Mohon tunggu...
Muhammad Hafidz_082111333057
Muhammad Hafidz_082111333057 Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Fisika Universitas Airlangga

Saya menyukai topik tentang budaya, terutama budaya Jawa dan budaya Peranakan. Saya juga menyukai bahasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengoleksi Kata Sapaan

5 November 2022   14:26 Diperbarui: 6 November 2022   07:44 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengoleksi Kata Sapaan

Sebelum membahas tentang hal yang ingin saya bahas. Ada baiknya mendefinisikan apa itu kata sapaan terlebih dahulu. Kata sapaan adalah frasa yang terdiri dari kata "kata" dan "sapaan". Menurut KBBI, kata sapaan adalah kata yang digunakan untuk menyapa seseorang (misalnya kata Anda, Saudara, Tuan, Nyonya, Ibu, Bapak, Kakak, dan Adik).

Jadi, mengoleksi kata sapaan adalah kegiatan untuk mendapatkan suatu kata sapaan yang belum pernah Anda dapatkan. Misalnya Anda ingin dipanggil Bli, sehingga Anda pergi ke Bali atau dengan cara lain misalnya Anda meminta seseorang memanggil Anda dengan kata daeng sedangkan Anda belum pernah dipanggil dengan sebutan itu.

Namun, Anda tentunya tahu bahwa hanya orang aneh saja yang tentunya melakukan hal tersebut. Walaupun begitu, tema yang akan saya bahas bukan mengoleksi dalam artian meminta seseorang memanggil Anda dalam sebuah panggilan yang Anda inginkan. Namun, lebih kepada pertanyaan "kamu pernah dipanggil apa?". Contohnya, Anda dipanggil koko saat pergi berbelanja di pasar atom. 

Saya lahir pada keluarga Jawa di kota Surabaya(hanya orang Jawa aneh yang menyebut "saya keturunan Jawa" atau " keluarga Jawa" bila mereka tinggal di daerah asal suku mereka) di Semarang dan tinggal di Boyolali sampai tamat SMA. Sehari-hari, keluarga saya memanggil kerabat dengan dengan sebutan seperti kebanyakan orang Jawa yakni mas, dek, Om, pakde, paklik, mbah. Karena saya masih muda, panggilan yang saya dapatkan yakni, panggilan om, mas, dan dek. Jadi, impresi saya terhadap panggilan ini ya biasa-biasa saja.

Setelah saya SMP, saya bersekolah di SMP yang terletak di Salatiga. Hal yang perlu Anda ketahui adalah, Salatiga adalah kota yang sangat multikultural walaupun terletak di Jawa Tengah yang notabene sangat homogen. Banyak suku pendatang-pendatang seperti Tionghoa, Papua, Manado, Belanda, dsb berada di Salatiga ini. Oleh karena itu, saya oleh Tuhan diberi kesempatan untuk mendapatkan panggilan sinyo yang berasal dari bahasa portugis yang berarti tuan muda yang diserap oleh orang Belanda dan kemudian diserap orang Tionghoa. Saya menyukai penggilan tersebut karena merasa menjadi anak emas.

Lalu, pada zaman SMP,  saya berkunjung kepada kerabat saya yang mendapatkan anak tiri setengah Jepang. Karena anak tirinya tersebut lebih banyak tinggal di Jepang, saya mendapatkan panggilan kun. Cara memanggilnya tidak diletakkan di depan seperti "Mas Paijo", tetapi Paijo-kun. Jadi, anak setengah Jepang itu memanggil saya dengan Hafidz-kun. Tanggapam saya saat dipanggil begitu ya senang saja, karena ya waktu ini panggilan langka.

Pada zaman SMA, ayah saya sakit sehingga harus dirawat di rumah sakit. Rumah sakit ayah saya terletak di  RS Telogorejo, Semarang. Di Semarang ini, saya pertama kalinya mendapat panggilan koko. Panggilan koko adalah panggilan kakak laki-laki yang berasal dari etnis Tionghoa. Walaupun saya etnis Jawa, saya memiliki ciri-ciri fisik yang dianggap beberapa(banyak) seperti atau setidaknya mirip etnis Tionghoa. Jadi, pemanggil mengansumsikan bahwa saya etnis Tionghoa karena memiliki kesamaan ciri fisik. Dan hal ini juga tidak hanya terjadi di Semarang, namun juga Surabaya. Tanggapan saya saat dipanggil koko adalah saya merasa aneh, walau sejujurnya lumayan senang karena disamakan dengan koko-koko yang notabene ganteng-ganteng.

Pada saat zaman-zaman Corona, Mulailah saya mendapatkan panggilan bang dan kakak. Kata bang berasal dari kata abang yang dalam KBBI memiliki arti sebagai berikut kakak laki-laki; saudara laki-laki yang lebih tua, panggilan kepada orang laki-laki yang lebih tua atau tidak dikenal, panggilan istri kepada suami, dan sebutan untuk penjual sayur, penjual ikan, pengemudi becak, dan sebagainya. Panggilan abang ini saya dapatkan dari pemgemudi ojek online yang lama di Jakarta. Saya sendiri menyukai panggilan ini karena mudah untuk mengakrabkan diri, hanya saja saya merasa panggilan ini kurang proper (tepat) jika digunakan di daerah Jawa seperti Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur kecuali teman sendiri.

Selanjutnya panggilan kakak. Menurut KBBI, Kakak berarti saudara tua, panggilan kepada orang (laki-laki atau perempuan) yang dianggap lebih tua, dan panggilan kepada suami. Panggilan Kakak ini saya dapatkan pertama kali saat berbelanja di suatu toko di mall.  Saya sendiri sebenarnya biasa saja. Namun, ada hal yang membuat saya kurang suka dengan panggilan ini yakni massifnya penggunaan panggilan ini di daerah Jawa karena belakangan ini tempat-tenpat yang tidak resmi mulai menggunakan panggilan tersebut. Bahkan, keluarga-keluarga muda juga semakin banyak yang menggunakannya. Tidak hanya di Surabaya, namun mulai menjalar di daerah saya. Oleh karena itu, untuk melindungi budaya Jawa. Saya  lebih suka agar adik tingkat memanggil saya mas daripada kakak.

Terakhir, panggilan cak. Panggilan cak adalah panggilan yang ditujukan untuk Kakak laki-laki di Surabaya. Kemungkinan, kata ini berasal dari bahasa Madura yaitu kata cacak. Namun, kata ini tidak digunakan untuk orang Madura atau berdarah Madura saja, namun bisa juga untuk orang Jawa. Impresi saya ya merasa diakrabi saat dipanggil dengan panggilan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun