[caption id="" align="aligncenter" width="288" caption="Mancini tersenyum sumber (thepremier league .com)"][/caption] Mancini sosok yang merendah, entahlah apakah ini "senjata" untuk menjatuhkan lawan melalui sebuah pujian atau memang sosoknya Mancio (panggilan Roberto Mancini) yang selalu bisa mengendalikan euforia kemenangan. Dan jika akhirnya Man. City juara maka sikap Mancini tepat dengan kerendahan hatinya. Ia pernah menjadi "dewa" ketika dirinya datang saat Lazio sedang krisis keuangan. Ia menghidupkan energi Lazio yang terampok oleh krisis finansial dengan kerelaan akan hak gajinya yang mungkin tak terbayar. Tapi ditengah serba kekurangan, Mancini mempersembahkan gelar Coppa Italia kepada Lazio yang juga mantan klubnya sewaktu menjadi pemain, sebelum akhirnya diangkut Massimo Moratti ke Inter. Oleh Morrati, Mancini diberi mandat untuk membenahi Inter setelah skandal "Calciopolli" terungkap. Inter seperti terbang bebas ketika para pesaing Juventus dan AC Milan tersandung efek Calciopolli. Juventus terdegradasi, Milan mendapat pengurangan poin. Inter melesat dengan scudetto di tahun kedua Mancini. Tahun ketiga walaupun Juventus dan AC Milan sudah kembali tapi mental Inter Milan sudah terlanjur seperti Karang, Scudetto masih dipertahankan. Hanya satu kekurangan yang tak mampu ditolelir oleh sang bos Morrati, Liga Champion, hal yang bisa dilakukan oleh suksesor berikut Mancini, Jose Mourinho. Sakit hati Mancini segera terbayar, usai sebuah klub kaya baru lahir di Manchester, ya Manchester City dikuasai oleh gelimpangan dollar ala Timur Tengah melalui Syeikh Mansour yang ingin menandingi rivalitas si "neighbour" Manchester United, hal yang dianggap pameo karena banyak klub di Inggris raya yang justru ingin menghindari rivalitas dengan si setan merah. Mancini datang diawal tahun 2010, usai Mark Hughes dianggap tak mampu memenuhi dahaga sang bos yang ingin Manchester City menjadi raksasa baru bukan hanya di Inggris tapi juga di Eropa. Mancini datang, diikuti belasan pemain yang bernilai ratusan juta pounds. Para pemain Mancini bukanlah yang termasuk mudah diatur, seperti Mario Balotelli dan Carlos Teves. Dua orang yang mewarnai karir kepelatihan Mancini beberapa tahun ini.
[caption id="" align="aligncenter" width="198" caption="ballotelli (sumber tangkas.com)"][/caption] Mario Balotelli, sibengal dari Italia, berdarah Ghana namun tak mengakui darah Ghananya karena orang tua yang membuangnya dulu. Hingga seorang Italia bernama Ballotelli menyelamatkan hidup sikecil Mario. Mario pun menambah Balotelli sebagai identitas dia, seorang yang pernah ditolak akademi La Masia kini menjadi bintang si Manchester Biru dan untuk ini ada peran Mancio yang sudah memberi tempat spesial bagiya di Inter dan Man. City. Ketika seorang Ballotelli dianggap habis oleh Mourinho dan seluruh Interisti, maka orang pertama yang menggaransi kehebatan Mario adalah Mancini. Mancini meyakinkan petinggi Man. City bahwa Mario Balotelli adalah salah satu bakat hebat Italia. Apa yang dikatakan Mancini sempat benar ketika derby Manchester, Balotelli menjadi sosok bersinar dan dipuji seantero Eropa.
[caption id="" align="aligncenter" width="207" caption="Mancini Berserteru dengan Teves sumber(bolatopone.blogspot.com)"][/caption] Teves adalah simbol Manchester, menjadikan seorang kapten tim diawal kedatangannya adalah bentuk Psy War kepada Manchester United. Karakter Tevez yang meledak pernah menjadi bumerang bagi seorang Mancini. Pernah disuatu ketika Tevez berniat untuk "menghajar" Mancini karena menganggu keasyikan Teves yang sedang membuat gol dengan menggantinya ditengah pertandingan, untung saja saat itu ada seorang James Milner yang memisahkan Teves, pertikaian selesai tapi citra Mancini jatuh diantara rekan pelatih yang lain. Disaat ini seharusnya Mancini harusnya membekukan status Teves, tapi karena Teves masih terlalu penting bagi tim, Mancini memilih untuk melupakan permasalahannya. Mancini mempersembahkan gelar pertama untuk Man. City, gelar piala FA berhasil memuaskan dahaga 34 tahun Man. City tanpa gelar. Disini seorang Teves masih diplot Mancini sebagai bagian terpenting tim, hingga datang seorang Kun Aguero sebagai matahari baru Roberto Mancini. Giliran Mancini yang mampu bersikap dengan Teves yang dimulai dengan mencopot ban kapten Teves untuk diberikan kepada Vincent Kompany. Teves pun dikucilkan dengan sering mencadangkan Teves hingga kasus menolak untuk dimainkan muncul saat laga melawan Bayern Munich di liga Champion. Mancini pun dibuat marah bukan kepalang atas sikap Carlos Teves, ia pun bersumpah untuk tak pernah memainkan Teves, tapi janji tinggal janji ketika kepentingan tim menjadi prioritas utama, ketika Teves membuat pernyataan maaf, Mancini pun legowo untuk memainkan Teves. Keputusan ini dinilai tepat karena ketika Teves dimainkan kondisi tim sering labil hingga puncak klasemen yang lama dihuni Manchester City direbut Manchester United. Dini hari tadi Manchester United berhasil ditaklukkan dengan skor 1-0, dengan mampu mengendalikan situasi internal yang sempat bermasalah, Mancini pun bersyukur atas sikapnya yang selalu mengutamakan kepentingan tim. Ya terkadang ada saatnya harus mengorbankan masalah pribadi demi kepentingan tim, hal yang berat namun akan berbuah manis nantinya. Jika akhirnya Man. City gagal juara maka kita sudah disuguhi sikap pengorbanan ala Mancini, sepakbola terkadang penuh pengorbanan..... Jakarta, 1 May 2012 Twitter : @haendy_busman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H