Perang di Ukraina dimulai pada Februari 2022 ketika Rusia melancarkan invasi besar-besaran terhadap Ukraina. Eskalasi ini berakar pada ketegangan panjang, termasuk aneksasi Krimea pada 2014 dan dukungan Rusia terhadap separatis di wilayah Donetsk dan Luhansk. Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa operasi militer dilakukan untuk "demiliterisasi dan denazifikasi" Ukraina, meskipun banyak pihak internasional menganggapnya sebagai upaya agresi dan pelanggaran kedaulatan.
Perang tersebut telah menyebabkan krisis pengungsian terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II. Hingga pertengahan 2023, lebih dari 8 juta pengungsi Ukraina telah melarikan diri ke negara-negara Eropa lainnya, sementara 5 juta orang terpaksa menjadi pengungsi internal di Ukraina
Sebagian besar pengungsi menuju negara-negara tetangga seperti Polandia, yang menerima sekitar 1,5 juta pengungsi pada tahun pertama perang. Negara-negara lain seperti Rumania, Hungaria, dan Slovakia juga menjadi tujuan utama. Negara-negara ini menyediakan tempat tinggal, bantuan kemanusiaan, dan layanan sosial, meskipun tantangan jangka panjang seperti integrasi dan beban ekonomi mulai dirasakan
Bagaimana Kondisi Pengungsi?
Para pengungsi Ukraina menghadapi berbagai tantangan signifikan, terutama dalam hal akses ke kebutuhan dasar seperti tempat tinggal, makanan, layanan kesehatan, dan pendidikan. Sebagian besar pengungsi adalah perempuan dan anak-anak, yang membutuhkan perhatian khusus untuk perlindungan dari eksploitasi dan perdagangan manusia. Pendidikan menjadi tantangan besar bagi sekitar 2 juta anak Ukraina di Eropa, di mana program lokal seperti dukungan bahasa dan kurikulum bilingual diterapkan untuk membantu mereka berintegrasi. Trauma psikologis akibat perang juga menambah beban, sehingga dukungan emosional dan psikologis menjadi sangat penting.
Bagaimana Respon Lembaga Internasional?
Organisasi internasional seperti UNHCR, UNICEF, dan Palang Merah telah memainkan peran penting dalam menangani krisis ini. Contohnya, UNICEF mendirikan pusat perlindungan (Blue Dots) di negara-negara seperti Polandia dan Rumania untuk menyediakan bantuan multi-sektor, termasuk dukungan psikososial dan perlindungan anak. Layanan ini telah menjangkau ribuan anak-anak dan keluarga pengungsi, seperti bantuan pendidikan, kesehatan mental, dan perlindungan dari kekerasan berbasis gender. Selain itu, Uni Eropa memberikan skema perlindungan sementara yang memastikan akses ke pekerjaan, pendidikan, dan layanan kesehatan bagi pengungsi.
Isu Diskriminasi
Meskipun respon terhadap pengungsi Ukraina sebagian besar positif, ada laporan diskriminasi terhadap pengungsi non-Eropa yang juga melarikan diri dari Ukraina, seperti mahasiswa dari Afrika dan Asia. Mereka sering menghadapi perlakuan berbeda dalam proses evakuasi dan perlindungan di negara-negara Eropa Timur. Insiden ini memunculkan pertanyaan tentang kesetaraan dalam respon kemanusiaan internasional, menyoroti pentingnya pendekatan yang inklusif dalam menangani krisis.
Tanggapan Negara-Negara Eropa
Setelah invasi Rusia ke Ukraina, Uni Eropa mengaktifkan Temporary Protection Directive pada Maret 2022 untuk memberikan perlindungan langsung kepada para pengungsi Ukraina. Kebijakan ini memungkinkan pengungsi mendapatkan status hukum, izin tinggal, akses ke layanan kesehatan, pendidikan, dan peluang kerja di negara anggota. Negara-negara seperti Polandia, Rumania, dan Hungaria menjadi destinasi utama karena kedekatan geografis, sementara negara-negara lain seperti Jerman dan Italia meningkatkan kapasitas penerimaan melalui koordinasi nasional dan bantuan darurat. Polandia, misalnya, menghadapi tantangan besar dengan menerima sekitar 1.5 juta pengungsi dalam beberapa bulan pertama perang, menunjukkan solidaritas namun juga meningkatkan tekanan pada infrastruktur domestic.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H