Mohon tunggu...
Hafidz Satria Pratama
Hafidz Satria Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kepala Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM Gama FIB Unpad 2024

Hafidz Satria Pratama adalah seorang mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Idealisme dalam Pusaran Pragmatisme Negara

6 November 2024   18:06 Diperbarui: 6 November 2024   18:06 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan" -Soe Hok Gie 

Sebuah kutipan menarik yang lahir dari buah pikir seorang pemuda bernama Gie pada tahun 60-an, kutipan tersebut rasa-rasanya hari ini masih terasa relevan karena pada nyatanya negara hari ini mengalami sebuah periode dimana nilai-nilai idealisme seperti kebenaran dan kejujuran bukanlah merupakan sebuah hal yang utama. 

Tan Malaka selalu berkata bahwa idealisme merupakan kemewahan terakhir yang dimiliki oleh kaum muda, pada saat ini hal tersebut tampak ironis karena sesaat kaum muda yang saat primanya memiliki idealisme yang kuat ketika mereka beranjak masuk dewasa pada dunia pragmatisme politik dalam konteks pemerintahan, seakan-akan mereka semua menihilkan pentingnya idealisme dalam mengelola pemerintahan dan negara. Pemerintahan saat ini secara tidak langsung terasa seperti melting pot berbagai keburukan umat manusia, korupsi, kolusi, nepotisme merupakan hal yang terdengar lebih lumrah dibandingkan nilai-nilai integritas positif. Selayaknya batu karang yang dihantam oleh ombak besar, menjadi orang yang memegang teguh idealisme pada lingkungan pemerintahan yang menormalisasi penyimpangan bukanlah sebuah hal yang mudah. 

Meskipun terlihat mustahil dan sulit untuk dilakukan, ternyata menjaga idealisme di tengah kuatnya hantaman praktik-praktik kotor yang sudah menjadi budaya di sistem politik negeri ini bukanlah merupakan sebuah hal yang mustahil. Kita bisa melihat banyaknya contoh tokoh yang berhasil berdinamika dalam hal tersebut, seperti Polisi Hoegeng. Dalam merubah budaya tersebut tentu perlu terciptanya reformasi struktural dalam berbagai sektor pemerintahan di negeri ini, termasuk pada partai politik itu sendiri. Demokrasi keterwakilan yang diwakilkan di legislatif oleh para kader parpol menjadi faktor utama bagaimana pemerintahan dan mesin politik negara bekerja. Perlu adanya reformasi partai politik besar-besaran dengan upaya menerapkan nilai-nilai idealisme pada setiap kader agar tercipta kader-kader berintegritas yang menjunjung tinggi idealismenya. Selain itu pemerintah juga harus bisa untuk menahan kuatnya arus kapitalisasi negara, dalam arti negara seharusnya bekerja untuk rakyat dan mensejahterakan rakyatnya bukan memandang rakyat sebagai mesin penghasil uang dan mengkapitalisasi setiap kebijakan yang berimbas pada banyak rakyat. Pemerintahan yang mengedepankan partisipasi publik, transparan dan keterbukaan juga bisa menjadi salah satu faktor pendorong terciptanya iklim berpolitik yang baik dan sehat, terakhir adalah bagaimana kita bisa memilih dan memilah pemimpin terbaik dalam konteks ini adalah memilih Presiden paling ideal untuk bangsanya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun