Mohon tunggu...
Hafinuddin bin Hasaruddin
Hafinuddin bin Hasaruddin Mohon Tunggu... Dosen - Hafinuddin

“Meski engkau telah mengkaji ilmu seratus tahun dan telah memiliki seribu buku, engkau belumlah siap untuk memperoleh rahmat Allah, kecuali dengan mengamalkannya". (Imam Al-Ghazali)

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Teknologi Rumpon Berbasis Sumber Daya Lokal: Alternatif Pendekatan Pengembangan Livelihood untuk Nelayan Kecil

19 Februari 2022   00:15 Diperbarui: 19 Februari 2022   07:22 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nelayan adalah pahlawan penyedia pangan protein hewani dari sektor perikanan. Kegiatan menangkap ikan bukan hanya bertujuan menghidupi kehidupan keluarga mereka semata tetapi pekerjaan yang mereka lakukan telah memberi sumbangsih nyata untuk mencerdaskan anak-anak bangsa dengan adanya ikan layak konsumsi.

Hanya saja, berbicara nelayan adalah berbicara sekelumit persoalan yang menuntut pemikiran dan aksi nyata untuk diselesaikan seperti permasalahan pemodalan melaut, daerah penangkapan ikan semakin jauh, konflik antar nelayan kecil dengan nelayan besar, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan harga ikan yang tidak menguntungkan nelayan. Persoalan tersebut dapat dijawab salah satunya adalah dengan pemanfaatan teknologi rumpon.

Apa itu rumpon? Masyarakat Aceh mengenal rumpon dengan nama unjam. Hal ini sama seperti di Malaysia yang memberi sebutan rumpon dengan panggilan unjam. Di Filipina rumpon di kenal dengan Payaos dan dalam Bahasa Inggris rumpon disebut dengan fish aggregating device (FAD). Fungsi rumpon adalah sebagai alat bantu untuk mengumpulkan ikan yang dipasang pada perairan laut dangkal maupun laut dalam sehingga ikan tertarik berkumpul di sekitar rumpon.

Konferensi Internasional di Tahiti “Tuna fisheries and FADs” tahun 2011 memberi sebuah kesimpulan bahwa penggunaan teknologi rumpon dapat memberi manfaat di antaranya 1) meningkatkan efesiensi penangkapan, 2) meningkatkan Catch Per Unit Effort (CPUE), 3) peluang untuk pengembangan perikanan rekreasi dan pariwisata (charter-tourism); 4) meningkatkan keamanan pangan dengan tingginya kualitas hasi tangkapan; 5) meminimumkan biaya penangkapan terutama bahan bakar minyak dan 6) program rumpon (FADs) adalah sarana untuk mempromosikan organisasi masyarakat nelayan dan koperasi.

Penggunaan rumpon di Indonesia sejak tahun 1987 dimana penelitian rumpon telah dilakukan oleh tim peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) dan hasilnya menunjukkan kemampuan rumpon untuk menjadi alternatif dalam meningkatkan pendapatan nelayan. Menurut peraturan Menteri kelautan dan perikanan Republik Indonesia Nomor 26/PERMEN-KP/2014, rumpon adalah alat bantu pengumpul ikan yang menggunakan berbagai bentuk dan jenis pengikat/atraktor dari benda padat, berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul, yang dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas operasi penangkapan ikan.  

Secara garis besar rumpon terdiri dari empat komponen yaitu (1) pelampung atau float, (2) tali atau rope, (3) pengumpul ikan atau attractor dan (4) pemberat atau anchor. Atraktor merupakan salah satu komponen utama pada rumpon karena berfungsi sebagai alat pengumpul ikan sesungguhnya. Atraktor dapat menggunakan daun-daunan alami seperti daun kelapa, daun pinang dan daun iboh serta serat ijuk juga menjadi atraktor potensial untuk memikat ikan. Universitas Teuku Umar melalui Prodi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan sejak sejak tahun 2016 hingga saat ini telah konsisten mengembangkan rumpon atraktor ijuk dan hasilnya telah diterapkan di beberapa Kabupaten lingkup provinsi Aceh melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat.

Potensi sumberdaya lokal seperti daun kelapa, daun pinang, daun iboh serta serat ijuk dapat dimanfaatkan oleh nelayan lokal dalam membangun rumpon. Sumberdaya lokal tersebut masih mampu diperoleh oleh masyarakat dengan harga murah bahkan gratis sehingga pembangunan rumpon menjadi lebih hemat. Atraktor daun kelapa dan daun pinang dapat bertahan mencapai 3 bulan di perairan laut sedangkan atraktor ijuk dapat dimanfaatkan hingga 6 bulan atau satu periode musim penangkapan ikan.

Selain pembangunan rumpon, pengelolaan rumpon setelah dipasang di perairan laut juga sangat penting agar keberadaan rumpon memberikan dampak ganda seperti tercapainya kesejahteraan ekonomi nelayan, kehidupan nelayan semakin harmonis dan terjaganya ekosistem laut. Selain itu, pemanfaatan rumpon ini diharapkan menjadi alternatif pengembangan mata pencaharian (livelihood) seperti perikanan rekreasi (memancing dan diving). Sehingga masyarakat nelayan yang selama ini masih menggunakan penangkapan ikan tidak ramah lingkungan dapat meninggalkan kebiasaan buruk tersebut dengan penangkapan ikan di sekitar rumpon melalui edukasi dan pendampingan secara berkesinambungan.

Kondisi masyarakat Aceh dan Indonesia yang didominasi oleh nelayan kecil (nelayan dengan ukuran kapal perikanan kurang dari 5 GT) dan berada pada pulau-pulau kecil terluar Indonesia merupakan peluang untuk pengembangan rumpon yang lebih massif dan tentunya sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengharuskan memiliki SIPR atau Surat Izin Pemasangan Rumpon di suatu perairan laut.

Hal ini dikarenakan, pengembangan rumpon di perairan Indonesia di lokasi yang relatif masih sepi kegiatan nelayan untuk menangkap ikan, maka secara tidak lansung menjaga kedaulatan negara dengana adanya pengawasan terhadap nelayan-nelayan asing asing yang diketahui masih sangat marak terjadi. Hal ini tentu terjadi dikarenakan keberadaan nelayan melakukan operasi penangkapan ikan di sekitar rumpon tersebut. 

Di sisi lain, keberadaan rumpon menjadi habitat atau rumah-rumah baru bagi ikan yang sebelumnya telah rusak disebabkan oleh desctructive fishing seperti pemboman dan racun. Sebuah keniscayaan, perikanan yang berkelanjutan dan berkeadilan untuk mewujudkan Indonesia Maju dengan penerapan teknologi rumpon ramah lingkungan dan berbasis sumberdaya lokal. (Penulis: Hafinuddin; Sumber: Cakrawala_UTU News: http://utu.ac.id/posts/categories/cakrawala)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun