Mohon tunggu...
Hadi Tanuji
Hadi Tanuji Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Institut Teknologi dan Bisnis Muhammadiyah Grobogan

Saya adalah seorang ayah dari 5 anak dan suami dari 1 orang istri. Aktivitas sehari-hari sebagai dosen statisika yang selalu berkutat dengan angka, sehingga perlu hiburan dengan bermain tenis meja. Olah raga ini membuat saya lebih sabar dalam menghadapi smash, baik dari lawan maupun dari kehidupan. Di sela-sela kesibukan, saya menjadi pemerhati masalah sosial, mencoba melihat ada apa di balik fenomena kehidupan, suka berbagi meski hanya ide ataupun hanya sekedar menjadi pendengar. Sebagai laki-laki sederhana moto hidup pun sederhana, bisa memberi manfaat kepada sesama.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Wong Liyo Ngerti Opo

15 Januari 2025   00:59 Diperbarui: 15 Januari 2025   00:59 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sekali waktu pas lagi di jalan, gak sengaja saya lihat mobil truk di depan saya. Gak tau kenapa tiap lihat mobil truk, saya bawaannya penasaran dengan tulisan di baknya. Termasuk kali ini. Kebetulan jalanan padat, saya dengan cepat bisa nyusul mobil truk yang di depan. Dari jauh saya udah siap-siap buat baca tulisan. Dan biasanya tulisan-tulisan di bak truk emang menarik. Ada yang berupa motivasi atau sekedar kata-kata iseng. Tapi semuanya emang jadi hiburan saat di jalan. Sejauh ini saya masih ingat beberapa kalimat menarik, yang saya dapati selama di jalan.  Ada kata-kata nyleneh seperti: ayu adhine, pulang malu gak pulang rindu, dimusuhi morotuo, lali jenenge tapi eling rasane, dan lain-lain. Banyak juga kalimat berisi motivasi atau kata-kata positip. Apapun kalimatnya, selalu saja menarik. Menunjukkan sisi lain dari seorang sopir truk yang keras karena ditempa di jalanan.

Kali ini, kalimat yang saya baca adalah "Wong liyo ngerti opo". Wiihhh menarik. Kalau lihat arti sebenarnya dari kalimat "wong liyo ngerti opo" adalah kalimat Bahasa Jawa yang dalam Bahasa Indonesia artinya "Orang lain tahu apa". Dan menurut saya, kalimat itu mengandung makna yang dalam, melebihi makna tekstualnya. Ada pelajaran hidup di dalamnya.

Sering nggak sih, kita ragu-ragu buat ngambil keputusan hanya karena takut komentar orang sekitar?  Takut jadi omongan. Takut dicela. Pasti kita pernah ngalami, ya kan? Hidup emang gitu, kita yang ngejalanin tapi orang sekitar sibuk ngasih komentar. Mereka cuma lihat dari luar. Gak tau masalah sebenarnya yang kita hadapi. Nah orang lain ini berkomentar seolah-olah mereka benar dan kita yang salah. Padahal wong liyo ngerti opo?

Pernah dengar ungkapan " hanya yang menjalaninya yang tahu rasanya"? Begitu pula dengan hidup kita. Kita yang jalanin, kita yang tahu rasanya. Orang lain? Mereka cuma penonton, tapi kadang penonton ngerasa sok tahu, padahal gak tahu apa-apa hehehe. Makanya, kalau terus-terusan mikirin omongan mereka, kita bisa berhenti di tengah jalan sebelum sempat sampai tujuan. Kita yang tahu tujuan kita, wong liyo ngerti opo.

Sebenarnya, nggak apa-apa mendengar masukan. Tapi beda cerita kalau masukan itu cuma bikin kita kehilangan percaya diri atau malah bikin tambah ruwet. Membuat keputusan memang tidak mudah. Kadang ada risiko, ada konsekuensi yang bikin gentar. Tapi, lebih baik jatuh karena pilihan sendiri daripada nggak pernah jalan karena takut. Setelah jatuh kita bisa mengambil pelajaran, kita perbaiki di sesi berikutnya. Hidup ini singkat, dan kalau terlalu sering berkompromi dengan komentar orang, yakinlah kita gak akan pernah sampai pada tujuan kita. Mau melangkah selalu takut komentar orang. Padahal wong liyo ngerti opo?

Sebagai gambaran misalnya, lulusan S1 yang memutuskan jualan gorengan. Apa komentar orang sekitar? "Yaah, sarjana kok jadi tukang gorengan." Tapi apakah mereka tahu alasan di balik itu? Mungkin dia bahagia dengan pilihannya. Mungkin dia sudah berusaha sekuat tenaga buat cari kerja sesuai ijazah dan gak dapat-dapat, sementara dia harus menghidupi keluarga, dan gak ada pilihan lain. Mungkin juga dia melihat bahwa jualan gorengan adalah bisnis yang menguntungkan.  Hanya dia yang tahu alasannya, wong liyo ngerti opo.

Atau seorang perempuan yang memilih tinggal di rumah untuk mengurus keluarga, lalu dibilang, "Sayang ya, sekolah tinggi-tinggi cuma di rumah." Mereka hanya melihat luarnya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bisa jadi memang dia kuliah untuk menyiapkan bekal buat mendidik anak. Hanya dia yang tau, wong liyo ngerti opo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun