Kedua, Giovani kembali mempersoalkan masalah Rantau XII Koto dan Sungai Pagu. di tulisan sebelumnya sudah saya katakan bahwa persoalan mendasar dalam kasus klaim kepemilikan atas Gunung Kerinci bukanlah masalah di mana kedudukan YDP Marajo Bungsu, sudah melenceng jauh. masalahnya adalah adakah tambo-tambo dari Rantau XII Koto maupun Sungai Pagu yang secara eksplisit menyebutkan Gunung Berapi sebagai salah satu wilayahnya sebagaimana dalam naskah piagam di Kerinci?sejauh referensi yang saya baca tidak ada! toh kata "Baruak Kahujanan" masih dipertanyakan lokasinya di mana oleh Giovani sendiri, apakah  tempat yang dinamakan Baruak Kehujanan (Beruk Kehujanan) sama dengan Gunung Berapi (Kerinci)? kalau begitu mari dinamakan Gunung Berapi sebagai "Gunung Beruk Kehujanan".Â
Karena Giovani menyinggung-nyinggung masalah pendapat saya tentang kedudukan dari YDP Marajo Bungsu Bagumbak Putih Bajanggut Merah yang mula-mula berkedudukan di Koto Tuo, Banuaran kemudian gelarnya itu kemudian diwariskan pada tokoh penguasa di Rantau XII Koto. Agaknya Giovani tidak memencet link yang sudah saya berikan dalam tulisan kedua. sehingga akan saya sajikan di sini: (1) perihal adanya raja-raja di Sungai Pagu periode awal yang menggunakan gelar "Bagumbak Putih Bajanggut Merah" seperti yang dimuat oleh mozaik minang yang bersumber dari Tambo Alam Surambi Sungai Pagu yang ada pada buku kenang-kenangan IKASUPA Jakarta 2004.
Dikatakan adanya gelombang kedua kedatangan nenek Moyang ke Sungai Pagu dari arah hilir memudiki Batang Hari. Kelompok ini belum memiliki suku dan mendirikan sebuah kerajaan dengan Raja yang bergelar "Bagomak Putiah Bajangguik Merah" (gelar ini dalam Tembo Kerinci juga disandang oleh YDP Marajo Bungsu) tiga dari kali berturut-turut yang bermukim di Koto Tuo, Banuaran (Alam pauah Duo), yang diantaranya; (a) Niniak Nan Kawi Majo Ano (b) Niniek Duano Gaja Gilo (c) Niniak Parendangan, Wilayah Kerajaan ini meliputi; Kisaran Camin Tolam ke Rantau 12 Koto, Koto Ubi, Koto Hilalang, Langkok Kadok Langkok Jarang, Batu Angek Batu Kangkuang, sampai ka Limun Batang Asai, lapeh ke Rejang Lebong-Bengkulu, tahantak ka Gunuang Medan, manyisir ka Lubuak Pinang Lako, sarato Lubuak Pinang Malam, lalu ka Talao Aia Sirah. Legenda berikutnya diceritakan bahwa setelah niniak Sutan Parendangan, jabatan Raja di Sungai Pagu mengalami kekosongan hingga kemudian diisi kembali oleh tokoh-tokoh sebagaimana cerita berikut:
Dimano meningganyo dan kamano painyo baliau indak dikatahui, indak tantu kabanyo jikok mati, batahun-tahun lamonyo Sungai Pagu kahilangan Rajo atau indak mampunyoi Rajo. Mako tampilah ka Istano lnyiak Majolelo, dan langsuang mangumumkan pado masyarakat bahaso beliau Rajo Sungai Pagu, karano indak mamanuhi syarat, mako ditolak dek rakyat. Kamudian barangkek maninggakan Sungai Pagu utusan Niniak kurang Aso Anam Puluah sabanyak 5 urang pai ka nagari Iskandar Alam/Kedudukan Raja Besar nan Dipertuan Rajo Alam, dan manarimo titah ditabuahkan memakai sako kabasaran, yaitu: Daulat Yang Dipertuan Bagindo Sultan Besar Tuanku Rajo Disambah/Rajo Alam (manjunjuang mahkota kuala Qamar), Yang Dipertuan Tuanku Rajo Bagindo/Rajo Adat, Yang Dipertuan Tuanku Rajo Malenggang/mangurus Hak Daciang, Yang Dipertuan Tuanku Rajo Batuah/Rajo Ibadah (lihat di sini).Â
Menariknya adalah gelar YDP Marajo Bungsu (yang dalam Tembo Kerinci --bukan dalam naskah piagam --disebut dengan tambahan Gelar Bagumbak Putih Bajanggut Merah) merupakan gelar yang digunakan di rantau XII Koto seperti dalam De talen en letterkunde van midden-sumatra, 1881 (p. 160).  Bahkan dalam tulisan itu diceritakan bagaimana perjalanan nenek moyang Sutan Bandarodari Bukit Siguntang-Guntang dan Rajo Putih  mula-mula mendapat ke Gunung Nilam Hijau,turun ke Bulai Duo, dari Bulai Duo ke Koto Tuo, dari Koto Tuo ke Pasimpai.Sangat jelas bahwa Tambo Sungai Pagu dan Tambo Rantau XII Koto ini saling berkaitan.
Walaupun tambo ini tidak menceritakan bagaimana asal usul YDP Marajo Bungsu memiliki kekuasaan di wilayah tersebut, tetapi sangat jelas adanya keterkaitan dua tambo tersebut. Oleh sebab itu, saya perlu menanyakan kepada Giovani tentang asal usul Tokoh YDP Â Marajo Bungsu di Lubuk Gadang ini?Walaupun bukan hal yang subtansial terkait topik yang awal. Toh tambo Rantau XII Koto sama sekali tak membunyikan Gunung Kerinci sebagai wilayahnya.Â
Melalui tulisan ini saya menantang Giovani untuk mengemukakan data naskah tambo yang kuno yang ada di XII Koto yang teksnya secara eksplisit menyatakan Gunung Berapi/Gunung Kerinci sebagian dimiliki oleh YDP Marajo Bungsu. sekali lagi Gunung Berapi/Kerincinya, bukan wilayah/kawasan di 'kaki' Gunung Kerinci apalagi di bagian sebelah Utara. Â
Agaknya, Giovani salah tanggap dalam memahami artikel saya seperti dalam tulisannya hingga menyatakan "semua wilayah di kawasan gunung kerinci adalah milik masyarakat adat yang berdiam di kabupaten kerinci sekarang". Â Karena Giovani menambahkan kata "kawasan"saya perlu menanyakan secara detail kawasan mana yang dimaksud, soalnya artikel-artikel saya sebelum ini sama sekali tidak membahas kawasan Gunung Kerinci tetapi hanya tentang Gunung Kerinci semata. Â Penutup kembali saya tegaskan, bahwa Gunung Kerinci secara utuh, di bawah pengelolaan masyarakat adat yang ada di wilayah Kerinci. Â Kalau wilayah di kawasan kaki Gunung Kerinci bagian Utara, lain ceritanya dan mungkin akan dibahas di dalam artikel lain. Bukan dalam tulisan ini.Â
Pengakhir kata, pepatah tak hanya sekedar retorika yang dibunyikan dilidah tetapi juga dipedomani dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam menulis.
Referensi yang digunakan sebelumnya, silakan lihat tulisan-tulisan di bawah ini:
Tulisan pertama tentang klaim kepemilikan Gunung Kerinci (lihat di sini)