Kali ini, kita akan membahas topik yang berkaitan dengan hidrogen. Anda mungkin merasa panik atau malas karena mengira tulisan ini akan membahas sesuatu yang berat. Mungkin pembahasan yang akan saya bahas memang berat sih karena saya akan membahas mengenai perlunya memberi nama hidrogen dengan kata asli bahasa Indonesia, kata serapan dari bahasa daerah, atau maksimal menggunakan serapan bahasa Sansekerta yang sudah diserap ke bahasa daerah atau bahasa Indonesia terlebih dahulu. Namun, Anda tidak perlu panik. Walaupun tulisan ini membahas tentang topik rumit seperti bahasa dan hidrogen, tulisan ini tidak akan memuat rumus matematika atau kimia yang njlimet seperti deret fourier(baca : foye) atau rumus Van der Waals.
Sebelum membahas tentang perlunya membahas perlunya menamai hidrogen dengan kata asli bahasa Indonesia, kita akan membahas mengenai definisi hidrogen dan sejarahnya terlebih dahulu. Menurut KBBI, hidrogen adalah gas tidak berwarna, tidak berbau, tidak ada rasanya, menyesakkan, tetapi tidak bersifat racun; unsur dengan nomor atom 1, berlambang H, dan bobot atom 1,0080. Hidrogen berasal dari bahasa Yunani dan merupakan gabungan dari kata hydro yang berarti air dan gen yang berarti membentuk. Zat hidrogen ini ditemukan oleh Henry Cavedish pada tahun 1766. Namun, Hidrogen baru diberi nama oleh Antoinne Lavoisier pada tahun 1783, yaitu seorang Ilmuwan Prancis yang menemukan hukum yang menyatakan bahwa massa selalu tetap dan dipenggal karena eksekusi prancis.
Menurut saya, bahasa Indonesia harus memiliki kata non-Latin untuk hidrogen adalah karena bahasa-bahasa lain banyak yang memiliki kata-kata bukan serapan untuk Hidrogen sehingga lebih bisa meneguhkan identitas bahasanya. Buktinya bisa Anda dapatkan dengan cara searching-searching di Wikipedia. Lalu, cari artikel dari bahasa lain yang memuat tentang hidrogen, maka akan Anda dapatkan kata-kata seperti wasserstoff, aawai, dan chi-so'. Kata-kata tersebut adalah kata-kata dari bahasa asing yang berarti hidrogen.
Berdasarkan fakta bahwa banyak bahasa lain yang memiliki kata asli untuk hidrogen, harus diakui bahwa bahasa Indonesia 'kalah' atau bahasa halusnya yakni 'kurang kreatif' dalam menyerap atau membuat neologisme kata karena kita jadi kurang memiliki identitas dalam bidang keilmuan kita, tidak terkecuali di bidang kimia. Sudah sering, katakanlah, para polisi bahasa Indonesia sering mengadili pelaku pencampur bahasa seperti saya yang suka mencampur bahasa Indonesia, Jawa, Inggris, dan terkadang bahasa Pasar Atom , namun tidak ada yang mengadili atau memprotes 'cukongisasi' kata Latin yang mungkin berlebihan seperti di atas.
Untuk menggantikan atau setidaknya mensubtitusi kata hidrogen, saya akan menyarankan kata tirtadhatu yang mana saran ini saya dapat dari Bapak. Revi Soekatno, seorang dosen Bahasa Jawa di Belanda. Kata tirtadhatu sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuna yaitu tirta yang berarti air, dan dhatu yang berarti anasir atau unsur terkecil. Kata tirtadhatu ini menurut saya terdengar indah di telinga karena terdengar seperti kata-kata di zaman majapahit sehingga terdengar sangat Indonesia sekali sehingga kata ini dapat memunculkan rasa kebanggaan terhadap budaya sendiri apabila kita menamai hidrogen dengan kata tirtadhatu.
Mungkin dari benak Anda, bisa saja Anda menganggap bahwa terdapat kekurangan dari kata ini. Pertama, kata ini mungkin terdengar kurang keren daripada hidrogen, mungkin akan dianggap berpihak pada bahasa Jawa. Kita bisa kok membuat kata-kata lain dari bahasa daerah lain untuk kata-kata seperti karbon, komunikasi, dll. Contohnya yaitu kata 'komunikasi' yang bisa kita buat sinonimnya dengan menyerap kata talimarga yang berasal dari bahasa Sunda. Lalu, bisa saja muncul dari benak saudara bahwa nama ini akan dianggap membuang banyak rupiah demi hal yang bersifat simbolik, bukankah lebih baik digunakan untuk membuat jalan tol saja? Ya sama saja untuk kan biasanya untuk membuat logo halal baru? Setidaknya ini mungkin lebih minim protes
Sekali lagi, saya memohon maaf kalau tulisan saya ternyata terlalu berat dan bikin ngantuk. Setidaknya, tidak semengantuk Anda mengerjakan matematika kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H