Mohon tunggu...
Haendy B
Haendy B Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger, Football Anthutsias

mengamati dan menulis walau bukan seorang yang "ahli" | Footballism

Selanjutnya

Tutup

Money

Alfamart, Modernitas Untuk Warga Pinggiran.....

30 Oktober 2011   20:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:16 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandangan-pandangan konservatif tentang sebuah pasar, seringkali menghasilkan kenyataan yang menindas nilai-nilai humanis yang selama ini tidak dipahami sebagai nadir dalam kebudayaan bangsa. Pasar yang berisikan toko, penjual, barang-barang kebutuhan menjelma menjadi ketidaktertiban, kesemerawutan, serta ketidakbersihan yang justru menjadi identitas masyarakat. Perilaku ini coba dipilah dari sektor yang menawarkan sebuah nilai-nilai komersial yang tinggi. Dan perubahan ini menjelma menjadi minimarket. Dengan kesan bersih dan rapi, dan minimarket mampu membangun etika sosial menjadi lebih baik serta mampu menjawab segala macam kegelisahan atas degradasi sosial tersebut. Bisa dikatakan inilah takdir ekonomi republik ini. Suara-suara yang terbentuk dari rasionalitas modern akhirnya melahirkan Alfamart sebagai salah satu konsep baku minimarket. Yang termanifestasi dalam geliat modernitas terkini. Konsep-konsep yang ditawarkan oleh Alfamart ternyata dapat menjawab kabar getir dari tradisionalisme negatif. Kegetiran yang menjangkiti rata-rata pemikiran orang Indonesia dijawab dengan inovasi yang melegitimasi ideologi ekonomi itu sendiri. Salah satu konsepnya yaitu konsep 24 jam non stop. Dengan cara ini Alfamart mampu menjawab argumentasi bahwa seringkali kebutuhan lahir secara mendadak dan cendrung terdesak, konsep 24 jam nonstop ini juga mencerminkan kegairahan yang sebenarnya dari pertumbuhan ekonomi tersebut. Walaupun diawal-awalnya sempat menghasilkan friksi-friksi tentang konsensus ekonomi Indonesia yang ditopang dari masyarakat menengah kebawah. Hal yang menjadikan Alfamart perlahan tapi pasti mampu menjadi acuan baru tentang pemenuhan kebutuhan. Sebuah hal yang positif, yang berpihak pada masyarakat didaerah pinggiran terutama di Ibukota seperti saya yang selalu mengandalkan Alfamart dalam pemenuhan mendesak disaat menjelang tengah malam terkait tugas kedinasan yang didapat. Resistansi pasti ada, bahkan menjadi patokan untuk perbaikan kedepan. Dan dengan cara penawaran harga murah serta asimilasi dengan dunia perbankan seperti pembayaran melalui kartu debit maupun kartu kredit serta terdapatnya ATM (Anjungan Tunai Mandiri) menjadikan Alfamart sebagai pionir dalam konsep ini. Segala cara tentang penanganan ekonomi pinggiran yang dikembangkan Alfamart menjadi "penyesatan" untuk ketergantungan masyarakat itu sendiri, yang akhirnya dari simbol modern bermetamorfosis menjadi ekonomi rakyat, karena bukan Alfamart sendiri yang bergelut dengan aktivitas ekonomi, disana juga ada tukang parkir, pedagang kaki lima yang membuat terjalin ekonomi kerakyatan yang sinergis. Lahirlah Alfamart sebagai kebutuhan bagi masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun