Bahasan tentang Jokowi dan Prabowo menjadi topik hangat yang selalu ditelaah oleh kompasianer. Baik yang mendekati unsur "objektif" maupun yang dipenuhi unsur "subjektif" bahkan mereka mengait-ngaitkan dua tokoh ini dengan tokoh  atau peristiwa lain yang belum tentu kebenarannya. Hal ini adalah suatu kewajaran di tahun-tahun politis menjelang pilpres. Misalnya saja Prabowo yang dikait-kaitkan dengan rezim orde baru disertai narasi bahwa rezim orde baru adalah "monster" yang tengah tertidur dan siap bangkit untuk melumat bangsa ini. Padahal survei indo barometer sebagaimana yang dilansir oleh Tempo (lihat di sini) menyebutkan bahwa Soeharto merupakan presiden yang dinilai paling berhasil oleh masyarakat.Â
Senada dengan itu, Kakek saya yang hidup di era Soekarno hingga SBY menyebutkan bahwa hidup petani lebih sejahtera dibandingkan dengan pegawai negeri di masa Soeharto. Lebih lanjut menurutnya, hasil penjualan kopi dan kayu manis perbulannya lebih tinggi daripada gaji seorang guru. Oleh sebab itu, di masa tersebut banyak orang yang lebih memilih berprofesi sebagai petani dibandingkan dengan menjadi PNS. Namun sekarang justru berlaku sebaliknya.
Lihat juga: Warisan Permasalahan Era Jokowi di Kota Solo yang Perlu Diketahui           Â
Di sini dapat diambil kesimpulan bahwa rezim orde baru tidak semenakutkan seperti apa yang dinarasikan oleh banyak penulis. Meskipun memang selama pemerintahannya Soeharto juga memiliki banyak kekurangan. Namun, saya kira  tiap rezim punya kekurangan dan kelebihan masing-masing.Â
Apa yang terjadi saat ini hanyalah permainan kata dari seorang penulis "politis" untuk menggiring  opini publik. Untuk menjatuhkan  lawan, tentunya para penulis politis ini akan mengaitkan paslon lawan dengan kekurangan dari rezim di masa lalu dengan cara "otak-atik, gatuk" tulisan, mengambil kutipan  sana-sini dan menyusunnya sedemikian rupa seolah-olah mereka memang saling terkait.
Oleh sebab itu saya kira, lebih baik membahas hal-hal yang memang secara empiris bisa diamati dari karakter dua tokoh calon presiden mendatang ini daripada mengait-ngaitkan mereka dengan hal-hal yang sama sekali tidak terkait dengan kemampuan mereka dalam memimpin, entah itu hubungan kerabat, kekeluargaan dan sebagainya. Kita mungkin lupa kisah Ibrahim, Muhammad, Nuh dan Luth yang di dalamnya dapat dipetik hikmah bahwa hubungan keluarga tidak mencerminkan kualitas pribadi seseorang.
Lihat juga: Sumbangsih  Prabowo dan Keluarganya dalam Membangun Budaya Bangsa
Untuk itu dalam tulisan kali ini saya akan membahas kemampuan bahasa Inggris dari kedua calon presiden. Kemampuan bahasa secara empiris dapat diamati dan memang melekat pada karakter seseorang. Bahkan kemampuan verbal dan bahasa  menjadi bagian dalam tes potensi akademik sebagai salah satu landasan untuk menilai intelegensi seseorang. Bagaimana dengan kemampuan bahasa Inggris Jokowi dan Prabowo?
Kemampuan Bahasa Inggris Jokowi dan Prabowo dalam pandangan Native Speaker
Adalah Sacha Stevenson, seorang native speaker dan Youtuber asal Kanada yang kerapkali membahas kemampuan bahasa Inggris para selebriti, tokoh politik bahkan para Presiden. Sacha sendiri telah lama menetap di Indonesia dan memiliki suami orang Indonesia. Dulu, Sacha juga kerap muncul dalam berbagai acara televisi bersama komedian Komeng dan Adul.Â
Dalam unggahan videonya bertanggal 26 April 2018, Sacha membahas kemampuan bahasa Inggris  presiden-presiden Indonesia termasuk pula Jokowi (lihat di sini). Mula-mula Sacha memperdengarkan rekaman suara singkat pidato Jokowi berbahasa Inggis di menit ke 6:21 hingga menit 7:01.Kemudian ia mengomentari struktur kalimat dan pengucapan (pronounciation) Jokowi. Terlihat di sana bahwa banyak struktur kalimat dan pengucapannya yang salah, bahkan ada satu kata yang diucapkan dengan kesalahan sangat fatal oleh Jokowi yaitu kata "relationship" menjadi "relationshif". Namun untunglah teks pidato Jokowi sangat sederhana, bila dibandingkan dengan teks pidato Megawati yang ia tayangkan sebelumnya. Menurut Sacha, jika Jokowi yang membacakan teks pidato Megawati "sama saja kayak bencana alam". Di akhir komentarnya Sacha memberi penilaian terhadap kemampuan bahasa Inggris Jokowi "needs more practice" yang berarti Jokowi butuh banyak latihan lagi untuk meningkatkan kemampuannya. Unggahan video Sacha ini sudah ditonton sebanyak 892.094 kali dan disukai oleh sekitar 19 ribu penonton.