Mohon tunggu...
Muhammad Hadziq Averroes
Muhammad Hadziq Averroes Mohon Tunggu... Lainnya - Santri SMPIT/Pondok Pesantren Insan Madani Banjarmasin

Tertarik menulis ketika berumur 9 tahun dan terus belajar menulis lebih baik. Pada usia 11 tahun menerbitkan sebuah novel sederhana "Play Armada".

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Golden Revolver (Bagian IV)

8 Februari 2024   12:14 Diperbarui: 8 Februari 2024   12:17 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Anehnya dari gelagat , kelima orang itu terlihat terlatih, berbadan besar dengan otot bertonjolan, rompi anti peluru lebih menutupi dan juga kokoh, rompi sebelumnya standar, menahan serangan tapi tetap membuat pingsan. Kor tahu lawannya lebih kuat, tapi untuk wasiat tidak masalah. "waktunya" desis si pria, golongan dua Mittikal dalam tubuhnyamenderas dalam pembuluh darah, muncul sosok hampir transparan berwarna kebiruan, menyerang dalam langkah lebar.

Sesuatu berputar cpat, jleb. Menancap pada bahu salah satu orangbesar itu. Sedikit erang sebelum dilepas paksa, sebuah pisau dapur dari arah dapur pula. Disana ada kepulan asap hitam tebal, dari sana terdengar langkah kaki, banyak lebih dari dua. Seorang gadis keluar, "Addes" bisik Kor, muncul lagi yang sama persis. "Mittikal" "cih" mantan kolega meludah kelantai, dia lalu berdiri mencabut pisau dipinggangnya. Dari dalam asap keluar lagi Erlan bersama Mittikalnya. Ada lima bantuan tiruan sekarang, untuk satu lawan, darah bertumpahan.

DAK.

Kor terkapar, berdiri dan mengambil kuda-kuda, targetnya kini berada di depan mata. "Bocah atau yang kubilang Kor" kata target itu, tersenyum bengis, pakaian merfahnya seperti mengucapkan kemarahannya. "seharusnya hanya aku pemilik Mittikal, semua ini adalahuang bisnis keringatku, ayahmu kubayar untuk membuat penelitian, tapi pelanggaran berat dilayangkan. Pengkhianat!" teriaknya, semenatar pertarungan berkecamuk di belakang mereka. "aku tahu apa isi wasiat itu. Sebaba itulah kau target, beserta pengguna Mittikal" lanjutnya.

Kor hanya diam, ekspresi datar dari topengnya menyimpan misteri. "wasiat tetatplah wasiat. Mantan kolega ayah" jawab Kor., perlahan tangannya mengisi 6 bilik kosong dalam magazine. Ada suara klek kecil. "harus terpenuhi"" dua kali suara memekakkan dengan langkah kecil Kor, kedua orang itu meningkatkan kecepatan bersamaan. Kor melompat

BUGH.

Tendangan pria itu melesat, mengenai mantan kolega, terjatuh, langsung berdiri, mencekik Kor dan menjatuhkannya, dan melayangkan tendangan, tendangan lain mengarah ke kepala. Kor berdiri menghindar, mengarahkan revolver, simantan kolega mengankat kakinya naik denganmemaksa mendorong pelatuk, timah terbuang kelangit-langit, lalu ia menendang dengan lutut.

Kor sedikit mengerang, meletakkan telapak tangan ke wajah lawan, menyepak tumit, terjatuh badan itu. Mantan kolega membalik badannya akan duduk, Kor menendang perut, lalu menyepak perut, berbalik lagi menghadap keatas, memilih menendang dari bawah. Tapi siku Kor lebih dulu mengincarnya, masih dialihkan untuk menusuk perut.

Mantan kolega memontahkan darahdari mulutnya, menyembur cipratan kewajah Kor, terasa peris di tenggorokan. Tangannya cepat menyusup kebaik kepala Kor, menarik pengait topeng emas itu hingga putus. Kor berdiri, mencegah benda berharga itu jatuh kelantai. Mantan kolega berdiri lalu melompat mundur., menciptakan jeda sebentar, napas mereka saling terengah.

Dengan pelan Kor memasukkan topeng dalam jubahnya. "Semua ini hanya menghabiskan waktu" kata mantan kolega, dia mendengus, menyapu darah dengan tangan memegang pisau, hatinya hampir bungkam ketika melihat serangan demi  serangan dari lawannya. Sekarang dia serius menerjang cepat. Kor mengangkat revolver biasa, peluru meletup, meleset beberapa senti dari kulit wajah, mantan kolega orang berbaju merah itu, melesat, menusuk bagian perut.

Kor terhunyung mundur darah mengalir dari sana. Si pria mengaduh pelan, mencekik lawannya lalu menjatuhkan, dia menindih dengan lutut, menahan gerak, dengan cekatan mencabut golden revolven, melekatkannya di dahi, hening.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun