Dengan kesadaran seperti Rocky, tak bisa dipungkiri mereka yang tidak puas akan mengambil posisi menetap, akan selalu bersikap mengkritisi, juga mengambil jalan perlawanan secara konstitusional guna membentuk kebijakan prima untuk semua.
Di samping itu, eksistensi oposisi bisa dikatakan memperkuat sistem demokrasi secara keseluruhan, mereka memainkan peran sebagai rekan sparing dengan pemerintah dalam membuat kebijakan guna membentuk, juga menjauhkan negara dari berbagai pelanggaran hukum, administrasi, dll.
Seperti kita semua tahu, perpolitikan Indonesia ini belum dewasa menyikapi oposisi. Mereka lebih sering "tergagap-gagap" mengatasi perbedaan pendapat, juga serangan dari pihak berseberangan.
Tergagap-gagap di sini bisa dikatakan setiap pemimpin, mulai dari sang Proklamator, hingga bapak Jokowi sekalipun, mereka kerap kali dinilai belum berhasil memberikan tempat memadai untuk kalangan oposisi. Mereka semua memilih jalan "merangkul".
Perbedaan Suara
Pemerintahan optimal akan selalu memberikan ruang bebas kepada oposisi, mereka membiarkan demokrasi berjalan lebih sehat melalui pembahasan topik yang selalu berkembang seiring pemerintahan berjalan.
Pihak oposisi mengkritisi kebijakan dari luar pemerintahan, sementara pemerintah memberikan perhatian, juga mengevaluasi setiap kebijakan diambil. Biarkan semua pandangan kritis atau bahkan negatif mengudara di publik, meski secara kasat mata tidak menguntungkan, tetapi pandangan ini sangat bernilai di mata publik.Â
Perlu menoleh kembali bahwa era reformasi ini muncul dikarenakan peran kuat oposisi, mereka tak kenal lelah mengontrol perilaku otoritarianisme, juga membongkar gurita korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) pada masa itu. Bahkan, di era terparah menurut kebanyakan sejarah, pemerintah masih memelihara oposisi.
Maka, bukan suatu kesalahan untuk mengatakan penghapusan oposisi lebih buruk dari Orde Baru, walau pernyataan ini tidak bisa selalu dibenarkan.
Oposisi merupakan cerminan terhadap rezim pemerintahan, mereka perlu  selalu bercermin guna tetap terlihat cantik. Mulai dari menata rambut kurang rapi, memberikan perpanjangan alis, atau memerahkan gincu yang memudar.
Dengan demikian, pemerintahan bisa terlaksana lebih sehat, seperti sebuah belati yang selalu diasah setiap hari untuk tetap tajam, belati ini akan menjadi kurang tajam ketika berhenti diasah lebih lanjut. Begitupun juga demokrasi, tidak ada keindahan demokrasi tanpa kebebasan bersuara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H