Inggris memang sudah kehabisan jalan dalam kampanye untuk "memulangkan sepakbola ke rumahnya" dipiala dunia Rusia setelah dikalahkan Kroasia dengan skor 2-1.Â
Langkah Inggris untuk jadi juara 3 pun tak terbentang karena dikalahkan Belgia 2-0. Senyawa Inggris yang saat mengalahkan swedia begitu dipuja hilang tak membekas. Inggris harus bersiap 4 tahun lagi untuk menggelorakan "Football Coming Home".Â
Jika dikilas balik sepanjang sejarah piala dunia membentang, Inggris lebih sering menjadi penggembira atau lelucon terkecuali saat tahun 1966 karena menjadi juara.
Ketika negara-negara Eropa dan Amerika latin berulang kali mengangkat piala dunia, Inggris malah sebaliknya penuh sumpah serapah para pendukung karena kegagalan demi kegagalan yang terus dipetik sepanjang piala dunia berlangsung.
Sepakbola seperti sihir kala negara Inggris dengan putaran uang hingga triliunan di liga namun tak mampu membentuk timnas yang tangguh seperti Brazil, Argentina, atau Prancis, Padahal sudah banyak pelatih dan pemain asing salah satunya Guardiola yang filosofi mampu mengubah kekolotan sepakbola " kick and rush" Inggris yang usang dan katanya membawa tuah kepada negara tempat dia bekerja sebagai pelatih.Â
Banyak yang menghubungkan antara faktor Guardiola dan juara piala dunia karena tahun 2010 ketika Guardiola melatih Barcelona dan Spanyol kemudian menjadi juara dunia, lalu di Jerman kala melatih di Bayern Munich dan Jerman menjadi juara dunia ditahun 2014.Â
Namun faktor Guardiola kembali menjadi penentu berhenti ditanah Inggris untuk sementara. Kekalahan dari Kroasia tak banyak melahirkan umpatan dan sindiran dari media Inggris yang terkenal galak terhadap timnas sendiri.Â
Jika dilihat faktor keberhasilan Spanyol dan Jerman menjadi juara dunia adalah buah dari pembinaan jangka panjang, Spanyol muncul sebagai juara karena telah menaklukan kejuaran junior sepakbola di Eropa diawal milenium sehingga ketika generasi telah memasuki usia emas, Spanyol tinggal butuh faktor pelatih yang mampu menampilkan mental juara.Â
Jerman setali tiga uang sejak kegagalan di Euro 2004, mesin sepakbola Jerman mampu melahirkan pembinaan jangka panjang pemain muda hingga generasi Philiph Lahm mampu menaklukan tuan rumah Brazil 1-7 dan Argentina difinal piala dunia 2014 dengan skor 1-0.Â
Keikutsertaan Jerman dikejuaraan mayor seperti piala Eropa, piala dunia, hingga piala konfederasi berbanding lurus dengan pembinaan pemain muda sehingga mampu menghasilkan 2 gelar juara yaitu piala dunia 2014 dan piala konfeferasi 2017.
Kini Inggris seperti halnya Spanyol dan Jerman, mereka sudah menghasilkan para juara diturnamen junior, di level junior, filosofi permainan Inggris yang berubah tersebut bisa dibilang sukses seperti timnas Inggris U-20 yang menjadi juara dunia pada 2017 lalu dan timnas Inggris U-19 berhasil meraih Piala Eropa sebelum Jerman merebutnya kembali  2017 lalu.Â