Gus dur pernah berkata dalam pidatonya ia mengatakan pluralism yang menjadi isi
buku dan roh dirinya diambil dari keputusan muktamar Nahdlatul Ulama (NU).
pada 1935. Muktamar memutuskan menjalankan syariat islam tapi tidak perlu negara islam di Indonesia. Pemikiran itu lahir dari pemikiran kakeknya K.H.Hasyim asy'ari dan ayahnya K.H. Wahid hasyim.
PERJUANGAN GUS DUR PADA MASA ORDE BARU
Pada tahun 1970-an, dimana kondisi Negara sedang mengalami transisi dari orde lama ke orde baru, Gus dur kembali ke tanah air setelah munempuh pendidikannya di timur tengah sejak tahun 1963. Gus dur lebih banyak menyampaikan gagasan dan pemikirannya tentang demokrasi melalui tulisan yang dimuat di beberapa
media cetak. Akibat lemahnya posisi tawar masyarakat sipil (civil society) terhadap hegemoni kekuasaan orde baru yang otoriter, membuat hilangnya nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan bernegara pada saat itu. Hal ini mendorong Gus dur untuk menyalurkan gagasan dan ide-idenya tentang demokrasi.
Demokrasi dalam penelitian ini dipahami sebagai pembebasan, keadilan, dan persamaan yang merupakan nilai-nilai yang selalu diperjuangkan oleh gus dur, disamping nilai-nilai pluralisme, yaitu kebhinekaan suku, agama, dan ras yang
menjadi bagian dari realitas kehidupan bangsa Indonesia. Gus dur menyadari kondisi psikologis masyarakat Indonesia di era orde baru yang cenderung refresif dan otoriter , telah membuat masyarakat menjadi sangat berhati-hati dalam menyampaikan gagasan dan pemikirannya, terutama yang berkaitan dengan kebebasan berkumpul dan berpendapat sebagai bagian dari
nilai-nilai demokrasi. Selain itu, Gus dur juga sebagai seorang komunikator politik dalam
mengkomunikasikan temikiran dan gagasan-gagasannya tentang demokrasi sebagai upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat sipil (civil society) akan hak hak pilitiknya selama masa orde baru.
Aktivitas gus dur dalam upaya menegakan demokrasi di Indonesia, dilakukan dengan menggunakan komunikasi verbal, yaitu keseimbangan antara perkataan dan perbuatan, Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Muhaimin iskandar;" yang menariknya dari gus dur'Kan bukan hanya sekedar tulisan dan gagasannya, tetapi dia melakukan komunikasi dengan melakukan gerakan". Ide-ide dan Gagasan gus dur tentang demokrasi sesungguhnya tidak
terlrpas dari perinsip-perinsip islam yang bersifat universal. Prinsip-prinsip yang juga menjadi doktrin Ahlussunnah Waljama'ah ini dirumuskan antara lain dengan sikap tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), dan I'tidal (adil) dalam berinteraksi dengan orang lain.
Selain itu, Gus dur membangkitkan gerakan kebangsaan (nahdlatul wathon) dalam berupaya menyadarkan masyarakat akan hak-hak mereka dalam hidup berbangsa dan bernegara. Gerakan ini lebih menekankan persatuan dan kesatuan serta menolak kecenderungan sektarianisme (Membela satu kelompok). Memasuki tahun 1980-an,Gus dur kembali mengemukakan gagasan dan
pemikirannya tentang islam dan pluralisme agama(Toleransi agama) dalam Negara demokrasi, menurutnya islam itu sangat menghargai pluralitas dalam kehidupan
masyarakat yang merupakan inti dari ajaran demokrasi itu sendiri.
Dalam setiap pembicaraan tentang demokrasi, Gus dur selalu mengaitkannya dengan nilai-nilai budaya dan ajaran Negara. Bahkan didalam
sebuah kesempatan, Gus dur juga mengutip sejumlah ayat-ayat Alqur'an untuk memperkuat argumentasinya tentang demokrasi dan pluralitas.
 Nilai-nilai pluralisme yang diperjuangkan gus dur yang sejalan dengan Alqur'an, Yaitu: " Inna kholaknaakum min dzakarin wa untsa, wajaalnakum syu'ubaw waqobailaa lit'aarafu ". Selain itu nilai pluralism juga sejalan dengan
ahlussunnah wal jamaah, yaitu: tasammuh, yang berarti toleran terhadap pandangan, baik dalam masalah keagamaan yang bersifat khilafiyyah maupun masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.
Pada era 1990-an, Presiden Suharto memberikan restu bagi berdirinya
ICMI dibulan desember, jelas suatu peristiwa yang luar biasa mengingat situasi politik yang sudah sangat refresif dan adanya sikap kritis dari kelompok militeryang dulu mendukung Soeharto. Organisasi ini meliputi berbagai kalangan, baik pegawai pemerintah maupun tokoh-tokoh cendekiawan muslim. Adanya wadahbagi kaum intelektual muslim ini yang dinilai gus dur telah mengarah pada sektarianisme dan mengancam pluralisme yang ada di indonesia.
Hal ini lah yang justru menjadi dasar kekhawatiran gus dur terhadap pembentukan ICMI, menurutnya, bila salah satu agama menguasai pemerintahan, maka tidak menutup kemungkinan agama yang lain pun akan menuntut hal yang sama. Situasi dan kondisi ini lah yang akan menjadi terjadinya konflik dan
perpecahan bangsa, sebagaimana yang dikemukakan Muhaimin iskandar, salah
seorang kader muda NU.
PRESIDEN RI