Mohon tunggu...
Haendy B
Haendy B Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger, Football Anthutsias

mengamati dan menulis walau bukan seorang yang "ahli" | Footballism

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Jakarta Monorail: Demi Publik Kenapa Harus Konflik?

7 Juni 2014   09:22 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:52 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tiang monorel mangkrak (merdeka.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="301" caption="peta monorel Jabotabek (skyscrapercity.com)"][/caption] Era milenium dibawah kepimpinan gubernur Sutiyoso, Jakarta mencoba transformasi untuk menjadi kota yang beradab, sebuah mimpi yang harus dimiliki kota besar apalagi ibukota negara, bukan hanya dalam retorika semata tapi sebuah gagasan yang digantungkan dalam langit harapan Jakarta. Pola transportasi mulai dibentuk, angan-angan untuk minimal tertinggal satu langkah dari terintegrasinya transportasi Singapura bisa tercapai. Tapi tertinggal satu langkah saja sulitnya minta ampun, untuk mengejar tertinggal satu langkah dari Singapura, Jakarta harus meniru Singapura untuk mempunyai BRT, Monorel, Subway, Waterway, bayangkan untuk Singapura dengan wajah MRTnya yang sudah mencapai 11 koridor, dibandingkan Jakarta dengan MRT nya yang harus menunggu 25 tahun minimal untuk pelaksanaannya. BRT yang dilahirkan dengan nama Trans Jakarta menjadi tonggak sejarah pola transportasi massal dibuat, sebuah awal untuk meraih kesetaraan dengan banyak kota maju dinegara-negara lain. BRT Trans Jakarta menjadi magnet diawal-awal peluncuran walaupun tak signifikan untuk menarik para pengendara bermotor roda dua atau empat "bedol desa" ke angkutan umum. Sesudah BRT Trans Jakarta, niat gubernur Sutiyoso untuk lanjut dalam pembangunan transportasi makin tak terbendung karena sesuai perkiraan para pengamat dan ahli transportasi bahwa  jalanan Jakarta akan stuck tahun 2014 dan untuk itu pembangunan moda transportasi segera dilakukan. Setelah eksekusi BRT Trans Jakarta, gubernur Sutiyoso mulai ancang-ancang untuk membangun Monorel, konsep yang sama dengan Malaysia dan Singapura. Kenapa Monorel Jakarta Mangkrak? [caption id="" align="aligncenter" width="276" caption="tiang monorel mangkrak (merdeka.com)"][/caption] Monorel Jakarta terbagi dalam dua jalur yakni jalur hijau (green line) yakni Semanggi-Casablanca-Kuningan-Semanggi dan jalur biru (blue line) yang meliputi Kampung Melayu-Casablanca-Tanah Abang-Roxy. Dalam rancangannya proyek ini terbagi dalam 3 fase, Fase Pertama, Koridor Jakarta sepanjang 27km. Dengan pembagian Jalur hijau (14km) dan jalur Jalur biru (13km). Fase Kedua, Jakarta ke Bekasi dan Cikarang (18-30km). Fase Ketiga: Jakarta ke Tangerang dan Karawaci (16-25km) Rancangan proyek itu ternyata mendapatkan respon yang positif dari investor. Pada  29 Agustus 2003, PT Indonesia Transit Central (ITC), konsorsium yang terdiri dari PT Adhi Karya, PT Global Profex Sinergy dan PT Raidant Utama memprakarsai pembangunan monorel. Dalam pelaksanaannya PT ITC menggandeng MTrans Holding dari Malaysia. Konstruksi pun mulai dikerjakan dengan membuat tiang-tiang pancang pada 2004. Namun, hal itu hanya berjalan beberapa minggu. Setelah selanjutnya pada 31 Juni 2004 proyek ini dialihkan ke konsorsium PT Jakarta Monorail dan Omnico Singapura. Meski berbagai persoalan telah menghadang, namun Sutiyoso tetap bersih kukuh melanjutkan pembangunan monorel. Hal terbukti pada 15 Februari 2006, Sutiyoso atau yang lebih dikenal Bang Yos memastikan pembangunan monorel dilanjutkan setelah ada bantuan dana dari Dubai Islamic Bank, Uni Emirat Arab, sebesar lebih dari Rp4,6 triliun. Berdasarkan hal ini Bang Yos meresmikan pembangunan jalan monorel pada 17 Februari 2006. Beberepa bulan setelah peresmian, tepatnya 5 Juni 2006, Sutiyoso meminta pemerintah turut menjamin proyek monorel. Kebijakan ini diperlukan sebagai syarat pencairan bantuan dana dari Dubai Islamic Bank. Namun sayangnya permintaan tersebut ditolak oleh menteri keuangan saat itu, Sri Mulyani Inderawati. Penolakan tersebut sekaligus memastikan bahwa pembangunan monorel ditunda. Monorel Jakarta: Persoalan Infrastruktur atau Politik. [caption id="" align="aligncenter" width="451" caption="grounbreaking Monorel Jakarta oleh pak Jokowi (antara.com)"]

grounbreaking Monorel Jakarta oleh pak Jokowi (antara.com)
grounbreaking Monorel Jakarta oleh pak Jokowi (antara.com)
[/caption] Sejarah berganti ketika Jakarta dipimpin oleh gubernur Jokowi, Jokowi cepat tanggap menjawab berbagai permasalahan kemacetan Jakarta. Semua proyek yang tak dijalankan oleh gubernur sebelumnya langsung disegerakan oleh Jokowi, Monorel dan MRT yang tersendat coba langsung dikebut. Tiang-tiang mangkrak monorel coba diselamatkan. Bayangkan Jakarta dengan predikat Ibukotanya membiarkan selama bertahun-tahun tiang yang tak  jadi dan menggangu pemandangan dan citra ibukota. Per Oktober 2013 PT Jakarta Monorail mendapat mandat langsung dari gubernur Jokowi untuk lanjut "mengecor" tiang-tiang yang terbengkalai tersebut. Jokowi dan seluruh warga Jakarta berharap monorel bangkit dari tidur panjang dan langsung kebut untuk menjadi bagian dari kehidupan warga Jakarta. Tapi kembali PT Jakarta Monorail terganjal kali ini syarat PKS (Perjanjian Kerja Sama) yang belum dipenuhi oleh PT Jakarta Monorail. Tiga syarat yang saat itu belum dipenuhi meliputi financial closing, kajian teknis, dan aspek legal. Usai memenuhi syarat Perjanjian Kerja Sama, PT  Jakarat Monorail terganjal, syahdan tak terbangunnya monorel ibukota, Pemrov DKI mulai meragukan kemampuan finansial PT Jakarta Monorail. Bayangkan untuk transportasi berbasis rel tunggal ini tak kurang dari 15 Triliun harus disiapkan, belum lagi konflik tiang pancang dengan PT Adhi Karya yang belum beres dan juga PT Jakarta Monorail yang harus menyediakan garansi bank yang kisarannya 5% dari total dana pembangunan atau sekitar 750 Milyar. Dana garansi bank ini disiapkan jika PT Jakarta Monorail tak mampu menyelesaikan dalam 3 tahun maka dana garansi bank tersebut menjadi milik Pemprov DKI. Kompasiana Nangkring [caption id="attachment_342102" align="aligncenter" width="300" caption="acara kompasiana nangkring (dokpri)"]
14025586711415454626
14025586711415454626
[/caption] Mengenai polemik monorel Jakarta hari sabtu tanggal 24 Mei 2014 PT Jakarta Monorail mengadakan diskusi dengan para blogger Kompasiana. Namun nampaknya diluar dugaan karena acara ini juga mengundang para jurnalis berita dari bermacam media. Dapat ditebak acara membludak dengan kapasitas kursi yang jauh dari peserta yang datang termasuk wartawan. Hadir sebagai narasumber adalah Tjipta Lesmana, Konsultan Bidang Infrastruktur BAPPENAS,Lukas Hutagalung, hingga Editor Megapolitan KOMPAS.com,Laksono Hari Wiwoho , pengamat transportasi publik Darmaningtyas,  dan tentunya Direktur Umum PT Jakarta Monorail,Jhon Aryananda. Pak Prof Tjipta Lesmana mencoba mengupas persoalan dari sisi politik dimana dalam hal ini berkaitan dengan tantangan Pak Ahok menguji PT Jakarta Monorail. Pak Tjipta Lesmana mempermasalahkan pernyataan pak Ahok yang seolah-olah mengancam PT Jakarta Monorail jika pak Ahok jadi gubernur. Pak Dharmaningtyas sendiri sebagai pengamat transportasi publik mengedepankan bagaimana pentingnya Monorail sebagai salah satu bentuk transportasi publik yang akan mengurai benang kusut kemacetan Jakarta. Pak Laksono sendiri cendrung untuk mengkaji nilai pembangunan monorel yang akan terus meningkat jika ini tak terbangun. Epilog [caption id="" align="aligncenter" width="188" caption="monorel Kuala Lumpur (detik.com)"][/caption] Kuala Lumpur dan Singapura telah memiliki monorel terlebih dahulu, tetapi dengan kecederungan penumpang yang stagnan dan menurun merupakan hal yang dari sisi bisnis cendrung tidak menguntungkan dan akan dihindari oleh perusahaan. Beberapa perusahaan pengelolaan Monorel itu justru bergantung kepada properti yang dimiliki disekitar lahan monorel dan menjadi nilai tambah. Tapi konsep ini bisa dipatahkan di Indonesia jika jalurnya diubah bukan melingkar ditengah kota tapi dari daerah padat penduduk yang berada disekitaran Jakarta termasuk kota-kota penyangga seperti Bekasi, Tanggerang dan Depok. Kepadatan penduduk yang besar sehingga menyebabkan kemacetan yang luar biasa parah akan membuat orang memilih,terus menikmati macet atau naik transportasi umum. apalagi moda ini mempunyai jalur sendiri, bayangkan aman, cepat, murah, monorel akan menjadi andalan warga Jabodetabek. Jika niat awalnya membangun transportasi publik agar masyarakat lebih mudah berpergian dan memindahkan warga dari kendaraan pribadi ke angkutan umum maka kenapa sekarang harus berkonflik?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun