Pernah ada seorang teman bertanya, mana yang lebih penting pujian atau kritikan?
Jika menjawab secara awam maka kemungkinan pujian itu penting karena bisa membuat orang-orang pada umumnya senang, sebaliknya kritikan biasanya akan membawa sedikit gesekan rasa yang kadang sukar kita terima. Itu secara awamiah.
Setingkat lebih tinggi dari itu adalah jawaban yang lebih akomodatif yang mengatakan bahwa keduanya penting. Pujian penting karena bisa memberi motivasi tambahan ketika kita sedang “down” terbombardir oleh kritikan? Tapi yang menjadi pertanyaan adalah ketika yang terjadi sebaliknya, kita mendapat pujian kemudian kita mendapat kritikan yang tajam yang membuat kita “down”. Fase ini memang adalah fase yang rawan. Maka apabila pujian yang kita dapat itu terlalu “manis” maka bisa jadi kita terbuai dan mengabaikan pesan dari sebuah kritikan yang datang setelahnya. Intinya dalah fase ini kebijaksanaan dalam menyikapi keduanya adalah sangat penting.
Yang terakhir adalah fase yang dimana sangat megapresiasi kritikan dgn porsi yang sangat menonjol ketimbang pujian. Bisa jadi orang yang berada pada tahap ini tidak merespon sebuah pujian sama skali dan lebih fokus terhadap kritikan. Dasar berfikirnya apa? Dasar berfikirnya adalah pujian itu lahir dari sebuah olah fikir yang sangat sederhana atau bahkan ada yang mengatakan tanpa berfikirkan orang bisa memberikan pujian kepada kita, buktinya pujian itu bisa datang secara spontan dari orang lain. Sedangkan kritikan lahir dari sebuah proses berfikir yang kompleks. Tidak ada kritikan yang datang secara spontan, yang datang secara spontan yang kadang dianggap sebagai sebuah kritikan adalah sentimen atau sinisme, keduanya harus diabaikan sepenuhnya krn tdk akan memberikan manfaat apa-apa jika meresponnya.
Kritikan dan pujian adalah persoalan substansi, substansi yang mana yang lebih berkontribusi terhadap perkembangan diri kita secara pribadi maka fokuslah lebih terhadap substansi tersebut. Bukankah mereka yang menjadi bisa lebih baik hari ini daripada hari kemarin adalah mereka yang beruntung?
Terima kasih,
Makassar, secangkir kopi tanpa rokok
HH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H