Saya sebenarnya pernah menulis ini di blog pribadi saya beberapa bulan yang lalu. Hari ini saya mencoba untuk menulis ulang dengan bahasa yang lebih ‘merenah’ dibaca khusus untuk anda para blogger.
~hs~
Dulu, semasa saya masih transisi antara masa kuliah ke masa bekerja (sekitar tahun 2005-2006), saya sering sekali membeli koran di hari sabtu dan hari ahad, tujuannya tiada lain kecuali untuk mencari informasi lowongan pekerjaan. Dari kebiasaan itu, saya tidak menduga jika ternyata tumpukan koran ini mulai memenuhi sudut kamar sempit saya. Ditambah kertas-kertas bekas bimbingan skripsi yang kadang hanya dicoret seuprit oleh dosen pembimbing saya, membuat ruangan kamar saya semakin sempit. Bukan itu saja, kertas-kertas bekas paper dan lembaran kerja/lembaran jawaban dari murid-murid saya semasa program PPL ternyata menjadi masalah yang sama ketika saya melihat itu bertumpuk-tumpuk tak karuan. Ketika saya tengok ke ruang atas tempat jemuran, bertumpuk pula karton-karton bekas alat-alat elektronik, karton bekas mie, dan beberapa karton bekas lainnya. Ih, kok jadi kayak gudang saja! Dari situ saya berpikir cerdas, kira-kira apa yang harus saya lakukan untuk ‘menghilangkan’ benda-benda yang mulai menumpuk ini? arrgh tidak ada ide. Hingga akhirnya saya menyempatkan diri untuk ke warnet mencari tahu harus saya apakan benda-benda ini. Dan, tring!!! Ide pun muncul. Dibuat bubur kertas saja. tapi bagaimana caranya, saya kan tidak punya keterampilan membuat bubur kertas dan kreasi unik dari bubur kertas. Jangankan membuat kreasi, membikin bubur kertas yang benar saja, saya tidak tahu. Ketidak tahuan itu mendorong saya untuk mendatangi toko buku gramedia. Saya sengaja mencari-cari di rak yang berisi buku-buku kreasi hingga akhirnya menemukan buku ‘Kreasi Cantik dari Bubur Kertas’ karya Elvira Novianti Nurwarjani. Buku berwarna pink ini kemudian saya pelajari dan saya mencoba untuk melakukan tahapan-tahapan yang dicatatkan oleh Elvira dalam bukunya. Dan hasilnya seperti tampak di gambar berikut ini.
Awalnya memang cukup sulit, tapi lama kelamaan saya akhirnya terbiasa. Bertumpuk dengan bahan-bahan bekas di sela-sela waktu luang, menjadi kegiatan yang mengasyikkan. Barang-barang yang tadinya hanya menggunung menjadi sampah, akhirnya bisa saya sulap menjadi barang-barang yang setidaknya memiliki kegunaan yang lain jika dibanding menjadi tumpukan karton dan kertas saja. Dari proses pembuatan hingga penjualan, saya lakukan sendirian. Saya menemui kesulitan ketika menjual barang-barang tersebut. dihargai sangat murah sekali ketika saya menjajakannya di salah satu lapangan tempat olah raga minggu pagi. Begitu pun ketika saya jajakan di kawasan wisata cibodas, Cuma terjual satu saja, hahaha! Tapi sayang, kegiatan tersebut sekarang berhenti seiring intensitas kesibukan saya yang merambah dunia birokrasi. Dan benar-benar berhenti sekitar tahun 2008 awal. Kini barang-barang tersebut tersimpan rapi di kamar di rumah orang tua saya. paling-paling diminta oleh para keponakan yang kebetulan datang ramai-ramai. Yah, daripada tidak terpakai, mending saya bagikan ke para keponakan saja deh hehe. Siapa bilang peduli lingkungan tidak bisa dimulai dari sudut kamar kita sendiri. Dengan sedikit imajinasi dan kreatifitas, kita setidaknya bisa melakukan sesuatu terhadap sampah-sampah yang kadang menjadi sumber masalah lingkungan kita. Dengan menerapkan konsep reduce, reuse, and recycle kita bisa memprakarsai diri kita untuk lebih peduli lingkungan. Tidak usah muluk-muluk menjadi aktifis lingkungan jika kita belum berkesempatan, lakukan saja dari hal-hal sederhana yang bisa kita lakukan. Setidaknya itulah yang menjadi pemikiran saya untuk berkontribusi supaya bumi kita tidak begitu berat menanggung beban sampah yang kita produksi setiap hari. Salam kreatif, HS. dimuat juga di blog pribadi, disini notes: semua poto adalah dokumentasi pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H