Mohon tunggu...
Hadi Tanuji
Hadi Tanuji Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan, Analis Data, Konsultan Statistik, Pemerhati Hal Remeh Temeh

Aktivitas sehari-hari sebagai dosen statisika, dengan bermain tenis meja sebagai hobi. Olah raga ini membuat saya lebih sabar dalam menghadapi smash, baik dari lawan maupun dari kehidupan. Di sela-sela kesibukan, saya menjadi pemerhati masalah sosial, mencoba melihat ada apa di balik fenomena kehidupan, suka berbagi meski hanya ide ataupun hanya sekedar menjadi pendengar. Sebagai laki-laki sederhana moto hidup pun sederhana, bisa memberi manfaat kepada sesama.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbagi dengan Sesama, Bukber Menjadi Lebih Bermakna

16 Maret 2025   06:54 Diperbarui: 16 Maret 2025   08:40 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukber dengan berbagi, berbagi kebahagiaan (Sumber: humas.acehprov.go.id)

Ramadhan selalu membawa kebahagiaan. Suasana yang berbeda, penuh keberkahan, dan tentunya momen-momen yang dinanti, salah satunya adalah buka bersama atau bukber. Bagi sebagian orang, bukber adalah ajang silaturahmi, temu kangen dengan sahabat lama, atau bahkan sekadar menikmati hidangan lezat di restoran mewah. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan merenung, apakah semua orang merasakan kemewahan yang sama? Apakah setiap keluarga dapat menikmati buka puasa dengan hidangan yang cukup, apalagi mewah?

Melihat Sekitar Kita

Banyak dari kita mungkin tidak pernah mengalami kesulitan dalam menyiapkan menu berbuka. Begitu azan Maghrib berkumandang, tersedia berbagai pilihan makanan di meja: kolak manis, gorengan renyah, es buah segar, hingga aneka lauk-pauk yang menggugah selera. Namun, di luar sana, ada banyak orang yang hanya bisa berbuka dengan makanan sekadarnya, bahkan ada yang hanya minum air putih untuk menghilangkan dahaga.

Coba kita perhatikan berita-berita atau video di media sosial. Ada keluarga yang berbuka hanya dengan air teh dan sedikit nasi, ada pula yang menyantap tepung terigu dicampur gula karena tak ada makanan lain. Mirisnya, banyak dari mereka yang tidak mengeluh, tidak meminta-minta, hanya bisa menerima keadaan dengan ikhlas. Mereka menahan lapar sepanjang hari, namun berbuka dengan makanan yang jauh dari layak. Jika kita berada di posisi mereka, apakah kita mampu bertahan?

Fenomena kemiskinan di sekitar kita (Sumber: iNews.id)
Fenomena kemiskinan di sekitar kita (Sumber: iNews.id)

Puasa sejatinya bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang merasakan penderitaan orang-orang yang kurang beruntung. Jika kita mengerti hakikat ini, masih pantaskah kita menghamburkan uang hanya untuk menikmati bukber dengan kemewahan, sementara di sekeliling kita ada yang tidak punya cukup makanan untuk berbuka?

Bukber yang Bermakna, Tidak Hanya untuk Diri Sendiri

Bukber bisa menjadi lebih bermakna jika tidak hanya berpusat pada kesenangan pribadi. Kita bisa mengubah perspektif, bahwa bukber bukan sekadar ajang kumpul-kumpul dan menikmati makanan lezat, tetapi juga kesempatan untuk berbagi dan menumbuhkan kepedulian sosial.

1. Mengundang Mereka yang Membutuhkan

Jika kita hendak mengadakan bukber, mengapa tidak sekalian mengundang orang-orang yang jarang merasakan nikmatnya buka puasa dengan makanan yang layak? Mungkin tetangga kita ada yang kurang mampu, anak-anak yatim di sekitar kita, atau bahkan pekerja harian yang berjuang untuk menghidupi keluarga mereka. Dengan berbagi makanan, kita tidak hanya memberi mereka kebahagiaan, tetapi juga mendapatkan pahala yang berlipat.

2. Menyisihkan Sebagian untuk Berbagi

Bukber tidak harus selalu di restoran mewah dengan biaya yang besar. Jika kita mengalokasikan sebagian dari anggaran bukber untuk bersedekah, kita bisa membantu lebih banyak orang. Misalnya, sebelum berbuka, kita bisa membagikan takjil gratis di jalan, memberikan paket makanan untuk kaum dhuafa, atau menyumbang ke panti asuhan. Kebahagiaan sejati tidak selalu datang dari makanan yang kita santap, tetapi dari senyum orang lain yang merasa terbantu.

3. Tidak Berlebihan dalam Konsumsi

Sering kali, kita melihat makanan tersisa dan terbuang begitu saja setelah acara bukber. Ini tentu bertentangan dengan esensi puasa itu sendiri. Berhemat bukan berarti pelit, tetapi lebih kepada menghargai rezeki yang kita miliki. Jika kita makan secukupnya dan berbagi dengan orang lain, bukankah itu lebih baik daripada membiarkan makanan terbuang sia-sia?

4. Memanfaatkan Momen untuk Introspeksi

Setelah seharian menahan lapar dan haus, momen berbuka adalah waktu yang tepat untuk merenungkan diri. Apakah kita sudah menjalani puasa dengan sungguh-sungguh? Apakah kita sudah lebih peka terhadap penderitaan orang lain? Puasa hendaknya menyadarkan kita, bahwa banyak sekali keluarga yang berpuasa, bahkan di luar bulan Ramadan. Jangan sampai Ramadhan berlalu tanpa meninggalkan perubahan dalam diri kita.

Kebahagiaan Sejati dalam Berbagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun