com)

Di balik hijau yang lembut melambai,
Ada napas yang perlahan membayang.
Setiap helai adalah cerita tak terucap,
Mengalir dalam sunyi, menyapa dunia.

Daun-daun tak hanya jatuh diam,
Mereka adalah saksi yang tak terucap.
Menyimpan rindu hujan yang menetes,
Dan bisikan angin yang memeluk malam.

Ada nyawa yang tertanam di akar,
Menghidupi semesta tanpa suara.
Mengajarkan kita tentang keikhlasan,
Bahwa hidup mengalir seperti musim.

Mungkin, ketika daun terakhir luruh,
Kita baru menyadari arti hidup yang rapuh.
Namun, di balik setiap gugurnya daun,
Ada awal baru yang perlahan muncul.

Setiap retak di permukaan tanah,
Adalah jejak waktu yang tak terelakkan.
Namun, daun yang jatuh tak pernah hilang,
Ia bersatu dengan tanah, kembali ke pangkuan.

Di antara pepohonan yang menjulang tinggi,
Ada bisik yang hanya bisa didengar hati.
Bahwa segala yang hidup akan kembali,
Ke asalnya, dalam lingkaran abadi.

Mereka yang memahami bahasa daun,
Akan tahu, kehidupan bukanlah tentang waktu,
Melainkan tentang jejak yang ditinggalkan,
Dalam semesta yang terus bergerak dan tumbuh.

Dan ketika kita berdiri di bawahnya,
Kita belajar menerima, seperti mereka.
Bahwa meski daun harus luruh dan lenyap,
Nyawanya tetap hidup, di bumi yang menatap.

Di balik daun yang kini menjadi tanah,
Ada keabadian yang tak pernah punah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun