Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Arca Terbesar Ini adalah Arca Bhairawa?

27 Januari 2025   13:00 Diperbarui: 27 Januari 2025   11:04 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekskavasi Arca Bhairawa di Padang Roco, Hulu Batanghari, Sumatra Barat Ca. 1939 (Sumber: Reichle, Natasha, 2007)

Antara Berhalo Bhairawa vs Mahakala dan Hayagriwa, yang mana wujud Adityawarman?

Menyambung diskusi yang lalu-lalu mengenai Adityawarman, ada satu berhala yang ditafsirkan sebagai wujud atau representasi Adityawarman. Berhala terbesar di Indonesia ini menjulang setinggi 4,41 meter, ditemukan pada tahun 1906 di Padang Roco, Hulu Batanghari (Dharmasraya kini). Sosoknya pria gepuk-tinggi berdiri lurus di atas mayat yang bertekuk. Gigi taringnya mencuat di sela bibir, matanya melotot, tangan kirinya memegang mangkuk tengkorak, sementara tangan kanannya memegang pisau belati. Begitulah gambaran keseraman dan kengerian yang ditampilkan oleh arca/berhala yang dikenal luas sebagai arca Bhairawa. Namun benarkah arca ini berhala Bhairawa? Dan benarkah ia wujud dityawarman?

Baca: Adityawarman, Legitimasi Kekuasaan, dan Misteri Tentangnya


Tetapi sesungguhnya, wujud berhala ini masih diperdebatkan oleh peneliti. Tidak semua menyepakatinya sebagai Bhairawa. Sebut saja Pleyte (1907), ia-lah yang pertama kali mengkajinya secara ikonografi, dan mengidentifikasinya sebagai Siwa Mahakala. Pendapat Pleyte ini didukung oleh sarjana lain seperti Stein Callenfeils (1920), dan diluruskan sebagai Mahakala dalam konsep Buddhisme oleh Bautze-Picron (2014), diikuti oleh Sinclair (2022) dan Acri dan Wenta (2022). Sementara itu, pendapat yang menyebutnya sebagai arca Bhairawa adalah Moens (1924), Stutterheim (1936), dan diikuti oleh banyak sarjana Indonesia lainnya. Pendapat lain misalnya oleh Satok Yusuf (2022) yang menyebutnya sebagai Hayagrwa, wujud menyeramkan dari Awalokiteswara.

Perdebatan itu juga mencakup masalah gaya seninya. Dua pendapat yang muncul adalah gaya seni langgam Singasari dan langgam Majapahit. Stutterheim yang pendapatnya banyak dianut menganggap berhala "Bhairawa" itu berlanggam Majapahit dan perwujudan dari Raja Adityawarman. Di sisi lain, Moens menganggap arca "Bhairawa" itu  berlanggam Sihasri dan wujud dari Raja Ktangara. Meskipun berbeda dengan Moens dalam hal identifikasi Arca, Satok Yusuf (2022) dan Acri dan Wenta (2022) sepakat bahwa arca Mahkal atau Hayagrwa itu berlanggam Singasari.  Acri dan Wenta bahkan menegaskan arca tersebut bukanlah wujud Adityawarman melainkan Raja Kertanegara dari Singasari.

Arca Mahakala (Bhairawa) yang kini tersimpan di Museum Nasional (Sumber: Acri dan Wenta, 2022)
Arca Mahakala (Bhairawa) yang kini tersimpan di Museum Nasional (Sumber: Acri dan Wenta, 2022)


Berhala Mahakala ini tidak ditemukan sendiri. Ekskavasi yang dilakukan oleh Schintger dkk (1935) juga menemukan prasasti yang ditulis pada lapik arca dari batu. Akan tetapi, lapik arca itu tidak cocok untuk berhala Mahakala. Lapik batu tersebut adalah lapik dari berhala Amoghapasa yang ditemukan di Rambahan, beberapa kilometer ke arah hulu Padang Roco. Prasasti pada lapik arca itu bertanggal 1208 S/1286 M menginformasikan bahwa arca Amoghapasa itu dikirim oleh Kertanegara untuk Raja Tribhuwanaraja Mauliwarmmadewa di Bhumi Malayu. Menariknya, di belakang Arca Amoghapasa juga terdapat prasasti dengan gaya aksara cukup berbeda dengan lapiknya. Aksara tersebut adalah aksara yang digunakan dalam prasasti-prasasti Adityawarman. Artinya, tulisan di belakang arca ditulis sewaktu Adityawarman  menjadi raja (1347-1375?), lebih setengah abad setelah arca Amoghapasa tersebut tiba di Malayu. Di belakang arca tersebut secara tegas dituliskan dityawarman sebagai penyumbang arca tersebut. Lantas mengapa dityawarman memindahkan berhala Amoghapasa dari Padang Roco ke Rambahan? Mengapa ia meninggalkan berhala berwujud ngeri dan memilih berhala berwujud welas asih?

Saya kira, kita perlu terbuka tidak hanya dengan satu pendapat. Saya menyepakati bahwa berhala Mahakala berlanggam Singasari ini yang dikirim ke Malayu jauh sebelum bertahtanya Adityawarman barangkali serempak dengan pengiriman Amoghapasa. Dengan demikian, mulanya ia bukanlah perwujudan Adityawarman.

Bacaan:

1. Acri, Andrea dan Aleksandra Wenta .(2022). A Buddhist Bhairava? Ktanagara's Tantric Buddhism in Transregional Perspective. Entangled Religions 13(7)
2. Yusuf, Muhamad Satok .(2022). "ARCA BHAIRAWA (HAYAGRWA LOKEWARA) PADANGROCO BERLANGGAM SENI SIHASRI". AMERTA, vol. 40, no. 1, pp. 41-56, doi:10.55981/amt.2022.19.
3. Bautze-Picron, Claudine. (2014). "Buddhist Images from Padang Lawas Region and the South Asian Connec-tion." In History of Padang Lawas, North Sumatra, II: Societies of Padang Lawas (Mid-Ninth--Thirteenth Century CE), edited by Daniel Perret, 107--28. Paris: Association Archipel.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun