Mohon tunggu...
Hadi Tanuji
Hadi Tanuji Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Institut Teknologi dan Bisnis Muhammadiyah Grobogan

Saya adalah ayah dari 5 anak dan suami dari 1 orang istri. Aktivitas sehari-hari sebagai dosen statisika yang selalu berkutat dengan angka, sehingga perlu hiburan dengan bermain tenis meja. Olah raga ini membuat saya lebih sabar dalam menghadapi smash, baik dari lawan maupun dari kehidupan. Di sela-sela kesibukan, saya menjadi pemerhati masalah sosial, mencoba melihat ada apa di balik fenomena kehidupan, suka berbagi meski hanya ide ataupun hanya sekedar menjadi pendengar. Sebagai laki-laki sederhana moto hidup pun sederhana, bisa memberi manfaat kepada sesama.

Selanjutnya

Tutup

Home

Keluarga di Ujung Tanduk? Inilah 8 Pilar untuk Mencegah Keretakan

29 Januari 2025   17:48 Diperbarui: 29 Januari 2025   20:47 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Keluarga (Sumber: Freepik)

Indonesia memiliki Sishankamrata, Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta. Ini merupakan strategi pertahanan negara yang melibatkan seluruh warga, wilayah, dan sumber daya yang ada. Tujuannya jelas, membentuk ketahanan negara agar tidak mudah hancur oleh ancaman dari dalam maupun luar. Bagaimana dengan keluarga kita?

Sebuah keluarga juga seharusnya memiliki sistem yang kokoh untuk menjaga ketahanan rumah tangga. Kita sebut sebagai Sishankamkera, Sistem Pertahanan dan Keamanan Keluarga Sejahtera. Sistem ini harus melibatkan seluruh anggota keluarga agar menjadi kesatuan yang tidak mudah rapuh, baik oleh faktor internal maupun eksternal.

Faktanya, tingginya angka perceraian di Indonesia menunjukkan adanya masalah serius dalam ketahanan keluarga. Rata-rata lebih dari 450.000 kasus perceraian terjadi setiap tahun dalam lima tahun terakhir. Penyebab utama meliputi perselisihan yang berkepanjangan tanpa ada kemungkinan rekonsiliasi, diikuti oleh masalah ekonomi, salah satu pihak meninggalkan pasangannya, poligami, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Salah satu alasan di balik rapuhnya ketahanan keluarga adalah kurangnya pemahaman pasangan yang menikah tentang peran dan fungsi keluarga. Padahal, menjalankan fungsi keluarga dengan baik dapat mencegah konflik yang berujung pada perceraian. Oleh karena itu, pasangan suami istri perlu membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan dalam membangun rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

Baca juga: Nasi Gudangan, Aku Padamu

Keluarga adalah unit terkecil yang menjadi fondasi utama masyarakat. Awalnya, keluarga terbentuk dari penyatuan dua individu melalui pernikahan. Dari sinilah bahtera kehidupan mulai berlayar dengan anggota keluarga yang terikat bukan hanya oleh darah, tetapi juga oleh kasih sayang dan komitmen. Keluarga seharusnya menjadi tempat di mana hak dan kewajiban ditunaikan dalam suasana penuh kehangatan dan kebersamaan.

Untuk membentuk ketahanan keluarga yang kuat, setiap anggota keluarga harus memahami dan menjalankan fungsinya. Ada setidaknya delapan fungsi utama yang menjadi pilar ketahanan keluarga:

  1. Fungsi Reproduksi
    Keluarga menjadi tempat kehidupan baru dimulai dengan kelahiran anak-anak. Namun, lebih dari sekadar meneruskan keturunan, fungsi ini juga mencakup tanggung jawab orang tua dalam mendidik, membesarkan, dan membimbing anak-anak agar menjadi individu yang mandiri dan berkontribusi bagi masyarakat.
  2. Fungsi Ekonomi
    Keluarga berperan sebagai unit ekonomi, di mana suami dan istri bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasuk pangan, papan, pendidikan, dan rekreasi. Pengelolaan keuangan yang baik dalam keluarga sangat penting untuk menciptakan kesejahteraan serta menghindari konflik ekonomi yang bisa menggoyahkan rumah tangga.
  3. Fungsi Sosialisasi
    Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak-anak dalam belajar norma, etika, dan nilai-nilai kehidupan. Orang tua harus memberikan contoh yang baik dalam berinteraksi dengan masyarakat, menanamkan sikap empati, toleransi, serta membentuk karakter yang kuat sejak dini.
  4. Fungsi Edukatif
    Selain menjadi tempat pendidikan akademik awal, keluarga juga memiliki peran utama dalam membentuk disiplin, moralitas, dan pemahaman agama anak-anak. Pendidikan keluarga lebih dari sekadar teori; ia merupakan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari yang akan menjadi fondasi bagi anak dalam menghadapi dunia luar.
  5. Fungsi Protektif
    Keluarga berfungsi sebagai benteng perlindungan bagi seluruh anggotanya. Proteksi ini bisa berupa keamanan fisik, emosional, maupun finansial. Setiap anggota keluarga harus merasa aman dan nyaman, baik dalam menghadapi tantangan eksternal maupun permasalahan internal.
  6. Fungsi Religius
    Keluarga menjadi tempat utama dalam menanamkan nilai-nilai spiritual dan keyakinan agama. Ibadah bersama, membaca kitab suci, serta berdiskusi tentang nilai-nilai moral dan kehidupan menjadi bagian penting dalam menciptakan keluarga yang memiliki ketahanan spiritual.
  7. Fungsi Rekreatif
    Kebahagiaan dalam keluarga juga diperoleh melalui aktivitas rekreasi bersama. Kegiatan seperti berlibur, bermain, atau sekadar makan malam bersama membantu memperkuat ikatan emosional dan mengurangi stres yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
  8. Fungsi Afektif
    Fungsi ini merupakan inti dari keluarga, di mana kasih sayang, perhatian, dan dukungan emosional menjadi elemen utama yang memperkuat ketahanan rumah tangga. Ekspresi cinta melalui perhatian, kata-kata hangat, dan kebersamaan menjadi faktor penting dalam membangun keharmonisan keluarga.

Baca juga:  Kamu Akan Temukan Tuhan di Sana

Seluruh fungsi ini harus dijalankan secara seimbang. Dominasi satu fungsi dengan mengabaikan yang lain dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam kehidupan rumah tangga. Misalnya, terlalu fokus pada fungsi ekonomi dapat mengurangi aspek afektif yang seharusnya menjadi pondasi utama keluarga.

Keseimbangan dalam menjalankan semua fungsi keluarga akan menciptakan ketahanan rumah tangga yang kokoh. Dengan demikian, keluarga tidak hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga pusat kebahagiaan, perlindungan, dan pertumbuhan spiritual serta sosial bagi setiap anggotanya.

Pada akhirnya, keluarga bukan hanya sekadar tempat bernaung, melainkan juga sekolah kehidupan, tempat ibadah, dan pelabuhan kasih sayang. Jika setiap keluarga mampu menjaga keseimbangan fungsi-fungsinya, maka istilah seperti "broken home" tidak lagi menjadi ancaman. Karena sejatinya, rumah yang sebenarnya adalah tempat di mana cinta dan pengertian menjadi bagiannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Home Selengkapnya
Lihat Home Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun