Mohon tunggu...
Hafidz hastu
Hafidz hastu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya Hafidz Hastu Sudanta, mahasiswa Universitas Airlangga fakultas Ilmu Budaya, jurusan Sastra dan Bahasa Inggris.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wacana Pendidikan Nasional dalam Dinamika Kebudayaan Nasional dan Lokal

21 Agustus 2024   04:22 Diperbarui: 21 Agustus 2024   04:32 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kurikulum pendidikan merupakan patokan pendidikan di seluruh sekolah pada suatu bangsa. Sehingga, pembentukan kurikulum harus dibentuk secara struktural dan teliti. Sedikit kesalahan saja berdampak luas hingga satu bangsa. Satu mis-informasi sedikit saja dapat membodohkan seluruh generasi yang sedang bersekolah.

            Kurikulum Indonesia sering berganti, sudah bukan hal yang asing lagi bahwa negeri ini sering mengganti struktural pendidikannya dari tahun ke tahun, dan semua pergantian tersebut merupakan pergantian yang mengganti hampir keseluruhan fitur yang ada pada kurikulum sebelumnya. Seperti kurikulum Merdeka yang sekarang diterapkan, yang condong pada pengerjaan proyek dan praktek lapangan. Berbeda jauh dari kurikulum K13 yang masih mengandalkan taktik membaca dan menghafal.

            Namun, apakah kurikulum yang menggantikan tersebut sudah bisa membimbing para pelajar dalam hal berbudaya? Saya merasa belum tentu. Ya, memang sekolah memiliki ciri khas tersendiri meskipun menggunakan kurikulum yang sama. Kita bandingkan saja seperti SMAN 5 dengan SMAN lainnya saja sudah berbeda. Tetapi jika seperti itu, mengapa budaya lokal dan nasional kita masih memiliki minat yang sedikit? Karena kurangnya penekanan dalam hal budaya dalam kurikulum kita.

            Seperti pada pembuka tadi, bahwa kurikulum adalah patokan seluruh sekolah pada suatu bangsa. Jadi, walau perbedaan dalam pendidikan tersebut terasa, tetapi semua yang diajarkan tetap sama. Semua setuju untuk fokus terhadap bidang akademik. Memang, seluruh kurikulum fokus terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan. Tetapi, jika para pelajar sudah ter-doktrin oleh cara berpikir seperti ini, maka yang ada jadinya sekolah akan membuat suatu karakter individualisme dalam jiwa seorang pelajar.

            Individualisme merupakan suatu pemikiran yang bertolak belakang dengan Indonesia secara keseluruhan. Bagaimana bisa sebuah bangsa  yang dibangun oleh rasa kebersamaan dan gotong royong, sekarang dipenuhi orang-orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak acuh terhadap orang lain. Individualisme bertentangan dengan Pancasila, yang seharusnya tidak ada sebelum kebudayaan nasional luntur dari pendidikan.

            Lunturnya kebudayaan dalam kurikulum juga akan memunculkan sekumpulan orang "logis". Logis dalam hal ini bukan orang yang berpikiran kritis akan suatu hal, melainkan orang yang menjadikan "logika" sebagai patokan utama dan sebagai penentu baik dan buruk. Hal ini tentu bertentangan dengan kebudayaan lokal kita, maupun kebudayaan nasional kita. Indonesia dikenal sebagai negara paling sopan, kita dikenal sebagai negara perasa, salah satunya ialah Suku Jawa yang terkenal akan kehalusannya dan kesopanannya terhadap sesama. Kita dikenal akan hati kita yang lembut. Hanya karena negara maju mayoritas adalah negara kritis yang sekuler, bukan berarti kita harus menirunya. Indonesia adalah negara yang berkebudayaan, dan sudah semestinya budaya tersebut masih diturunkan dari masa ke masa.

            Di Universitas Airlangga, terdapat motto yang cocok sekali untuk tema ini. Motto tersebut berbunyi "Excellence with Morality" atau kesempurnaan dengan moral. Ditengah dunia yang sibuk mencari dan membuat kesempurnaan, jangan lupakan moralitas dan unsur kebudayaan didalamnya. Karena, untuk apa ilmu tinggi jika etika tidak bermoral. Untuk apa sekolah tinggi, jika tidak pernah menatap kebawah. Sehingga, kebudayaan masih penting diterapkan, meskipun pada zaman yang maju ini.

            Oleh karena itu, kurikulum yang dibuat harusnya menjunjung tinggi budaya nasional, dan mengayomi budaya lokal. Karena tidak mungkin kita sekarang dapat berilmu jika leluhur kita tidak memiliki moral budaya. Serta, budaya sendiri adalah gambaran dari Indonesia, ilmu pengetahuan hanyalah pengetahuan semata, tetapi budaya, seni. Hal itu yang membuat kita dikenal di seluruh dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun