Penelitian tentang migrasi manusia di masa lampau telah lama menjadi topik penelitian menarik dalam kajian arkeologi. Peter Bellwood misalnya dengan menggunakan data linguistik dan data DNA manusia yang didukung bukti-bukti arkeologis mampu menggambarkan migrasi bangsa Austronesia ke Kepulauan Indo Malaysia sebagaimana yang tertuang dalam mahakaryanya Prasejarah Indo Malaysia (Bellwood, 2000).Â
Tentu saja metodologi dan pendekatan yang digunakan Bellwood bukanlah cara satu-satunya untuk merekonstruksi migrasi manusia, Dewasa ini para arkeolog juga menggunakan temuan arkeologis berupa sisa-sisa tulang hewan untuk menginterpretasi adanya migrasi manusia. Kajian mengenai sisa-sisa tulang hewan ini dalam arkeologi biasa disebut dengan zooarkeologi (zooarchaeology).
Penelusuran terhadap DNA sisa-sisa tulang binatang dari temuan arkeologis dapat mengungkapkan apakah hewan tersebut merupakan hewan native atau bukan. Keberadaan hewan bukan native di suatu wilayah merupakan hal yang sangat menarik karena mungkin saja eksistensinya tidak lepas dari campur tangan manusia di masa lampau, di mana mobilitas dan migrasi manusia yang turut serta membawa hewan-hewan tersebut. Tentu saja hal ini harus didukung oleh data pertanggalan absolut dari layer yang mengandung sisa-sisa tulang binatang itu, agar diketahui periode eksistensinya.
Contoh kasus penyelidikan terhadap sisa-sisa tulang hewan yang menunjukkan adanya indikasi peran manusia dalam membawa hewan-hewan ke suatu wilayah lain yang bukan daerah native-nya, seperti yang diungkapkan oleh Naomi Sykes (2012) dalam artikelnya 'A social perspective on the introduction of exotic animals: the case of the chicken'. Â
Sykes menggunakan hewan ayam untuk menunjukkan telah adanya mobilitas manusia dari Asia Tengara ke Eropa pada masa Neolitik hingga zaman Besi. Menurut Sykes, ayam (Gallus gallus) sejatinya merupakan hewan native Asia Tenggara, yang dibawa oleh manusia ke Eropa selama periode neolitik hingga zaman Besi dan masih bertahan hingga akhir periode Romawi (Sykes, 2012: 159).Â
Lebih lanjut, Sykes memaparkan bahwa pada mulanya ayam dibawa ke Eropa dengan motivasi sebagai hewan eksotis dan digunakan untuk keperluan ritual seperti sabung ayam. Hal ini seperti terlihat dari data arkeologi berupa sisa-sisa tulang ayam Jago yang ditemukan di situs-situs arkeologi Eropa seperti situs Mithrea-London, tembok Hadrian-Nortumberland dan Kuil Pemujaan Mercury di Uley, Gloucestershire. Situs-situs ini berasal dari zaman Besi di Inggris. Selain itu, adanya kegiatan sabung ayam di masa lalu juga tergambar di sebuah mosaik pada bangunan Baptistery yang berasal dari abad ke 6 M di Bulgaria.
Di sini Sykes memaparkan data arkeologi hasil penelitian Morris berupa sisa rangka unggas (ayam) hasil domestikasi yang berelasi dengan situs penguburan Manusia dari zaman besi di Britania. Data arkeologis tersebut menunjukkan bahwa adanya temuan sisa rangka ayam Jantan terdeposit bersama rangka laki-laki sedangkan sisa rangka ayam betina ditemukan terdeposit bersama rangka perempuan.
Artikel ini secara ringkas membuktikan adanya peran manusia dalam membawa hewan non-native ke wilayah tertentu. namun demikian, penelitian ini belum mampu menjawab permasalahan apakah ayam tersebut dibawa sebagai barang dagangan ke suatu wilayah atau merupakan hasil dari migrasi manusia yang turut serta membawa hewan peliharaannya.
Daftar Bacaan
Bellwood, Peter. 2000. Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia Edisi Revisi. Gramedia Pustaka