Pengasuhan anak (parenting) adalah salah satu tanggung jawab terbesar yang diemban oleh orang tua. Sayangnya, banyak orang tua yang tanpa sadar melakukan kesalahan dalam mendidik anak, yang kemudian berdampak pada perkembangan psikologis dan emosional anak di masa dewasa. Kesalahan ini tidak selalu berbentuk kekerasan fisik, tetapi bisa berupa pola asuh yang kurang tepat yang meninggalkan dampak mendalam pada konsep diri anak.
Baca juga: Â Belajar Menjadi Unbeatable
Berikut adalah beberapa fakta penting terkait kesalahan orang tua dalam parenting yang memengaruhi perkembangan anak:
- Mengkritik Berlebihan
Anak yang tumbuh dengan kritikan tajam seperti "Kamu selalu gagal!"; "Masa gitu aja gak bisa!" "Bodoh kamu" dan yang semisal akan  sering kehilangan rasa percaya diri. Akibatnya, mereka cenderung pesimis dan sulit menghadapi tantangan. - Membandingkan Anak dengan Orang Lain
Perkataan seperti "Kenapa kamu tidak seperti kakakmu?" membuat anak merasa tidak cukup baik dan tumbuh dengan rasa rendah diri. - Kurangnya Pujian Positif
Orang tua yang jarang memberikan pujian pada anak, bahkan ketika mereka berhasil, menyebabkan anak merasa usahanya tidak dihargai. Kurangnya pujian positif dapat berdampak signifikan terhadap konsep diri anak karena pujian adalah salah satu bentuk validasi yang membantu anak membangun rasa percaya diri dan penghargaan terhadap dirinya sendiri. Di sisi lain pujian memberikan semangat bagi anak untuk terus mencoba dan belajar hal-hal baru. Ketika pujian tidak hadir, anak mungkin merasa usahanya sia-sia sehingga kehilangan motivasi. - Penerapan Disiplin yang Berlebihan
Orang tua yang terlalu keras menerapkan disiplin, seperti menghukum fisik untuk kesalahan kecil, dapat menciptakan rasa takut yang berlebihan dalam diri anak. - Kurang Memberi Kesempatan untuk Mandiri
Anak yang tidak diberi tanggung jawab atau kesempatan mencoba hal baru tumbuh dengan ketergantungan yang besar pada orang lain. - Tidak Konsisten dalam Aturan
Ketidakkonsistenan orang tua, seperti memberi hukuman atas tindakan tertentu di satu waktu tetapi membiarkannya di waktu lain, membingungkan anak dan membuat mereka kesulitan memahami konsekuensi. - Mengabaikan Perasaan Anak
Mengabaikan perasaan anak sering kali terjadi tanpa disadari oleh orang tua. Respon seperti, "Jangan cengeng," "gitu aja takut," adalah bentuk pengabaian emosional yang membuat anak merasa perasaannya tidak penting atau salah. Meski niatnya mungkin baik, seperti ingin anak menjadi tangguh, pengabaian seperti ini justru berdampak negatif terhadap perkembangan konsep diri anak. Â Mengabaikan perasaan anak mengajarkan mereka bahwa emosi tertentu, seperti sedih atau takut, adalah hal buruk yang harus disembunyikan. Akibatnya, anak tumbuh menjadi orang dewasa yang sulit mengenali dan mengelola emosinya. - Memberikan Tekanan Berlebih pada Prestasi
Terlalu menekankan pentingnya nilai atau penghargaan tanpa memperhatikan usaha anak membuat mereka rentan terhadap stres dan merasa bahwa mereka hanya dihargai jika berprestasi. - Kurangnya Waktu Berkualitas
Orang tua yang terlalu sibuk sering kehilangan momen penting dalam kehidupan anak, sehingga anak merasa diabaikan dan kurang dicintai. - Memberi Label Negatif
Pernyataan seperti "Kamu pemalas" atau "Kamu bodoh" secara langsung merusak cara anak memandang dirinya. Label ini sering kali terinternalisasi dan terbawa hingga dewasa.
Kesalahan-kesalahan tersebut, meskipun sering dianggap sepele, memiliki dampak besar terhadap pembentukan konsep diri anak. Anak-anak yang menerima perlakuan ini cenderung merasa kurang percaya diri, pesimis, atau bahkan tumbuh menjadi individu yang kurang mampu mengelola hubungan interpersonal.
Mengingat pentingnya peran orang tua, Islam menawarkan pedoman dalam membentuk konsep diri anak yang kuat dan positif. Dengan menanamkan nilai-nilai aqidah sejak dini, anak dapat tumbuh menjadi individu yang tidak hanya percaya diri tetapi juga memiliki akhlak mulia.
Baca juga: Â Saat Ulama Diam, Ketidakadilan Merajalela: Siapa yang Bertanggungjawab?
Konsep Diri dalam Kehidupan Anak
Konsep diri (self-concept atau self-esteem) adalah pandangan seseorang tentang dirinya, baik dari segi pemikiran, perasaan, maupun sikap. Dalam Islam, konsep diri yang baik penting untuk membentuk kepribadian unggul berdasarkan aqidah. Anak-anak yang memiliki konsep diri positif akan tumbuh dengan keyakinan, semangat belajar, dan kemampuan menghadapi tantangan hidup.
Contohnya, jika seorang anak terbiasa dipuji dengan kata-kata seperti "Kamu sholeh" atau "Kamu pintar," mereka cenderung tumbuh dengan rasa percaya diri. Sebaliknya, jika sering menerima kritik seperti "Kamu nakal" atau "Kamu bodoh," mereka mungkin menjadi pesimis dan sulit berkembang.
Konsep Anak Unggul Menurut Islam
Dalam pandangan Islam, anak yang unggul memiliki lima karakter utama:
Baca juga: Â Tiga Tipe Orang di Sekitar Kita: Anda Termasuk yang Mana?
1. Â Taqwa (Sholeh)
Anak yang bertakwa memahami pentingnya menjalankan perintah Allah, seperti salat, puasa, dan menjaga akhlak. Dia selalu berupaya mencari keridhoan Allah dan menyenangkan hati orang tua. Misalnya, seorang anak diajarkan berdoa sebelum makan dan memahami makna syukur atas nikmat.
2. Â Cerdas
Anak yang cerdas memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan sikap pantang menyerah. Â Dia senantiasa mau belajar dan mencoba segala sesuatu yang baru, Â tidak cepat menyerah saat menemui kesulitan.
3. Â Sehat
Sehat mencakup kebiasaan hidup seperti makan makanan halal dan thoyib, menjaga kebersihan, dan berolahraga. Contoh sederhana adalah membiasakan anak mencuci tangan sebelum makan untuk menjaga kesehatan.