Benzemaaaaaaaaaa!!!!!
Bagi anak angkatan 22, terutama penggemar sepakbola, Benzema tak bisa dibantah merupakan nama terbesar manusia keturunan Aljazair-Perancis. Dua negara yang kita semua tahu memiliki sejarah panjang, juga melelahkan selama ratusan tahun, terutama momen di mana Perancis pernah menjajah Aljazair selama 130 tahun.
Sebelum ke sana, kita semua tahu Perancis bukan negara baik menurut pandangan sejarah, terutama momen di mana Napoleon Bonaparte berhasil 'diamankan', hampir tidak ada kebaikan sejarah tersisa di sana, semua orang lebih mengenal negara ini sebagai negara agresi.
Ini semua sangat berbeda dengan sekarang, di mana Perancis lebih terkenal dengan kebudayaan seperti seni, cara berpakaian, juga makanan. Sementara, orang Perancis juga dikenal sebagai seorang penuh gaya, bahkan mereka memiliki istilah tersendiri untuk ini 'je ne sais quoi'.
Di samping itu, Perancis merupakan rumah dari anggur, hampir semua anggur terbaik dunia tersedia di sana. Bukan cuma anggur, tetapi juga hampir semua talenta dunia lahir di tanah ini, dari sepakbola sebagai contoh, generasi fenomenal mereka tak pernah berhenti hingga hari ini.
Meski demikian, ini semua tampak tidak berlaku untuk negara tetangga, terutama Aljazair di selatan sana. Meski, tak bisa dipungkiri kedua negara cukup dekat secara ekonomi, tetapi tensi terhadap imigran, juga sejarah masih diteruskan hingga hari ini.
Beruntung, kita semua tidak akan ke sana, dari sini akan menggali lebih dalam tentang berbagai persamaan dari kedua negara. Mulai dari makanan, kesenian, juga hiburan, terutama sepakbola yang masih menjadi olahraga paling diminati dari kedua negara.
Kesenian
Pertama, kesenian Perancis sangat dipengaruhi oleh Aljazair, beberapa artis ini membuat gaya lukisan seperti Orientalism dan Impressionism berdasarkan dari situasi keseharian di sana.Â
Kedua negara juga berbagi teknik kesenian yang sama. Mereka menggunakan minyak cat untuk melukis, tanah liat untuk memahat, juga menenun dengan benang, memakai teknik sama.
Di samping itu, kedua seniman dari kedua negara juga memiliki kecintaan yang sama terhadap laut Mediterania, semua terlihat dari penggunaan warna cerah dari alam yang sering kali terlihat dari pemeran kesenian dari kedua negara.
Secara keseluruhan, kedua negara bisa dibilang berbagi beberapa hal cukup signifikan dari sini. Kolonialisasi dari Perancis betulan memberikan sebuah tanda tersendiri untuk kedua negara, memberikan sentuhan keunikan yang tak tergantikan.
Makanan
Salah satu hal memungkinkan untuk menyatukan semua orang adalah makanan, cukup dengan makan bisa menyenangkan semua orang, bahkan beberapa orang cukup tidak kelaparan sudah senang, semua ini cukup menjawab pembagian beras secara struktural oleh pak Lurah sebelum pemilihan kepala desa.
Kembali untuk topik utama, dua negara memiliki hidangan utama cukup sama tak lain Bouche la Reine dari Perancis yang dimiripkan dengan Pastilla dari Aljazair. Kedua hidangan ini dari luar tak bisa dipungkiri cukup beda, tetapi dari bahan dan variasi tak bisa dibantah sama.
Di samping itu, beberapa deser dari Perancis seperti Eclairs et Religieuses juga dikatakan terpengaruh dari Mignardises, salah satu deser paling terkenal dari tanah Aljazair.
Selain itu, beberapa teknik memasak dari Aljazair, seperti penumisan dan penggunaan mentega ke dalam makanan seringkali dikatakan meminjam dari Perancis punya masakan.
Terlepas dari semua kesamaan, terdapat satu hal terbantahkan di mana kedua warga negara memiliki tradisi sama untuk menikmati kopi, dengan kematangan sempurna, juga disajikan dalam gelas kecil untuk mencari kepekatan rasa.
Meski demikian, untuk urusan rasa kedua negara memiliki selera berbeda. Perancis lebih menyenangi rasa manis, membenci rasa pedas. Sedangkan, Aljazair memiliki kecenderungan menoleransi rasa manis, juga menyenangi rasa pedas.
Olahraga
Kedua negara ini sepakat menobatkan sepakbola sebagai olahraga kegemaran di antara semua, terlebih Perancis yang kita semua tahu memiliki sejumlah prestasi mendunia di sini. Namun, tahukah kalian dibalik prestasi gemilang Perancis selalu ada darah Aljazair memberi kontribusi.
Zinedine Zidane
Zinedine Yazid Zidane tak bisa dibantah merupakan pemain terbaik sepanjang sejarah Perancis, bahkan Thierry Henry juga berkata demikian, bisa dipastikan tidak ada perdebatan di sana.
Bermain sebagai pemain nomor 10 klasik sepanjang karier, memberikan ketenangan untuk semua bola diarahkan ke sana, juga mengejutkan lini pertahanan dengan teknik-teknik mematikan, Zizou bisa dibilang seorang megabintang di tengah puncak permainan.Â
Selain itu, Zizou bukan cuma bermain sepakbola, tetapi juga memenangkan semua gelar yang mungkin untuk dimenangkan. Mulai dari penghargaan individu seperti ballon d'or hingga penghargaan tim terbesar Euro dan piala dunia.
Terlepas dari kesuksesan sebagai pemain, Zizou juga bisa dibilang sama baiknya sebagai pelatih. Dia berhasil memenangkan beberapa penghargaan liga, juga piala dunia antar klub, dan yang terpenting di antara semua bisa memenangkan tiga liga Champions beruntun, sesuatu yang tak pernah terjadi sebelum ini.
Benzema
Berdampingan dengan Zizou, juga ada Karim Mostafa Benzema di sana, striker terbaik milik Prancis beberapa tahun ke belakang. Satu-satunya pemain nomor 9 pernah memenangkan ballon d'or di era Cristiano dan Lionel.
Bermain sebagai nomor 9 sepanjang karir, Benzema dikenal sebagai pemain yang mementingkan tim, selalu mau turun menjemput bola untuk memberikan ruang kepada pemain lain, tetapi selalu memiliki sisa tenaga untuk menyelesaikan peluang depan gawang.
Benzema juga merupakan top assist sepanjang masa untuk el Real (165), mengalahkan Cristiano (132), juga mengalahkan Raul Gonzales (116).Â
Benzema juga di urutan nomor ke-2 top scorer sepanjang masa untuk el Real (354), lebih banyak dari Raul Gonzales (323), berada di bawah Cristiano (450).
Salah satu momen tak terlupakan dari Benzema merupakan musim 2022, satu musim sebelum dia memutuskan menerima tawaran Saudi Arabia, momen di mana Real Madrid tak pernah menjadi tim diunggulkan, tetapi justru kembali berhasil menjadi juara liga Champions. Berbagai momen sekali untuk seumur hidup disajikan sepanjang musim.
Lalu, apakah Aljazair marah dengan semua talenta yang hilang?
Tergantung, beberapa media Aljazair tentu menyayangkan putra terbaik bangsa harus bermain untuk negara lain, apalagi Perancis yang bisa dibilang terkenal dengan rasis, bahkan Benzema bisa dibilang salah satu korban rasis di sana.
Ketika mencetak gol aku seorang Perancis, ketika tidak aku seorang Imigran.
Meski demikian, baik pemain atau negara sendiri tak pernah mempermasalahkan semua sudah terjadi, negara menyadari Perancis memiliki prospek lebih baik untuk berprestasi sebagai pemain sepakbola level dunia. Sedangkan, pemain tentu juga menyadari kemudian hari rasisme tak akan bisa dihindari.Â
Dengan sikap saling menerima dari kedua negara, beberapa tahun belakang Aljazair seperti mendapatkan nasib baik, generasi hari ini boleh jadi yang terbaik sepanjang sejarah, mereka memenangkan piala Afrika merupakan yang pertama setelah 29 tahun berpuasa gelar.
Setelah semua, sebagai orang luar tentu kami berharap hubungan dari kedua negara berjalan harmonis, entah apapun masalah masih ada di sana segara diselesaikan dengan sempurna, atau tetap ditahan di batas kewajaran, selama tidak ada kata 'perang' bisa dikatakan aman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H