Jika berkunjung ke Monas (Monumen Nasional) di Jakarta, jangan lupa untuk berkunjung juga ke Museum Nasional atau yang dikenal pula sebagai Museum Gajah. Sekalian melihat-lihat koleksi museum tersebut yang di antaranya juga berasal dari Kerinci.
Museum Nasional posisinya di jalan Merdeka Barat no.12. Tepatnya, berada di jalan  sisi kiri Monas bila masuk dari gerbang utama dan dekat dengan halte bis transjakarta yang ada di jalan tersebut. Museum ini menyimpan ribuan koleksi dari seluruh Indonesia, baik berupa barang-barang etnik/etnografi maupun barang-barang arkeologis.
Di antara benda koleksi Museum Nasional berasal dari wilayah Kerinci, Jambi dan bahkan benda menjadi salah satu koleksi masterpiece, loh. Untuk itu, tulisan kali ini akan mengulas lebih jauh mengenai benda-benda koleksi Museum Nasional tersebut.
Bejana Perunggu
Bejana perunggu ini tercatat berasal dari Dusun Lolo Gedang, Mendapo Lolo, Kerinci. Bejana ini ditemukan pada tahun 1922 dan selanjutnya dibawa ke Batavia untuk disimpan. Riwayat dan deskripsi mengenai bejana ini ditulis oleh Van de Bosch (1928) dan dimuat ulang oleh Heekeren di tahun 1958.
Disebut sebagai bejana perunggu, karena bejana ini dibuat dari bahan perunggu yakni tembaga, timah hitam dan timah putih yang dilebur secara bersamaan.
Ukuran panjangnya sekitar 508 mm dan tinggi sekitar 307 mm. Permukaannya dihiasi oleh beragam motif hias yang indah dilihat seperti tumpal(mata gergaji),motif spiral/huruf kapital S, motif huruf kapital J dan motif persegi tak beraturan.
Menurut para arkeolog, bejana ini dalah bukti puncak peradaban Dong Son- Vietnam di Asia Tenggara. Peradaban ini berkembang antara 1000 Sebelum Masehi-100 M.
Temuan bejana ini sangat terbatas di dunia, hanya ditemukan 7 bejana yang menjadi koleksi museum seluruh dunia. Dan bejana perunggu dari Kerinci ini tergolong istimewa, karena merupakan bejana perunggu yang pertamakali ditemukan di Indonesia.
Oleh sebab itu, bejana perunggu ini menjadi salah satu koleksi masterpiece di Museum Nasional Indonesia.
Bejana ini menjadi bukti bahwa manusia yang menghuni Kerinci di masa lalu telah menjalin kontak budaya dengan dunia luar, terutama dengan wilayah Dongson sebagai titik pusat peradaban perunggu di Asia Tenggara masa lampau.
Nah, kira-kira bagaimana nenek moyang orang Kerinci berinteraksi dengan mereka ya?
Selubung Lengan dan Bidang Pukul Nekara
Selain bejana, museum nasional juga menyimpan artefak perunggu lain yang berasal dari Kerinci yaitu selubung lengan dan bidang pukul nekara.
Dua benda ini ditemukan sekitar tahun 1936 di sisi selatan Danau Kerinci. Heekeren kemudian memuat deskripsi singkat tentang temuan ini dalam bukunya yang berjudul the Bronze-Iron Age of Indonesia".
Selubung lengan memiliki panjang sekitar 119 mm sedangkan bidang pukul nekara berdiamater 708 mm. Kondisi bidang pukul nekara sudah pecah dan aus sehingga hanya sedikit motif yang masih terlihat.
Jangki
Jangki adalah alat angkut tradisional orang Kerinci yang terbuat dari anyaman rotan dan bambu. Jangki juga sangat beragam jenisnya. Ada jangki yang menjadi pengangkut padi, kayu dan barang dagangan.
Jangki seperti ini ukurannya lebih besar dan panjang dan cara membawanya diletakkan di bagian punggung dengan talinya disangkutkan di kepala.
Ada pula jangki yang lebih kecil, biasanya ini dijadikan sebagai tas yang berisi perlengkapan menyirih wanita Kerinci di masa lalu. Bentuknya mirip bakul dan cara membawanya di sandang di samping badan.
Tiap dusun di Kerinci punya sebutan yang berbeda untuk benda ini, ada yang menyebutnya sebagai "jangki", ada yang menyebutnya sebagai "ambung", ada pula yang menyebutnya sebagai "guyang".
Tetapi jangki yang disimpan di Museum Nasional ini memiliki bentuk yang lebih otentik dan orisinal. Sangat berbeda dengan jangki serupa yang masih digunakan di masa kini.
Ukuran jangki tersebut jauh lebih besar dan di bagian luarnya dihiasi oleh jahitan perca-perca kain berwarna putih,hitam, merah dan kuning.
Perca-perca kain tersebut dijahit membentuk pola motif tertentu pula. Kalau yang digunakan sekarang, jangki-nya berukuran lebih kecil, dan ditutup satu kain berwarna cerah saja.
Hiasannya berupa pernak-pernik berkilapan yang dijahit di kain tersebut. Tentu, jangki yang dari masalalu tersebut jauh lebih elok dari yang sekarang.
Lapeik Pandan
Lapeik pandan adalah anyaman tempat duduk orang Kerinci yang terbuat dari bahan pandan. Lapeik ini berbentuk persegi dan secara khusus hanya digunakan sebagai tempat duduk para pejabat adat dan para tamu yang dihormati di Kerinci. Lapeik ini masih terus diproduksi hingga kini terutama sentranya di daerah Rawang.
Cuma bedanya, lapeik yang disimpan di Museum Nasional lebih tebal dari anyaman yang dijumpai sekarang. Selain itu motifnya lebih raya dan indah tetapi warnanya lebih pudar dari lapik yang ada sekarang. Biasanya, lapeik ini berwarna dasar merah. Lebih bagus lapeik yang sekarang atau yang lama?
Berdasarkan keterangan di Museum Nasional, Jangki dan Lapeik Pandan ini berasal dari Dusun Kubang, Kerinci yang dibeli sekitar tahun 1970-an. Dua barang ini dipamerkan bersama jenis barang lain seperti kampil sirih, dan kampil rokok yang juga berasal dari Kerinci.
Galeh Peting
Galeh peting juga alat angkut tradisional orang Kerinci. Galeh ini terbuat dari anyaman rotan dan bambu. Bentuknya lebih terbuka dari Jangki karena hanya mempunyai bagian sisi bawah, belakang dan samping. Berbeda dengan Jangki, Galeh Peting hanya khusus digunakan oleh para lelaki yang mengadakan perjalanan jauh.
Pasalnya, galeh ini mampu memuat barang yang lebih banyak dari jangki biasa dan lebih enteng dibawa sehingga sangat cocok bagi para pedagang yang hendak berniaga keluar wilayah Kerinci. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H