Mohon tunggu...
Hafidz Arrizki
Hafidz Arrizki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pelajar, pembaca, dan seorang petualang yang senantiasa haus dengan ilmu dan pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pentas Dunia

1 Desember 2024   09:00 Diperbarui: 1 Desember 2024   09:12 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampilan Drama Musikal saat SMA (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Waktu sekolah dulu, kita sering menolak jika disuruh bermain peran di atas panggung. Berbagai alasan kita lontarkan, mulai dari malu, tidak bisa akting, wajah yang pas-pasan, dan berbagai alasan lainnya. Tetapi, tak sedikit juga teman kelas kita yang justru bersemangat sekali tampil beradu peran di atas pentas

Penampilan drama memang tidak memerlukan persiapan yang sedikit. Ada banyak hal yang harus dipersiapkan dengan sangat matang untuk penampilan yang maksimal. Beberapa di antaranya yaitu kostum, naskah, perlengkapan, hingga hal-hal pendukung seperti dekorasi panggung. Mungkin, karena hal inilah dulu kita seringkali menolak untuk mengadakan pementasan drama. Persiapannya berbulan-bulan, tampilnya hanya satu jam di depan.

Akan tetapi, pertunjukan drama akan menjadi hal yang berkesan di masa depan. Percayalah, ketika suatu saat nanti kita duduk di teras rumah, membuka kembali album foto masa-masa sekolah dulu, atau ketika reuni bersama teman-teman SMA, pertunjukan drama akan menjadi hal yang menarik untuk dibincangkan. Bernostalgia, mengingat kembali bagaimana hari itu masing-masing dari kita mendalami perannya masing-masing, dengan kostum dan dialog masing-masing.

Sedikit bernostalgia, saya ingat ketika praktek mata pelajaran seni budaya di kelas 12 SMA dulu, kami semua tampil di lapangan dengan cerita dan latar yang berbeda. Mengingat kembali, betapa malu, grogi, sekaligus bahagianya tampil disaksikan satu sekolah di lapangan. Saat itu, saya bermain dua peran sekaligus. Di babak pertama, saya berperan sebagai seorang guru biologi, lengkap dengan kemeja putih, celana coklat PNS, dan papan nama di kiri atas saku. Tak lupa dengan beberapa lembar kertas ujian dan buku paket Biologi tentunya. Di babak kedua, saya berperan sebagai seorang siswa yang ‘agak’ berandal, tidak berdasi, berikat pinggang, dan baju dikeluarkan sebelah. Hari itu, kami semua tampil all out, tak peduli yang namanya malu, segan, dan sungkan. Semuanya kami lewati, demi sebuah nilai akhir ujian praktik di mata pelajaran tersebut.

Pun sama ketika ujian praktik mata pelajaran PAI, semua kelas 12 MIPA maupun IPS bermain peran, beradu lakon mengadakan sebuah hajatan, orang Minang menyebutnya dengan baralek (pesta pernikahan). Yang menjadi esensi dari praktik ini bukan kemewahan interior ruangannya, tetapi alur dan pemahaman siswa terhadap materi yang telah diberikan. Mengapa yang dipilih praktik pernikahan? Karena kami telah melewati praktik menyalatkan jenazah di kelas 11 lalu. Kali ini, saya mendapat peran yang strategis, yaitu sebagai penghulu. Berkemeja putih dan celana hitam, lengkap dengan kopiah dan jas hitam. Saat itu, saya juga membawa tas jinjing berisi berbagai dokumen. Layaknya pernikahan sungguhan, kami menyiapkan replika buku nikah (lengkap dengan pasfoto biru dan identitas palsu kedua calon mempelai), juga berbagai formulir kelengkapan berkas pernikahan, mulai dari formulir N1 sampai N5. Hasilnya, kami semua gembira. Setelah praktik selesai dilakukan, kami mengundang para guru untuk makan bersama, mencicipi hidangan yang telah disuguhkan di kelas.

Saat ini, sebagai seorang mahasiswa sastra, tentu saja saya tak bisa terlepas dari pementasan drama, karena merupakan bagian dari sastra itu sendiri. Di semester 7, ada mata kuliah khusus pertunjukan drama, yang dalam bahasa Arab disebut dengan masrahiyyah. Dapat dikatakan bahwa pertunjukan drama ini merupakan ‘puncak’ dari perkuliahan kami di jurusan ini. Setiap tahunnya, pertunjukan ini dilaksanakan di berbagai tempat, dan dihadiri oleh banyak audiens. Setiap mahasiswa mengambil bagian pada pertunjukan ini. Karena bukan hanya sekadar pertunjukan biasa, hal ini merupakan praktik akhir dari mata kuliah masrahiyyah itu sendiri. Mulai dari menentukan peran sebagai sutradara, penulis naskah, hingga pemeran lainnya, menggarap dan menghapal naskah, menyiapkan audio dan perlengkapan pendukung, hingga kostum yang akan dikenakan saat pertunjukan nanti. Setelah dua tahun menjadi bagian dari panitia penyelenggara masrahiyyah ini (ya, panitia penyelenggaranya merupakan mahasiswa semester 1-5, agar mahasiswa semester 7 fokus untuk penampilan mereka), sedikit-banyak memberikan insight dan pengalaman bagi saya untuk menyiapkan pementasan drama kelas kami di semester 7 nanti. Hal yang saya catat dari seorang kritikus teater yang hadir pada masrahiyyah tahun ini adalah kalimat Beliau yang mengatakan bahwa semua orang di atas panggung punya peran sentral masing-masing, tidak ada yang namanya pelengkap. Jadi, kalau satu orang tidak ada, maka pertunjukan tidak bisa terlaksana.

Terlepas dari kehidupan sekolah dan perkuliahan, semakin dewasa, kita semakin menyadari bahwa sebenarnya selama ini kita menjalani kehidupan layaknya seorang aktor di atas pentas. Sang Sutradara telah menentukan peran yang akan kita mainkan, dan tugas kita sebenarnya yaitu menikmati dan mendalami peran yang diberikan. Urusan di tengah jalan nanti peran kita berubah, diganti dengan yang lain, atau bahkan dikeluarkan dari pentas, ya urusan sutradara. Kita-kita ini, para pelakon bisa apa?

Sang Sutradara juga tidak main-main memberi peran kepada kita. Bukan hanya iseng menaruh sembarang orang bukan pada tempatnya, justru Ia punya alasan mengapa menempatkan kita di peran tertentu. Ada yang berperan menjadi guru, ada yang berperan menjadi penjual baju, ada yang diberi peran menjadi insinyur, ada juga yang kebagian jadi tukang sayur. Semuanya berperan penting, tidak ada yang tidak penting atau sia-sia.

Kita seringkali mengeluh, menggerutu, dan protes kepada Sang Sutradara. Mempertanyakan peran yang sudah diberikan. Seakan ada ribuan pertanyaan dan uneg-uneg yang ingin sekali disampaikan dan harus dituruti. “Kenapa saya dikasih peran ini, sih? Saya maunya dapet peran jadi pejabat, berjas, berdasi, dan dikagumi orang!”, dan masih banyak lagi keluhan lainnya. Padahal, Ia sudah menyiapkan kita dengan peran terbaik selama berlakon di pentas dunia ini.

Peran yang sering kita anggap kecil dan sepele, faktanya berdampak sangat besar bagi kehidupan. Sayangnya, tidak banyak orang yang menyadari. Lihatlah gedung DPR/MPR yang megah di Senayan itu, seandainya tidak ada pasukan oranye yang berperan menjaga kebersihan lingkungan, mungkin sekarang halaman Gedung Nusantara itu penuh dengan sampah dan dedaunan. Apakah para pejabat di sana mau turun tangan, sekadar keluar dan menyapu halaman? Rasanya tidak.

Contoh lainnya, kita tahu bahwa menjadi seorang dokter merupakan impian banyak orang (termasuk saya, hehe), setiap kali kita dirawat di rumah sakit, atau sekadar membesuk sanak saudara yang sedang sakit, yang selalu kita puji seiringkali hanya Sang Dokter saja. Wah, padahal ada banyak sekali orang yang berperan mengerjakan tugasnya masing-masing membantu dokter menunjang kesembuhan pasien. Ada perawat yang bergantian keluar-masuk ruangan dan kamar untuk memantau perkembangan pasien, mengganti cairan infus, bahkan sekadar membawakan makanan. Ada apoteker yang gesit meracik obat yang diresepkan dokter, agar takarannya pas dan pasien tidak overdosisis, ada sopir ambulans yang selalu siap siaga menjemput dan mengantar pasien dengan cepat dan tepat, bahkan, ada teknisi yang bertanggung jawab menjaga dan memelihara peralatan medis dan pasokan listrik yang dibutuhkan rumah sakit. Lihat, semuanya memiliki peran penting, kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun