Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jurus Kuno Serang Prabowo, Masih Ampuhkah?

28 Desember 2018   10:52 Diperbarui: 28 Desember 2018   11:21 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jurus-jurus yang diperagakan tokoh-tokoh politik tanah air. Sumber: kompas.com

Pilpres 2019 tidak hanya menjadi ajang pertarungan kedua paslon, 01 dan 02, tetapi juga menjadi ajang pertarungan para pendukungnya. Kompasiana tampaknya menjadi medan laga alias gelanggang yang ampuh untuk pertarungan menggunakan senjata "untaian kata", tulisan-tulisan menohok yang menyerang masing-masing paslon. 

Prajurit "penulis" ini, menggunakan berbagai jurus jitu untuk melumpuhkan lawan. Namun belakangan justru jurus itu tak lagi mempan. Imunitas alami tampaknya mulai terbentuk dari kubu lawan sehingga jurus itu telah basi. Serangan-serangan jitu oleh panglima perangpun tak lagi "mangkus". Malahan berdampak baik bagi kubu lawan. 

Contohnya saja di kubu paslon 02, Prabowo-Sandi. Belakangan Prabowo yang merupakan capres 02 ini adalah yang paling banyak diguyur senjata pemelintiran kata oleh pihak lawan. Di mulai dari "buta huruf", "tampang boyolali", "indonesia bubar", "indonesia punah", "miskin 99%" , dan terbaru masalah "Haiti". 

Serangan dengan pola dan struktur yang sama secara berulang-ulang ini. Sudah jelas dilakukan secara sengaja untuk melemahkan pihak lawan. Namun hasilnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan dan bahkan menjadi bumerang bagi pihak penyerang. 

Persoalannya terletak dari para penonton di luar medan laga yang belum menentukan pilihan. Mereka ingin melihat pertarungan yang semarak bukan norak. Kubu mana yang gaya mainnya lebih indah dilihat. 

Serangan-serangan yang tidak inovatif, monoton dan gaya basi membuat mereka bosan dan bahkan muak.  Hal ini membuat penonton bertanya tentang penyerang yang tidak lagi inovatif ini? Apakah amunisi lain sudah habis sehingga hanya mengandalkan senjata "plintir kata". Mereka meramalkan bahwa bila senjata "plintir kata" juga tidak ampuh, maka akan berbahaya sekali bagi penyerang sendiri. Di saat kubu lawan menunjukkan permainan yang menarik bagi penonton, tetapi penyerang masih menggunakan serangan kuno yang makin basi, maka sangat potensial kubu penyerang ini yang akan kalah. 

Pihak yang menggunakan senjata "plintir kata" ini, ingin menggambarkan bahwa pihak lawan memang sarangnya dusta, suka merendahkan, temperamental, tidak mengerti permasalahan bangsa. Pokoknya mereka ingin menggambarkan junjungan pihak lawan memiliki kepribadian yang buruk sehingga tidak pantas menjadi presiden kepada para penonton di luar medan laga. Oleh sebab itu, pasukan "pelintir kata" ini berupaya mengaburkan substansi dari apa yang ingin dikemukakan oleh kubu lawan. 

Kubu lawan sesungguhnya ingin menyampaikan tentang kesenjangan sosial di masyarakat yang sangat kentara, kesenjangan antara si kaya dan si miskin, pejabat dan rakyat. Si kaya makin sejahtera, si miskin semakin teraniaya. 

Dalam sebuah wawancara di kompas tv (lihat di sini), Prabowo mengatakan bahwa kesenjangan sosial ini dapat berdampak lain yaitu timbulnya konflik di mana-mana. Orang bisa irrasional bila sedang lapar, katanya. Sementara pemerintahan sekarang ini belum mampu  mengatasi itu semua secara signifikan. 

Sebagai salah satu elit politik, Prabowo merasa bersalah dan bertanggung jawab untuk memperbaiki hal ini. Namun secara konstitusional, dia tidak dapat berbuat banyak karena ia berada di luar pemerintahan. Untuk itulah ia kemudian mendirikan kendaraan politik bernama Gerindra, dan pada akhirnya ia didukung oleh banyak kalangan untuk bertarung di pilpres 2019.

Apa yang dikatakan oleh Prabowo tentang kesenjangan sosial bukan sekedar omongan belaka. Contoh kasus yang mudah diamati secara empiris adalah masalah pendidikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun