Aku lihat ia menaiki papan beroda. Ia berjuang dengan segenap kekuatan yang tersisa. Sisa kekuatan itu ada pada tubuh dan tangannya. Kau tahu mengapa? Karena kakinya telah tiada. Ia cacat.
Ia tidak tinggal diam. Dengan penuh semangat ia mendorong papan yang membawa tubuhnya dengan satu tangan. Papan pun meluncur dan satu tangannya yang lain ia sodorkan. Mengharap belas kasihan di tengah keramaian sebuah pasar.
Hatiku tersentuh. Lunglai, sendu. Begitu hebatnya perjuangan ia. Aku berikan sedikit uang yang kupunya. Aku mengemis hikmah padanya. Dan ia berikan segera dalam hatiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H