MENJADI GURU IDEAL DI ERA DIGITAL
OlehÂ
Asep Hafidz Tirmidzi
(Mahasiswa Program Pasca Sarjana UNINDRA)
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang memiliki keragaman budaya dan kekayaan alam didaratan maupun dilautan  yang sangat melimpah dengan berbagai permasalahannya yang multidimensi membutuhkan lahirnya kader-kader muda bangsa yang handal yang melek ilmu pengetahuan dan teknologi modern dan dipundak merekalah kejayaan masa depan bangsa ini dipertaruhkan, sedangkan penaggung jawab utama masa depan kader-kader muda bangsa tersebut berada di tangan guru, karena gurulah yang berinteraksi secara langsung dengan mereka dalam membentuk karakter dan kepribadian, memberikan pemahaman, melambungkan imajinasi dan cita-cita, membangkitkan semangat dan menggerakkan kekuatan mereka.
Para peserta didik akan membayangkan masa depannya, merencanakan sebuah impian dan cita-cita hidupnya dan memandang jauh kedepan, mengarungi luasnya samudra dan terbang setinggi-tingginya ke angksa laksana anak panah yang lepas dari busurnya, semuanya terjadi tidak bisa lepas dari peran seorang guru. Â Jika guru memiliki kekuatan yang besar, visi dan misi jauh kedepan maka peserta didiknya juga akan mampu melesat jauh kedepan. Namun jika guru tidak visioner, maka anak didiknya hanya akan melesat lemah bahkan gagal mencapai tujuan karena tidak menjadi pribadi yang tangguh sehingga tidak cukup kuat untuk menerjang segala rintangan yang dihadapi. Disinilah peran seorang guru dituntut menjadi busur yang kuat, visioner, dinamis dan powerfull sehingga mampu melesatkan bakat, potensi dan cita-cita tinggi peserta didiknya untuk mengarungi luasnya samudera dan tingginya angkasa menjadi pribadi yang mampu memberikan manfaat penuh bagi kemajuan peradaban umat manusia. Â
Jika guru yang hadir didalam kelas adalah mereka yang energic, interested, berwawasan luas, humoris, mampu menciptakan suasanan belajar yang kondusif dan mampu mengendalikan kelas maka kedatangan guru akan sangat dinanti oleh para peserta didik, karena yang keluar darinya adalah cahaya dan mutiara-mutiara yang berkilau yang suit diulang untuk yang kedua kalinya. Ia bagaikan pelita yang menerangi kegelapan, bintang yang menunjukkan impian dan purnama yang membawa keindahan, kedamaian dan ketenangan. Namun sebaliknya jika guru yang hadir adalah mereka yang tidak mampu mengemas mata pelajaran menjadi menu yang menarik dan selalu membuat peserta didiknya terbebani, maka kehadirannya bisa dibenci oleh para peserta didiknya yang diekspresikan dengan banyak hal yang tidak baik, seperti tidak memperhatikan penjelasan, tidur, mengantuk, berbicara dengan temannya, membuat gaduh atau bahkan mencari alasan keluar kelas.
Kekurangan profesionalisme guru, dan media pembelajaran yang belum sepenuhnya dapat terakses dengan baik merupakan kelemahan dalam mengeksplorasi potensi dari segi sumberdaya manusia maupun pengembangan materi pembelajaran, penguasaan platform pembelajaran maupun media sosialisasi dan informasi era kini belum banyak dikuasai, artinya masih membutuhkan upaya yang sangat serius dalam mendampingi dan memfasilitasi guru -- guru dalam menghadapi cepatnya perubahan alam dan perubahan zaman. Perubahan mindset terhadap pendekatan dan transformasi pembelajaran harus segera menyesuaikan perkembangan global dan digitalisasi teknologi informasi dan komunikasi (Margono, 2022). Untuk menjadi guru yang ideal yang mempu mengantarkan para peserta didiknya menuju masa depan gemilang di era digital ini, maka hal-hal dibawah ini patut dan perlu menjadi perhatian bersama:
1. Menguasai Materi PembelajaranÂ
Syarat utama menjadi guru yang ideal adalah menguasai materi pembelajaran, dengan menguasai materi kepercayaan diri terbangun dengan baik, tanpa rasa waswas dan bimbang terhadap pertanyaan peserta didik. Ketenangan bisa diraih dan kepuasan peserta didik bisa didapatkan. Dalam konteks ini, sudah seharusnya guru mengajarkan materi yang sesuai dengan keahliannya, sebagaimana kata pepatah "The Right Man On The Right Place", manausia yang benar ada ditempat yang benar artinya guru yang ideal adalah guru yang mengajar materi pelajaran yang menjadi bidang, bakat dan spesialisasinya. Jika seseorang yang ahli bahasa arab mengajar bahasa indonesia atau sebaliknya, maka hasil yang didapatkan tidak akan maksimal. Peserta didik tidak akan puas, dan kualitas peserta didik yang dihasilkan akan sangat rendah. Â Semangat mereka lemah, apalagi kalau kemampuan guru tersebut dibawah peserta didiknya, maka hal ini akan menjadi malapetaka bagi pendidikan. Saat ini banyak lembaga pendidikan yang menempatkan guru tidak pada bidang keahliannya dengan berbagai alasan, faktor kekerabatan yang penting bisa mengajar dan tidak menguasai materi yang akan diajarkan, yang penting mau belajar materi yang akan diajarkan, atau alasan lain seperti tidak menemukan guru yang sesuai dengan bidang keahliannya. Namun harus diperhatikan dalam konteks ini yang menjadi korban adalah peserta didik. Mereka tidak mendapatkan ilmu yang seharusnya didapatkan, demikian juga lembaga pendidikan. Kalau kualitas peserta didik tidak memenuhi standar, maka resiko terburuk gagalnya peserta didik dalam Ujian Akhir sangat besar. Apalagi pemerintah dari tahun ke tahun menaikan standar kelulusan peserta didik. Dalam konteks ini, seorang guru harus rajin dalam mendalami materi yang diajarkan, tidak hanya mengandalkan modal awal yang dimiliki. Tantangan dunia global yang semakin dinamis, kompetitif dan akseleratif menuntut seorang guru untuk beradaftasi dengan pembaruan-pembaruan yang ada, meningkatkan pendalaman materi dan mampu membuat teori-teori baru yang progresif dan akan lebih hebat lagi ketika guru mengajar tidak membawa lagi buku pelajaran yang akan diajarkan. Â Â Materi yang akan diajarkan sudah diluar kepala, dikuasai betul, sehingga tidak membutuhkan lagi buku pelajaran. Hal ini secara psikologis akan menambah keyakinan peserta didiknya tentang kedalaman ilmu seorang guru. Guru betul-betul dituntut untuk memiliki kompetensi dalam satu bidang tertentu, terus melakukan kajian dan pengembangan materi yang dikuasai. Selain itu bisa juga menghilangkan beberapa materi yang dirasa sudah usang, out of date, memperjelas dan memperluas materi-materi yang penting dan menambahkan hal-hal baru sesuai dengan tuntutan global. Â Salah satu dosen penulis yang memiliki keilmuan yang medalam saat penulis menempuh program sarjana di UNINDRA adalah Dra Hj Nuraini, MA, beliau lulusan amerika dan saat itu mengampu mata kuliah Kurikulum Pendidikan. Ketika mengajar beliau jarang membawa buku, beliau hafal betul mater-materi yang akan disampaikan kepada mahasiswanya, penuturannya mengalir dengan enak, indah dan berkelas. Wibawanya sangat tinggi dihadapan para mahasiswa, penampilannya tenang, murah senyum dan senantiasa mendorong mahasiswanya untuk lebih banyak belajar dan mengembangkan keilmuan dengan menugaskan seluruh mahasiswanya untuk melakukan observasi implementasi kurikulum pendidikan langsung ke sekolah -- sekolah wilayah di DKI Jakarta, sehingga mahasiswapun mendapatkan ilmu yang lebih mendalam.
2. Membuat atau Menyediakan Platform Pembelajaran Digital
Sangat penting bagi peserta didik mendapatkan informasi yang up to date sesuai perkembangan zaman, karena guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar. Cara fasilitasi, komunikasi dan melek teknologi tidak dapat dielakkan lagi dan semestinya dikuasai. Fasilitasi informasi menggunakan platform teknologi, kreasi aplikasi maupun media sosial. Komunikasi dengan internet saat ini menjadi gaya hidup sehari-hari, tanpa pendampingan orang dewasa bisa jadi akan berdampak negatif terhadap peserta didik dikemudian hari, maka dari itu guru harus mampu menanamkan etika, sikap dan regulasi dalam menggunakan media digitalisasi teknologi. Guru harus mampu menyediakan berbagai platform, aplikasi, media komunikasi yang mudah diakses, dipahami dan dapat diimplementasi serta dirasakan oleh peserta didik secara langsung. Hal ini diharapkan mampu menumbuhkan sikap mandiri yang disertai dengan kolaborasi, menumbuhkan kreatifitas pengguna, memahami etika, ketaatan dalam mengimplementasikan etika dan aturan kepantasan menggunakan media sosial seperti Whatsapp, Youtube, Google Workplace dan lain sebagainya. Memberi nama atau membuat tema/topik dalam mengenal dan mengaplikasikan teknologi digital menjadi penting yang dapat dimulai dari bangku sekolah dasar sampai menengah. Menamai suatu tema atau topik pembelajaran harus mudah diingat oleh peserta didik, terkait pengetahuan aplikasi yang dikuasai harus sejalan dengan fase perkembangan mentalnya. Aplikasi terintegrasi teknologi kekinian harus sudah melekat pada peserta didik level sekolah menengah serta etika penggunaannya. Guru harus dapat mendemonstrasikan, mempresentasikan, mensosialisasikan hasil rekayasa media dan teknologi digital melalui media sosial maupun aplikasi dan dapat diinformasikan secara virtual, rekaman youtube, workplace maupun cloud yang sewaktu-waktu dapat dibuka kembali oleh peserta didik. Membuka kembali hasil rekam digital, youtube maupun drive cluod menjadi sesuatu hal yang harus diulang agar memberikan pemahaman secara utuh dan komprehenship. Merayakan hasil proses mengenal, memahami dan mengimplementasikan hasil transformasi teknologi dalam bentuk pameran karya teknologi informasi dan komunikasi. Setidaknya hasil modifikasi dari peserta didik yang telah ditanamkan oleh guru sejak usia dini sebagai persiapan sampai fase dasar dan menengah. Penguatan etika dan relgulasi tentang pengguna media sosial, workplace maupun adopsi aplikasi harus difasilitasi, didampingi, dievaluasi terus menerus secara berkesinambungan dan konsisten. Dengan pendampingan oleh guru atau orang dewasa di era digitalisasi teknologi sekarang ini diharapkan dapat menghasilkankan peserta didik yang siap memasuki era pengembangan 4.0 dan mampu menjawab tantangan kehidupan global yang tiada batas.
3. Berwawasan Luas
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi setiap saat akibat revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang berjalan dalam hitungan detik, segala sesuatu yang terjadi di berbagai belahan dunia dapat diakses secara langsung dengan mudah melalui berbagai media, televisi dan internet. Seorang guru sedapat mungkin mengikuti perubahan informasi ini sehingga cakrawala berpikirnya menjadi luas, mendunia dan up to date. Membiasakan diri dengan membaca majalah, koran, buku dan berbagai artikel diinternet akan sangat bermanfaat bagi seorang guru. Peserta didik pasti merasa bangga memiliki guru yang berpengetahuan dan berpengalaman luas, cakrwala pemikiran yang mendalam dan hal-hal baru yang segar yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan. Hal-hal baru yang selalu disampaikan seorang guru akan menjadi daya tarik bagi peserta didiknya untuk tetap semangat mengikuti pelajaran dikelas, sehingga mereka dapat memahami dengan baik penjelasan gurunya sampai membekas dihati. Itulah salah satu manfaat memiliki wawasan dan pola berpikir yang luas. Salah satu Dosen penulis yang mempunyai wawasan cukup luas selama penulis menempuh program sarjana UNINDRA adalah Dr Hendro Prasetyono, beliau mengajar Manajemen Pendidikan dan Perilaku Organsasi. Ketika mengajar, beliau menyapaikan materi dengan efektif dan sistematis. Wawasan yang luas membuat para mahaiswa semakin penasaran dengan penuturan beliau. Pengalamannya diberbagai forum ilmiyah dan organisasi lintas sektoral sering disampaikan kepada para mahasiswanya membuat mahasiswa semakin antusias mengikuti kuliahnnya. Literasi yang kuat, mobilitas yang tinggi dan relasi sosial yang luas membuatnya energik, terbuka dan memiliki pemikiran yang luas. Teknik mengemas materi dan menjelaskannya yang santai dan penuh variasi cukup membuat mahasiswa penasaran untuk bertanya dan beliau menjawab dengan sangat memuaskan setelah memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang lain untuk menjawab. Â