Muhammad Abduh, ulama pembaharu Islam asal Mesir, menafsirkan cukup penting ayat yang akrab didengar sehari-hari, yaitu surat al-Baqarah (2) ayat 201 yang terjemahnya sebagai berikut, "Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka'".Â
Ayat ini, dalam konteksnya, perlu dibaca secara lengkap agar kita dapat mereguk sebaik-baiknya hikmah al-Qur'an. Didapati ayat di atas disebutkan dalam konteks ibadah yang agung : ibadah haji.Â
Selengkapnya ditulis terjemah  ayat sebelumnya dan ayat sesudahnya, yaitu ayat 200 dan 202; Keseluruhannya ditulis berikut,  "Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu), atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia', dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat;  Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka; Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitunganNya".
Ayat 200 menjelaskan perintah kepada kaum muslimin yang berhaji untuk mengingat Allah. Maknanya bisa dua : mengingat dengan melafalkan kalimat-kalimat zikir tertentu, atau berzikir dengan hati. Pada ayat tersebut, dicontohkan (salah satu) bentuk zikirnya adalah dengan doa.Â
Ayat di atas menegaskan dua bentuk zikir doa yang amat berbeda satu sama lain; yang satu (jamaah haji yang) berdoa meminta kebaikan di dunia saja, tanpa memedulikan kebaikannya di akhirat, sementara yang lainnya berdoa untuk kedua-duanya : kebahagiaan di dunia dan akherat.Â
Menarik menyimak penjelasan Muhammad  Abduh terhadap doa 'sapu jagat' di atas. Dalam tafsir al-Manar, tokoh pembaru ini menuliskan adanya perbedaan penafsiran para ulama terkait bentuk kebahagiaan di dunia (fi al-dunya hasanah), yaitu kesehatan, kecukupan, isteri yang saleh, anak-anak yang berbakti, harta yang bersih, ilmu, pengetahuan, beribadah, dan ketaatan.Â
Sementara kebahagiaan di akherat (wa fi al-akhirat hasanah)Â dicatatnya ada dua penafsiran, yaitu pertama syurga (al-jannah) dan yang kedua adalah melihat Allah (al-ru'yah).Â
Pada khususnya penafsiran kebahagiaan di akherat di atas, jelas bahwa ada 'semacam' nikmat di atas nikmat syurga, yaitu melihat Allah swt. Jika syurga merupakan keberlimpahan kenikmatan dari Allah dan menjadi dambaan dari setiap mukmin yang tercermin dari doanya 'Ya Allah aku mohon ridaMu dan syurgaMu', maka nikmat melihat Allah merupakan dambaan di atas semua itu. Tidak bisa ditulis dengan kata-kata nikmat perjumpaan dengan Allah ini, karena keterbatasan sesuatu selain Allah, termasuk kehebatan akal untuk melukiskan dengan kata-kata. Karena itu, ada baiknya penjelasan tidak begitu memuaskan ini, dicukupkan.Â
Tidak perlu memang pelukisan apapun dari manusia terkait 'janji' perjumpaan dengan Allah ini. Yang terang dalam surat al-Kahfi (18) ayat 110, Dia sendiri membimbing kita semua yaitu '..Siapa yang berharap berjumpa dengan Tuhannya, maka hendaknya ia berbuat amal kebaikan dan tidak menyekutukanNya'.
Sungguh berbahagia para hujjaj yang pada ibadah hajinya berdoa meminta kebahagiaan di dunia, lebih-lebih di akhirat. Sungguh berbahagia juga orang-orang yang selain mereka, tetapi terus semangat juga berdoa memohon kebahagiaan di dunia, dan juga-juga lebih-lebih di akhirat.  Â