Mohon tunggu...
Hadi Suprapto Rusli
Hadi Suprapto Rusli Mohon Tunggu... -

Profesional, Manager Campaign Indo Barometer dan Pengamat Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Effect Gagal Dimaksimalkan oleh PDI Perjuangan

10 April 2014   17:49 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:50 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hasil survey yang dirilis oleh Indo Barometer pada akhir bulan desember 2013 tentang pengaruh pencalonan Jokowi sebagai presiden terhadap elektabilitas partai. Partai yang diuji pada waktu itu bukan hanyaPDI Perjuangan tapi juga partai lain. Dalam analisa khusus pada waktu itu menunjukkan bahwa pencapresan Jokowi berpengaruh secara signifikan pada elektabilitas partai. Jika PDIP mencalonkan Jokowi sebagai calon presidenmaka PDIP berpotensi untuk mendulang suara mencapai 35% tapi seandainya Jokowi tidak dicalonkan menjadi calon presiden maka elektabilitas PDI P hanya 19,60 %. Berdasarkan uji statistic pada waktu itu maka PDIP akan diuntungkan secara elektabilitas jika Jokowi diusung menjadi calon presiden oleh PDIP sebelum Pileg. Pada saat itu juga diuji bagaimana seandainya Jokowi diusung setelah Pileg maka PDIP tidak akan mendapatkan apa-apa dari effect Jokowi tersebut.

Mengapa Jokowi Effec? Karena Jokowi adalah capres yang paling banyak dipilih pada saat itu (Desember 2013) selisih dengan calon presiden yang lain sangat besar dan Jokowi juga namanya yang paling banyak dikenal disemua pemilih partai.

Jika kita melihat hasil Quick Count beberapa lembaga survey hari ini menunjukkan bahwa PDI P yang hanya mampu mendulang suara 19,2% versi quick count. Tentu timbul pertanyaan, Sejauh mana “Jokowi Effect” berpengaruh terhadap PDI Perjuangan? Jawabannya PDIPerjuangan gagal memanfaatkan dan memaksimalkan Jokowi Effect, seharusnya PDI P mampu mendulang suara secara signifikan dengan “Jokowi Effect”. Jika seandainya PDI Perjuangan tidak mencalonkan Jokowi sebagai Capres sebelum Pileg dengan melihat angka dari hasil quick count hanya 19,2 % besar kemungkinan suara PDI perjuangan di bawah 19%.

Ada beberapa factor yang menyebabkan “Jokowi Effect” tidak mampu mendongkrak suara PDIP secara signifikan.

Pertama, pengumuman Jokowi sebagai calon presiden oleh PDI Perjuangan telat dan terlalu dekat dengan pemilu legislatif yaitu pada pertengahan Maret 2014. Dalam kurun waktu yang sangat singkat kurang dari satu bulan sehingga tidak memungkinkan untuk bisa mensosialisasikan bahwa Jokowi sebagai calon presiden dan mengasosiasikan bahwa Jokowi adalah PDI P. Karena yang ada dibenak masyarakat Jokowi belum sepenuhnya diketahui sebagai kader PDIP, PDI P masih diasosiasikan sebagai Megawati. Beda halnya dengan Gerindra dan Golkar yang memang sudah jauh hari telah mengumumkan calon presidennya. Misalnya effect dari Prabowo di Gerindra memang sangat terasa, Jika masyarakat ingat Gerindra maka yang ada dibenak masayarakat adalah Prabowo.

Kedua adalah strategi komunikasi politiknya yang bias. Dalam waktu yang singkat PDIP seharusnya secara maksimal mampu mengekspose nama Jokowisebagai calon presiden PDI di media, sosialisasi ini tidak begitu terasa di masyarakat. Masyarakat hanya disajikan dengan tampilan Megawati dan Puan Maharani dengan pesan kampanye “Indonesia Hebat”. Ini membuat masyarakat mengambil asumsi bahwa PDIP tidak serius dalam mencalonkan Jokowi menjadi calon presiden sehingga masyarakat ragu mengambil keputusan. Bandingkan dengan capres lainnya seperti Abu Rizal Bakri, Win-HT dan Prabowo yang tampil tunggal dalam setiap bentuk iklan kampanyenya. Dan diantara calon presiden di atas yang hampir dikatakan tidak membuat iklan kampanye hanya Jokowi.

Ketiga sangat ditentukan oleh kinerja Parpol selama 3 bulan sebelum Pileg. Dalam waktu 3 bulan masih sangat dinamis dan sesuatu bisa saja terjadi . Dalam waktu 3 bulan ini parpol harus berpacu dengan waktu, ada 3 hal yang harus diperhatikan yaitu satu “operasi udara” karena 90% masyarakat Indonesia mengakses media televisi dan televisi merupakan media yang paling mampu mempengaruhi pilihan mereka, pasang iklan di televisi dan media lainnya seperti radio, media online dan surat kabar. Dua “operasi darat” karena masyarakat lebih suka dengan partai/caleg yang bertemu langsung. Oleh karena itu kegiatan social dan blusukan caleg dan kader partai dimasayarakat sangatlah penting. Mayoritas masyarakat Indonesia untuk memilih calon yang dikenal dan pernah bertemu/lihat orangnya. Dan yang terakhir citra partai politik. oleh karena itu partai politik harus mampu menjaga citra partainya dan mengantisipasi black campaign lawan politiknya.

Tiga factor di atas menjadi indikator mengapa PDI Perjuangan gagal memaksimalkan “Jokowi Effect”, semoga hasil Quick Count yang telah dirilis oleh lembaga survey dan tulisan ini menjadi pelajaran berharga bagi PDI Perjuangan untukPilpres 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun