Mohon tunggu...
Haendy B
Haendy B Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger, Football Anthutsias

mengamati dan menulis walau bukan seorang yang "ahli" | Footballism

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Copa America: Chile, Menunggu dan Jalan Yang Terjal

9 Juli 2015   14:42 Diperbarui: 9 Juli 2015   14:42 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesebelasan timnas Chile merayakan juara Copa Amerika 2015 (goal.com)

Menunggu bukanlah pekerjaan menyenangkan, tanya Van Gogh, legenda seni rupa yang sepanjang hidupnya tak mampu membuat lukisannya yang dibuat menjadi idola publik, sampai ajal menjemput saja Van Gogh tak meramalkan ketenarannya, menunggu kata yang selalu dilihatnya atau yang diucapkan dalam hatinya.

Vincent van Gogh adalah keindahan yang kasar, kejujuran yang emosional dengan warna-warna yang berani. Seorang pelukis belanda yang karyanya terkenal, ia memiliki pengaruh luas pada abad seni ke-20. Setelah gangguan kecemasan bertahun-tahun yang menyakitkan serta serangan penyakit mental, ia meninggal pada usia 37 akibat luka tembak, dianggap sengaja dikenakan diri sendiri (meskipun tidak ada senjata yang pernah ditemukan). Karyanya kemudian diketahui oleh hanya segelintir orang dan dihargai oleh beberapa orang.

Menunggu ketenaran lukisan Van Gogh pada masanya sama halnya dengan Chile yang menjadi juara Copa Amerika setelah bermain dalam 173 laga di kompetisi Amerika Latin tersebut. Sukses untuk pertama kalinya sepanjang 99 tahun sejarah Copa America merupakan hal yang spesial karena ada jalan yang terjal yang harus dilalui. Kesuksesan pertama mereka itu sekaligus membuat Argentina gigit jari lagi. baru pada tahun inilah, ketika Copa America dihelat di negara sendiri, Chile mengangkat trofi. Sebelumnya, Chile sudah empat kali menjadi runneru p.

Chile pertama kali melangkah ke final pada tahun 1955 dulu masih bernama Campeonato Sudamericano de Football (South American Football Championship). Ketika itu, Copa America juga dilangsungkan di negara sendiri dan formatnya masih dalam bentuk grup, di mana tiap tim peserta saling berhadapan satu kali. Pada perhelatan tersebut, Chile finis di bawah Argentina yang akhirnya keluar sebagai pemenang. Pada pertandingan terakhir di grup itu pula, Chile kalah 0-1 dari Argentina. Setahun berselang dalam sebuah turnamen edisi ekstra, tapi masih diakui secara resmi oleh CONMEBOL, Chile mengalami nasib yang sama. Kali ini, mereka harus puas menjadi runner-up di bawah Uruguay.Ketika masuk ke era Copa America, Chile dua kali menjadi runner-up lagi, masing-masing pada tahun 1979 dan 1987. Pada dua edisi tersebut, Chile kalah dari Paraguay dan Uruguay di partai puncak.

Era Kesuksesan generasi emas Chile dimulai dari mengorbitnya Alexis Sanchez dari Udinese ke Barcelona, kemudian muncul Arturo Vidal, Eduardo Vargas, dan Claudio Bravo. Era emas Chile sendiri mulai diramalkan ketikasosok Ivan Zamorano dan Marcelo Salas mulai menggebrak sepakbola Italia dan dunia. Namun era mereka lenyap lewat sensasi generasi emas Brazil yang merajai Amerika Latin dan Dunia.

Chile memulai Perjalanan terjal di Copa America kali ini, perjalanan yang menguras emosi namun pada akhirnya membawa mereka akhirnya menjadi tim yang terbaik di Copa America edisi ke-44. Perjalanan terjal Chile sendiri berawal sejak turnamen belum berlangsung. Saat itu, berhembus kabar yang menyebut terjadi keretakan tim di mana Sanchez dikabarkan berseteru dengan Marcelo Diaz dalam laga persahabatan melawan El Salvador.

Kisruh tak berlangsung lama, Chile yang mengawali pertandingan Grup A langsung merebut kemenangan 2-0 atas Ekuador tanpa mengingat konflik antar pemain, tapi tak berapa lama dirundung masalah lain. Gelandang andalannya, Arturo Vidal, diketahui mabuk dan mengalami kecelakaan tunggal selepas melakoni pertandingan kedua melawan Meksiko. Saat itu, Vidal yang diketahui menenggak alkohol, mengalami kecelakaan hebat hingga mobilnya hancur. Meski sang pemain tak mengalami cedera, kasus tersebut langsung menjadi sorotan publik akibat ulah indisipliner pemain Juventus dianggap mencoreng Chile sebagai tuan rumah turnamen.

Pelatih Jorge Sampaoli pun sedikit berjudi dengan tetap memasukkan nama Vidal dalam pertandingan penentuan Grup A melawan Bolivia. Beruntung, timnya tak terpengaruh dengan insiden tersebut dan tetap melaju ke perempat final berkat kemenangan telak 5-0. Namun, masalah belum enyah menghantui Chile. Di babak delapan besar melawan Uruguay, La Roja kembali dihantam insiden kontroversial. Bek andalannya, Gonzalo Jara, dijatuhi hukuman oleh CONMEBOL akibat memprovokasi Edinson Cavani.

Kejadian tersebut makin berbuntut panjang setelah Jara juga disebut mengejek ayah Cavani. Chile akhirnya kena getahnya setelah sang pemain dihukum tiga pertandingan oleh CONMEBOL yang berarti mesti absen hingga final. Masalah yang hinggap sejak sebelum turnamen hingga perempat final, akhirnya menjadikan Chile makin matang di sisa turnamen. Mereka bisa mengandaskan Peru 1-0 di semifinal dan melaju ke final menantang favorit juara, Argentina.

Lewat pertandingan yang sengit dan berakhir tanpa gol selama 120 menit, Chile akhirnya memastikan trofi pertamanya setelah menang 4-1. Trofi penuntas dahaga untuk tim paling kontroversial sepanjang turnamen kali ini pun mereka rebut setelah ditunggu selama 99 tahun, ya selama 99 tahun bukan waktu yang sebentar.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun