Mohon tunggu...
Hadi Samsul
Hadi Samsul Mohon Tunggu... Administrasi - Civil servant

HS Bandung Kompasianer “heubeul” , angkatan 2008

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perjuangan Mencapai Kopdar (1)

11 April 2010   01:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:52 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini adalah bagian pertama dari dua bagian tentang Kopdar bersama teman-teman kompasianer yang dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki-Cikini, Jakarta. Hari Sabtu 10 April 2010 kemarin. selamat membaca.

~hs~

[caption id="attachment_115730" align="alignleft" width="300" caption="Perjuangan mencapai kopdar - ilustrasi. dok pribadi"][/caption]

Berangkat dari rumah sekitar pukul 09 pagi, segera setelah posting ini, dengan tujuan untuk menghadiri kopdar STC. Seperti biasa saya memilih jalur transit di Bogor dan berencana untuk menaiki kereta menuju Stasiun Cikini Jakarta. Saya memberhentikan sebuah mobil jurusan Cianjur-Bogor dan menaikinya.

Kosong, kebagian duduk di depan bersama si supir (sialan) dan seorang penumpang lain. wuzz, mobil melaju kencang. Awalnya senang karena bakal sesuai prediksi, nyampe Bogor bakal lebih cepat. Begitu memasuki Cipanas, Mariska menelepon dan menanyakan kehadiran saya. Sedikit cekakak cekikik saya sejenak melupakan ketegangan yang diberikan si supir dengan keedanan ngebutnya. Begitu memasuki kawasan puncak, si supir makin edan mengemudi. Gosh!!! Ini udah ngga bener. Harus segera turun kalau saya tidak mau adrenalin makin tak karuan. Ini bukan wahana halilintar atau kora-kora Dufan. Its real hadi. Ayo turun!!! Begitu teriak otak saya menyikapi keedanan supir mengemudikan mobil yang berpenumpang 5 orang itu. Entah berapa kecepatannya, yang jelas naluri bertahan saya mengatakan laju kendaraan akan membahayakan nyawa saya. Kalau saya gambarkan bagaimana si supir membawa mobilnya dalam satu kata, E-D-A-N!

Saya pun turun di Puncak, dan beruntung saya bertemu paman saya yang memang berprofesi supir angkutan Cianjur-Bogor. Saya pun menceritakan pengalaman tidak enak. Yuhuu dapat info kalau ternyata memang supir yang baru saja saya turun dari mobilnya memang sedikit berbeda. Mantan preman! (pantes edan).

Tiba di Bogor pukul 11 karena nggak kejebak macet di Puncak (tumben). Arif B Santoso sms saya tepat sebelum saya menaiki angkot menuju stasiun.

“Kalo masih di Bogor, kumpul jam 12.30 di dpn restoran padang trio samping baranang siang. Brkt bareng Maknyak Kit rose.” Demikian pesan singkat mas Arif. Ah, momen yang tepat. Saya pun memutuskan untuk menunggu di Botani Square. Dan gramedia menjadi sasaran saya membunuh waktu. Pukul 12.30 Arif dan Zameel tiba di Baranang Siang. Kami mengisi perut dan ngopi sambil menunggu Kit Rose.

Hampir 13.30, Arif kembali menghubungi Kit Rose, dan berita yang diberikan Kit Rose sungguh menjadi surprise bagi kami.

“Mas Arif, saya sudah di Bogor tapi ngga bisa kesana. Ban mobil saya gembos di pintu tol.”

Oow, ada apa ini. kami pun menuju pintu tol. Hmmm, tidak ada angkutan umum tentu saja untuk mencapai pintu tol. Dan kami B-E-R-J-A-L-A-N-K-A-K-I Hehehe. Dari kejauhan tampak sebuah mobil panther hitam dengan dua pintu terbuka, lampu darurat menyala, dan posisi miring ke kiri. Itu pasti Mak Kit.

Kami berjalan ditengah terik matahari yang menyengat kurang lebih 500 meter. Dan benar, mobil tersebut memang mobilnya Kit Rose. Si emak terlihat kebingungan hehe. Dan kejutannnn… ban mobilnya sampai robek. Iya, R-O-B-E-K. usut punya usut ternyata Mak Kit memaksakan menepi dengan ban gembos dari sisi kanan jalan ke sisi kiri. Wuih betapa perkasanya perempuan satu ini. Arif, saya, dan Zameel tidak membuang waktu. Segera mengganti ban dengan ban cadangan. Sial, dongkrak tidak bisa mengangkat karena posisi miringnya mobil sungguh dekat dengan permukaan jalan. Ahh.. beruntung ada tambal ban tidak jauh dari pintu tol ke arah tanah baru bogor. Fiuh, akhirnya ban mobil pun berhasil diganti setelah kami meminta bantuan montir dengan dongkrak buaya yang dia punya.

P-E-R-J-U-A-N-G-A-N demi stc. Ya, inilah perjuangan kami demi tercapainya program STC hehe. Sungguh, bukan ingin menjadi pahlawan. Kami hanya ingin berbagi kebaikan terhadap sesama di tengah gelimang dosa kami, siapa tahu ini menjadi penerang kami di kemudian hari. (bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun