Mohon tunggu...
Hadenn
Hadenn Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Football and Others

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Beauty and the Beast, Kala si Cantik Tersihir akan Kegagahan Bad Boy

14 Juni 2024   11:31 Diperbarui: 14 Juni 2024   11:59 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Malika Favre/THE NEWYORKER)

Beauty and the beast, salah satu kisah kasih klasik paling sering diceritakan ulang, satu dari sedikit tempat di mana si Cantik bisa jatuh cinta kepada si Buruk Rupa. Meski, tak bisa dipungkiri di akhir cerita si Buruk Rupa berubah menjadi pangeran tampan, agak sulit diterima mengingat pada versi pertama si Buruk Rupa tidak berubah. 

Benar, saking terlalu sering diceritakan ulang, akhir cerita di antara versi pertama dan terakhir pun menjadi berbeda. 

Di sini kita akan mendiskusikan tentang beberapa bagian dari film ini, bagian paling menarik, dan mengandung unsur mendalam di dalam sana. Memang tak bisa dibantah Beauty and the beast bukan cuma film anak, tetapi juga terdapat nilai-nilai tentang manusia terimplementasikan dalam cerita. 

Pertama, bagaimana si Cantik bisa jatuh cinta pada si Buruk Rupa, tak bisa dibantah ini merupakan plot dasar dalam cerita, tetapi terdapat beberapa hal mendasar sering dilupakan sebagian besar pria di dunia ketika menonton film ini, dan karena mereka lupa angka lesbian dunia bertambah terus-terusan.

Mulai dari gejala sindrom Stockholm, peran hormon testosteron, hingga kegilaan wanita akan tantangan. Memang tak terbantahkan agak sulit untuk dipikirkan dengan nalar, tetapi si Cantik sudah terpanah bermodalkan ketiga pendekatan ini. 

Sindrom Stockholm


Kita semua tahu di hari pertama cerita si Cantik secara terpaksa harus tinggal di dalam istana si Buruk Rupa, perlahan dan pasti mengidap sindrom Stockholm di mana merupakan gangguan psikologis membuat korban sandera merasa simpati dan rasa sayang pada pelaku. 

Sindrom ini membentuk ikatan psikologis melalui serangkaian keadaan cukup spesifik, terutama ketika terjadi ketimpangan kuasa selama masa penyanderaan.

Hal ini bisa dinilai sebagai respons psikologis korban untuk bertahan hidup atau mengatasi situasi yang ekstrem dan menakutkan. Memang benar korban akan mengalami ketakutan teror, tetapi pada titik tertentu justru korban ingin melindungi pelaku kejahatan.

Semua ini sangat persis dengan pengalaman dialami si Cantik, terutama pada versi asli cerita di mana ketika tiba masa dia dipersilahkan untuk keluar dari istana, si Cantik justru memilih tetap tinggal di sana, awal dari kemunculan rasa kasih.

Meskipun, pada versi terbaru cerita hal ini digambarkan sebagai kebebasan pilihan dari si Cantik, dia tinggal dalam istana karena menikmati semua fitur disediakan dalam sana, termasuk perpustakaan besar dan makanan enak disediakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun