Bertepatan dengan peringatan Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober, merger Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo telah memasuki tahun ketiga pada tahun 2024 ini. Subholding PT Pelindo Jasa Maritim (SPJM) merupakan salah satu grup bisnis pasca merger Pelindo yang paling menjadi sorotan bagi para pelaku bisnis di industri maritim. Betapa tidak, SPJM berjibaku untuk mengintegrasi, merestrukturisasi (pemurnian bisnis), hingga menstandarisasi layanan untuk berbagai lini bisnis jasa maritim, yakni MEPS/marine, equipment and port services atau layanan penundaan dan pemanduan kapal, pemeliharaan peralatan bongkar muat, hingga berbagai layanan pendukung di pelabuhan.
Dalam peta jalan SPJM 2022-2025, tahun 2023-2024 digariskan sebagai fase komersialisasi bisnis jasa maritim. Target utamanya yakni perluasan pasar di luar captive market Pelindo atau di pelabuhan-pelabuhan yang belum dilayani Pelindo. Termasuk di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), sehingga kualitas jasa maritim bisa sama dari Aceh hingga Papua. Visi tersebut hanya bisa dilakukan dengan optimal bila SPJM tuntas dalam melakukan transformasi besar pemurnian bisnis SPJM Group. Agar sumber daya di setiap lini bisnis, baik Sumber Daya Manusia (SDM) maupun aset armada dan peralatan, serta kompetensi Teknologi Informasi dan Komunikasi dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Lalu bagaimana menata pemurnian beragam bisnis jasa maritim tersebut? Untuk kemudian mengelolanya dalam mendukung perluasan pasar dan komersialisasi bisnis di luar captive market, yang ujungnya demi standarisasi layanan di pelosok Indonesia. Tantangannya akan bersinggungan dengan para pemangku kepentingan maritim lain yang juga beragam. Baik entitas negara maupun swasta. Maka semangat kerja besar untuk bangsa tersebut perlu diperkuat dengan nilai-nilai Pancasila. Dalam konteks pengelolaan perusahaan, nilai Pancasila terefleksikan dalam Prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik atau Good Corporate Governance (GCG).
Untuk akselerasi pemurnian bisnis, terdapat beberapa aspek Prinsip GCG yang sering menjadi pilar implementasi, di antaranya transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan keadilan.
- Â Transparansi.
Aspek ini berperan untuk memastikan bahwa tahapan-tahapan proses konsolidasi dan restrukturisasi bisnis dapat dikomunikasikan dengan transparan, tetap relevan, dan proporsional kepada setiap pemangku kepentingan. Transparansi membuat pemangku kepentingan meyakini adanya good faith dari manajemen dalam pengelolaan bisnis perusahaan. Termasuk pengomunikasian keputusan strategis pada pemangku kepentingan, sehingga teryakinkan dan mungkin turut memberikan kontribusi taktis. Contohnya konsolidasi laporan tahunan kinerja grup perusahaan (Annual Report). Kemampuan tata laksana pelaporan yang baik juga bisa menjadi dasar penyusunan laporan lain yang dibutuhkan pada masa depan, misalnya Laporan Keberlanjutan (sustainability report). - Akuntabilitas.
Akuntabilitas mencakup sistem pengawasan dan kontrol internal yang efektif, sehingga setiap tindakan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Struktur organisasi dengan pembagian tugas dan tanggung jawab yang tegas antardepartemen dan antarperusahaan operator setiap lini bisnis. Contoh internalisasi aspek akuntabilitas yakni pada sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), yang menjalankan sistem untuk menjaga keselamatan pegawai dan pekerja dari pengguna jasa dan mitra. Juga keselamatan aset seluruh pemangku kepentingan di pelabuhan. Apabila terjadi insiden atau kecelakaan kerja, Prinsip Akuntabilitas membantu pelaksanaan manajemen krisis, investigasi, dan pemulihan situasi yang mengedepankan lesson learned. - Responsibilitas
Sebagai BUMN, maka harus menjaga kepatuhan pada perundang-undangan dan regulasi. Selain itu juga menjalankan fungsi tanggung jawab sosial dan lingkungannya pada masyarakat dan alam. Nilai utama dari prinsip ini yakni penekanan pada pentingnya menjalankan bisnis dengan memperhatikan kepentingan publik dan dampak sosial, serta beroperasi secara etis. Dalam konteks akselerasi pemurnian bisnis SPJM, internalisasi Aspek Responsibilitas misalnya mindset  keberlanjutan yang menjadi langkah awal untuk menyusun roadmap jangka panjang yang tidak meninggalkan nilai-nilai keberlanjutan (sustainability). Karena sudah bukan hanya menjadi tuntutan sosial lingkungan dari perspektif etik, tetapi menjadi suatu tuntutan kelayakan dan profesionalitas operasional bisnis pada masa depan. Terlebih bila dipandang dari kacamata global. - Independensi
Pada era banjir informasi sekarang ini, kredibilitas suatu entitas bisnis, apalagi yang terkait dengan pelayanan publik, sangat rentan mengalami risiko publikasi buruk. Baik pemberitaan media massa, maupun pada media sosial. Aspek Independensi tak pelak menjadi salah satu titik sasaran tembak perhatian publik. Padahal bisnis jasa maritim berselancar di antara banyaknya para pemangku kepentingan, sehingga rawan terjadi konflik kepentingan. Mulai dari pemangku kepentingan penegakan regulasi, bisnis pelayaran, forwarding, pemilik barang, serta kompetitor bisnis. Maka internalisasi aspek independensi dalam akselerasi pemurnian bisnis SPJM berdasarkan pertimbangan kepentingan negara, kepentingan masyarakat logistik Indonesia, dan kepentingan bisnis perusahaan secara grup Holding Pelindo. Bukan karena kepentingan sesaat atau sektoral dan tekanan dari pihak tertentu. Perwujudan internalisasi aspek independensi ini mengakselerasi proses pemurnian bisnis agar lebih lancar (seamless). - Keadilan
Dengan berpegang pada Aspek Keadilan dan menjaga kepatuhan, maka potensi disrupsi bisnis dari sisi regulasi dapat diminimalisir. Perusahaan harus memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan setara, tanpa diskriminasi. Jadi keadilan dalam arti melibatkan perlakukan yang wajar pada kuasa saham, mitra kerja, regulator, kementerian/lembaga, pemasok, hingga karyawan dan masyarakat, untuk berkesempatan yang sama dalam korespondensi dan partisipasi untuk mendapatkan kebermanfaatan dari kinerja perusahaan.
Dalam pemurnian bisnis, ada kebutuhan penghitungan ulang berbagai kebutuhan perusahaan. Terutama untuk mencapat efisiensi beban biaya dan untuk meningkatkan efektivitas proses pengadaan barang dan jasa. Maka pengambilan keputusan harus berdasarkan evaluasi obyektif tanpa memihak.
Antara Nilai Pancasila, Prinsip GCG, dan Visi Pelindo
Internalisasi Prinsip GCG dalam upaya mengakselerasi pemurnian bisnis jasa maritim, berkelindan erat dengan visi Pelindo dan perwujudan nilai Pancasila. Aspek-aspek Prinsip GCG sejalan dengan visi Pelindo untuk menjadi pemimpin ekosistem maritim terintegrasi yang berkelas dunia. Implementasikan GCG yang optimal, mendukung Pelindo untuk memiliki Tata Kelola Perusahaan yang Baik yang memperkuat posisinya dengan etika bisnis dan integritas, sebagai pemimpin sektor maritim yang terintegrasi dan berkelas dunia.
Nilai Pancasila sebagai dasar negara juga merefleksikan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas, seperti sila keempat Pancasila dengan memastikan keputusan bisnis yang diambil didasarkan pada musyawarah dan kepentingan bersama. Sementara itu, keadilan dan independensi dalam bisnis jasa maritim mengedepankan semangat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai Pancasila, seperti semangat kebersamaan, gotong royong, dan keadilan, mendorong Pelindo untuk menciptakan ekosistem yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing internasional, yang sekaligus memberikan manfaat bagi kesejahteraan bangsa.