Mohon tunggu...
Hanifullah Hafidz Arrizal
Hanifullah Hafidz Arrizal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bukan orang yang pandai

ingin menjadi orang yang berguna bagi sesamanya

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tantangan Persatuan dan Kesatuan Negara

8 Oktober 2021   03:40 Diperbarui: 8 Oktober 2021   03:45 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Indonesia dibentuk dari banyak akar yang Bersatu padu, berjanji menjadi satu. Indonesia di satukan oleh banyak perbedaan yang awalnya saling memisahkan. Di ilhami rasa korsa, satu rasa, satu sakit semua sakit. Rasa benci akan penindasan para penjajah yang semena mena merendahkan kerja dari pribumi. 

Kitapun Bersatu, menjadi padu, berjanji untuk tetap utuh membagi rasa sakit kita kepada yang lainya. Bersatu menjadi asa untuk merdeka. Tak kurang seluruh pemuda bangsa Indonesia merasa muak akan rasa sakit yang sama. Mengambil langkah pertama untuk dapat bebas dan kembali berkuasa. "Kita pemilik tanah ini!" Seru seorang berucap.

Perjuangan mereka tak sia sia. Kemerdekaan hasil para pejuan bangsa diraih dengan darah merona. Rasa Lelah terbayar melihat semua orang di jalan berpesta Indonesia merdeka. Namun, kemerdekaan bangsa bukanlah titik akhir dari perjuangan bangsa Indonesia. Menjaga kemerdekaan tetap satu dan utuh merupakan tantangan yang jauh berbeda dari perjuangan meraih kemerdekaan itu sendiri.

Pemberontakan-pemberontakan terjadi. Bandung menjadi lautan api, semarang berperang selama lima hari dan masih banyak lagi. Adu fisik pun terjadi. Para sekutu tak terima Indonesia merdeka. Mereka masih ingin menguasai tanah ini karena banyak keuntungan yang datang bersamanya. Sayang seribu sayang, rakyat Indonesia telah satu. Tekad bulat dengan mata penuh api membara muak akan penjajahan dan kolonialisme. 

Tak ada satupun percobaan mereka yang ingin merebut kembali tanah ini berhasil di lakukan. Tak ada satupun ujung jari mereka yang berusaha menumbangkan negeri ini, berhasil menyentuh tiang tegak tempat sang merah putih berkibar. Sak ada satupun dari mereka, yang menggentarkan semangat para pemuda dan semua pejuang bangsa untuk mundur, menyerah tanpa perlawanan. 

Pasukan merekalah yang akhirnya dipaksa mundur. Pasukan merekalah yang akhirnya dipaksa untuk pergi. Pasukan mereka lah yang akhirnya lari dari medan berapi. Terbirit birit menuju kapal mereka untuk kabur, untuk kembali ke tempat asal mereka masing masing.

Badai perjuangan fisik, perontok semangat juang bangsa, gagal membunuh asa kita untuk tetap merdeka. Mereka gagal dengan besar nya dan kita menang dengan megahnya. Tak ada satupun kekecewaan yang muncul dari hati para pemuda, golongan tua, dan mereka semua yang berjuang untuk Indonesia. Laun waktu berlalu. Perang yang berbeda pun dimulai kembali. Fisik bukan lagi kunci. Mental lah yang diuji. Ngeri! Rasa damai negeri ini seperti taka da masa tenang sedikit pun.

Pada zaman masa modern, apa masalah utama bangsa yang menjadi kekhawatiran paling serius untuk keberlangsungan bernegara. Satu jawaban pasti. PEMUDA. Masa yang telah berbeda, perasaan damai yang telah dimiliki mereka sejak mereka lahir mengurangi perasaan mereka untuk mencintai negeri ini dengan sepenuh hati. 

Tak ada rasa perjuangan untuk merdeka karena kedamaian yang telah mereka rasakan sejak awal membuka mata mereka. Tak ada yang salah dengan kemerdekaan, tak ada yang salah dengan kedamaian. Namun, perjuangan bangsa untuk teteap merdeka berada di tangan generasi muda yang nantinya akan menggantikan generasi tua yang cepat atau lambat akan memudar satu persatu.

Mudah rasanya kami, pemuda pemudi Indonesia mengucap Aku Cinta Indonesia. Mudah rasanya kami mengucap bahwa kami merdeka. Sayang seribu sayang. Cinta tak dibalas dengan cinta, cinta dibalas dengan ucap kosong dalam mulut yang terderngar keren bagi sesamanya namun pedih bagi yang lain yang mendengarnya. Cintamu memang tak palsu, tapi cintamu masih belum sebanding dengan cintaku dulu semasa perjuangan 45.

Banyak sekali faktor yang diyakini mengurangi rasa cinta tanah air generasi baru bangsa Indonesia. Yang terbesar adalah sifat individualis yang semakin menutupi budaya bangsa Indonesia yang gotong royong pada sesame. Canggihnya teknologi , majunya sarana komunikasi menjadi kemudahan bagi para pemuda bangsa. Tak perlu dari mereka untuk melangkah kedepan maju untuk perlu bersosiali sasi satu sama lainya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun