"Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely". Demikian itulah kutipan yang seringkali kita dengar tentang sifat manusia ketika dia mendapatkan kekuasaan. Kutipan tersebut keluar dari mulut Lord Acton, seorang ahli sejarah terkenal yang hidup di abad ke 19. Beliau merupakan pemikir terkenal yang selalu bersinggungan dengan teori politik dan kekuasaan. Di dalam kutipan nya di atas, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan adalah ibarat Narkoba yang membuat para pengguna nya merasa kecanduan.
Berada di posisi teratas dalam suatu ruang lingkup organisasi dan pemerintahan, membuat mereka terlena akan nafsu bejat kekuasaan yang mereka pegang. Tak bisa dipungkiri bahwa sejarah manusia, khususnya republik ini, diwarnai dengan adanya nafsu bejat kekuasaan bagi siapa saja yang memilikinya. Rela mengorbankan ribuan nyawa, menghancurkan apapun yang menjadi penghalang nya.Â
Baru - baru ini, publik dihebohkan dengan sebuah berita yang mengguncang setiap mata yang membaca. Seorang mantan gubernur, pemegang jabatan penting di suatu daerah yang bertanggung jawab langsung dengan kepala pemerintahan sekaligus kepala negara, harus berurusan dengan Lembaga Pemberantasan Korupsi atas tindakan kejahatan korupsi yang ia lakukan. Seperti yang para pembaca lihat di atas, atau di media sosial yang berseliweran di layar Handphone, laptop, atau bahkan televisi kita, bisa kita lihat bahwa ia masih sempat melemparkan senyuman hangat kepada teman - teman wartawan media yang meliput wajahnya lalu menyebarkannya ke segala penjuru negeri. Melintasi ruang dan waktu.
Ia masih sempat melemparkan senyuman. Senyuman dalam penghinaan daripada tertunduk malu menunjukkan penyesalan. Sebuah fakta miris yang harus kita hadapi setiap kita melihat wajah - wajah para koruptor terpampang jelas dengan ekspresi tersenyum bahagia, tanpa merasa bersalah dan berdosa, secara tidak langsung telah membunuh jutaan nyawa tidak bersalah yang harus menanggung lapar serta penderitaan.
Penangkapan "Orang Bejat"Â ini bukanlah tanpa alasan. "Orang Bejat"Â ini telah melakukan sebuah perbuatan yang salah dan menghinakan dirinya sendiri di usia nya yang sudah senja. Mengkorupsikan uang sebesar Rp3 miliar hanya untuk bermain perempuan. Tidak adakah urat malu atau terpintas rasa takut akan perbuatan tersebut? Tidak mengherankan bahwa ia bisa melakukan perbuatan tersebut seenaknya karena ia memiliki banyak UANGÂ dan jaringan KONEKSIÂ yang luas terhadap aparat negara yang mungkin berdiri di belakang nya secara rahasia.
Sudah menjadi rahasia umum, bagaimana para koruptor diperlakukan bagaikan tamu VVIP yang ada di hotel bintang 5. Mendapatkan kamar paling mewah dengan fasilitas lengkap di dalamnya. Terdapat TV, kamar mandi, perpustakaan, ruang bersantai, AC, dan fasilitas penunjang lainnya yang tidak dimiliki oleh para tahanan lain di Rumah Tahanan yang sama. Penjahat kelas satu, berubah menjadi tamu kelas satu ketika mereka sudah masuk ke dalam Lembaga Pemasyarakatan. Menikmati semua fasilitas yang disediakan dengan uang - uang haram mereka, atau bahkan mereka bisa memanggil Pelacur dari luar guna melayani hasrat kebinatangan mereka yang memuncak.Â
Kekuasaan, kekayaan, jabatan, pangkat, adalah sesuatu yang membahayakan bagi siapa saja yang tidak sanggup secara moral, etika, akhlak, serta mental untuk mengelolanya. Jabatan, bukanlah sesuatu yang dapat dianggap enteng. Tetapi sesungguhnya setiap jabatan yang diemban oleh setiap orang dalam tubuh organisasi atau bahkan pemerintahan adalah suatu beban yang sangat berat. Bagaimana kepercayaan masyarakat atau orang - orang yang telah mempercayakan jabatan tersebut kepada kita harus kita jaga secara baik serta melaksanakan apa yang sudah mereka amanatkan kepada kita. Ini bukan persoalan tentang jabatan, tapi sesuatu yang lebih penting, yakni KEPERCAYAAN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H