Mohon tunggu...
Hadi Wijaya
Hadi Wijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Mahasiswa Angkatan 2018

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pekerja Bayaran Sebelum Tanam Paksa di Jawa Abad 19

22 November 2021   19:50 Diperbarui: 22 November 2021   20:03 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sistem tanam paksa atau disebut juga sebagai Cuulturestelsel merupakan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kolonial Belanda di Hindia Belanda, terutama Pulau Jawa yang merupakan pusat dari segala kegiatan di Hindia Belanda. Sesuai dengan sebutan orang Indonesia, Cuulturstelsel merupakan bentuk eksploitasi ekonomi yang dilakukan oleh Belanda untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Pemerintah kolonial Belanda mempekerjakan masyarakat Hindia Belanda (Indonesia) untuk menjadi buruh perkebunan dan lain sebagai-Nya. Menurut DH Burger dalam bukunya menyatakan bahwa pada awal abad ke-19 perekonomian di Jawa masih ditentukan oleh ikatan feodal dan komunal. Para petani dan tembaga kerja serta hasil pertanian di mobilisasi untuk memenuhi kebutuhan tuan-tuan tanah supradesa. Namun pertanyaannya apakah sebelum diberlakukan sistem tanam paksa atau Cuulturstelsel tidak ada buruh bayaran atau di luar sistem tanam paksa?

Sejak tahun 1960 para ilmuwan mulai meragukan teori yang digunakan DH Burger mengenai tidak adanya tenaga bayaran atau buruh bayaran sebelum diterapkannya sistem tanam paksa. Para ahli kemudian melakukan riset dalam kajian sejarah lokal yang menunjukkan bahwa sebelum diterapkannya sistem tanam paksa ternyata sudah ada tenaga bayaran di Jawa, hal tersebut terbukti dengan banyaknya petani yang menanam tanaman perdagangan, dan mendagangkan hasil pertaniannya dalam perdagangan bebas.

Salah satu contoh pekerja bayaran yang sudah ada sebelum sistem tanam paksa adalah Porter atau kuli pengangkut barang yang sudah ada di daerah Kedu yang didasarkan pada laporan dari asisten Raffles yaitu John Crawfurd yang mengatakan bahwa pada tahun 1812 di kedu terdapat sekitar 20.000 gladhag atau Porter menerima gaji. Sehingga dari laporan tersebut dapat dikatakan bahwa pada awal abad ke-19 banyak petani atau masyarakat yang tidak memiliki tanah dan tidak terikat oleh ikatan komunal dan feodal bekerja sebagai Porter atau kuli pengangkut barang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun