Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menengok Koleksi Museum Nasional yang Berasal dari Kerinci

26 Mei 2022   10:19 Diperbarui: 27 Mei 2022   16:37 1919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika berkunjung ke Monas (Monumen Nasional) di Jakarta, jangan lupa untuk berkunjung juga ke Museum Nasional atau yang dikenal pula sebagai Museum Gajah. Sekalian melihat-lihat koleksi museum tersebut yang di antaranya juga berasal dari Kerinci.

Museum Nasional posisinya di jalan Merdeka Barat no.12. Tepatnya, berada di jalan  sisi kiri Monas bila masuk dari gerbang utama dan dekat dengan halte bis transjakarta yang ada di jalan tersebut. Museum ini menyimpan ribuan koleksi dari seluruh Indonesia, baik berupa barang-barang etnik/etnografi maupun barang-barang arkeologis.

Di antara benda koleksi Museum Nasional berasal dari wilayah Kerinci, Jambi dan bahkan benda menjadi salah satu koleksi masterpiece, loh. Untuk itu, tulisan kali ini akan mengulas lebih jauh mengenai benda-benda koleksi Museum Nasional tersebut.

Bejana Perunggu

Bejana perunggu ini tercatat berasal dari Dusun Lolo Gedang, Mendapo Lolo, Kerinci. Bejana ini ditemukan pada tahun 1922 dan selanjutnya dibawa ke Batavia untuk disimpan. Riwayat dan deskripsi mengenai bejana ini ditulis oleh Van de Bosch (1928) dan dimuat ulang oleh Heekeren di tahun 1958.

Bejana Perunggu yang ditemukan di Kerinci pada tahun 1922. Dok. H.H. Sunliensyar
Bejana Perunggu yang ditemukan di Kerinci pada tahun 1922. Dok. H.H. Sunliensyar

Disebut sebagai bejana perunggu, karena bejana ini dibuat dari bahan perunggu yakni tembaga, timah hitam dan timah putih yang dilebur secara bersamaan.

Ukuran panjangnya sekitar 508 mm dan tinggi sekitar 307 mm. Permukaannya dihiasi oleh beragam motif hias yang indah dilihat seperti tumpal(mata gergaji),motif spiral/huruf kapital S, motif huruf kapital J dan motif persegi tak beraturan.

Menurut para arkeolog, bejana ini dalah bukti puncak peradaban Dong Son- Vietnam di Asia Tenggara. Peradaban ini berkembang antara 1000 Sebelum Masehi-100 M.

Temuan bejana ini sangat terbatas di dunia, hanya ditemukan 7 bejana yang menjadi koleksi museum seluruh dunia. Dan bejana perunggu dari Kerinci ini tergolong istimewa, karena merupakan bejana perunggu yang pertamakali ditemukan di Indonesia.

Oleh sebab itu, bejana perunggu ini menjadi salah satu koleksi masterpiece di Museum Nasional Indonesia.

Bejana ini menjadi bukti bahwa manusia yang menghuni Kerinci di masa lalu telah menjalin kontak budaya dengan dunia luar, terutama dengan wilayah Dongson sebagai titik pusat peradaban perunggu di Asia Tenggara masa lampau.

Nah, kira-kira bagaimana nenek moyang orang Kerinci berinteraksi dengan mereka ya?

Selubung Lengan dan Bidang Pukul Nekara

Selain bejana, museum nasional juga menyimpan artefak perunggu lain yang berasal dari Kerinci yaitu selubung lengan dan bidang pukul nekara.

Dua benda ini ditemukan sekitar tahun 1936 di sisi selatan Danau Kerinci. Heekeren kemudian memuat deskripsi singkat tentang temuan ini dalam bukunya yang berjudul the Bronze-Iron Age of Indonesia".

Selubung lengan memiliki panjang sekitar 119 mm sedangkan bidang pukul nekara berdiamater 708 mm. Kondisi bidang pukul nekara sudah pecah dan aus sehingga hanya sedikit motif yang masih terlihat.

Pecahan bidang pukul nekara dan selubung lengan Dok. H.H. Sunliensyar
Pecahan bidang pukul nekara dan selubung lengan Dok. H.H. Sunliensyar

Jangki

Jangki adalah alat angkut tradisional orang Kerinci yang terbuat dari anyaman rotan dan bambu. Jangki juga sangat beragam jenisnya. Ada jangki yang menjadi pengangkut padi, kayu dan barang dagangan.

Jangki seperti ini ukurannya lebih besar dan panjang dan cara membawanya diletakkan di bagian punggung dengan talinya disangkutkan di kepala.

Ada pula jangki yang lebih kecil, biasanya ini dijadikan sebagai tas yang berisi perlengkapan menyirih wanita Kerinci di masa lalu. Bentuknya mirip bakul dan cara membawanya di sandang di samping badan.

Tiap dusun di Kerinci punya sebutan yang berbeda untuk benda ini, ada yang menyebutnya sebagai "jangki", ada yang menyebutnya sebagai "ambung", ada pula yang menyebutnya sebagai "guyang".

Tetapi jangki yang disimpan di Museum Nasional ini memiliki bentuk yang lebih otentik dan orisinal. Sangat berbeda dengan jangki serupa yang masih digunakan di masa kini.

Ukuran jangki tersebut jauh lebih besar dan di bagian luarnya dihiasi oleh jahitan perca-perca kain berwarna putih,hitam, merah dan kuning.

Perca-perca kain tersebut dijahit membentuk pola motif tertentu pula. Kalau yang digunakan sekarang, jangki-nya berukuran lebih kecil, dan ditutup satu kain berwarna cerah saja.

Hiasannya berupa pernak-pernik berkilapan yang dijahit di kain tersebut. Tentu, jangki yang dari masalalu tersebut jauh lebih elok dari yang sekarang.

Jangki dari Kerinci. Dok. H.H. Sunliesnyar
Jangki dari Kerinci. Dok. H.H. Sunliesnyar

Lapeik Pandan

Lapeik pandan adalah anyaman tempat duduk orang Kerinci yang terbuat dari bahan pandan. Lapeik ini berbentuk persegi dan secara khusus hanya digunakan sebagai tempat duduk para pejabat adat dan para tamu yang dihormati di Kerinci. Lapeik ini masih terus diproduksi hingga kini terutama sentranya di daerah Rawang.

Cuma bedanya, lapeik yang disimpan di Museum Nasional lebih tebal dari anyaman yang dijumpai sekarang. Selain itu motifnya lebih raya dan indah tetapi warnanya lebih pudar dari lapik yang ada sekarang. Biasanya, lapeik ini berwarna dasar merah. Lebih bagus lapeik yang sekarang atau yang lama?

Berdasarkan keterangan di Museum Nasional, Jangki dan Lapeik Pandan ini berasal dari Dusun Kubang, Kerinci yang dibeli sekitar tahun 1970-an. Dua barang ini dipamerkan bersama jenis barang lain seperti kampil sirih, dan kampil rokok yang juga berasal dari Kerinci.

Lapeik pandan dari Dusun Kubang Kerinci. Dok. H.H. Sunliensyar
Lapeik pandan dari Dusun Kubang Kerinci. Dok. H.H. Sunliensyar

Galeh Peting

Galeh peting juga alat angkut tradisional orang Kerinci. Galeh ini terbuat dari anyaman rotan dan bambu. Bentuknya lebih terbuka dari Jangki karena hanya mempunyai bagian sisi bawah, belakang dan samping. Berbeda dengan Jangki, Galeh Peting hanya khusus digunakan oleh para lelaki yang mengadakan perjalanan jauh.

Pasalnya, galeh ini mampu memuat barang yang lebih banyak dari jangki biasa dan lebih enteng dibawa sehingga sangat cocok bagi para pedagang yang hendak berniaga keluar wilayah Kerinci.  

Galeh peting, alat angkut tradisional Kerinci. Dok. H.H. Sunliensyar
Galeh peting, alat angkut tradisional Kerinci. Dok. H.H. Sunliensyar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun