Tulisan ini, BUKAN BUATAN SAYA. saya hanya me-repost hasil karya teman saya, saudara ARIEF RACHMAN, yang sebelumnya di-post di mailing list bulutangkis-indonesia[at]yahoogroups[dot]com (yang lebih dikenal sebagai milist MBI=Masyarakat Bulutangkis Indonesia). sebuah milist tempat ngumpulnya para pecinta bulutangkis. atas seijin saudara Arief, saya mempublikasikan di kompasiana dengan harapan ada pihak pengelola TV yang membaca dan akhirnya bersedia untuk menayangkan pertandingan-pertandingan bulutangkis yang memiliki penggemar yang cukup banyak dan prestasi yang lebih baik daripada olahraga bola sepak. oya, sebelum mempublish arief meminta agar namanya disebutkan beberapa kali, maka saya sebutkan beberapa kali disini: arief rachman, arief rachman, arief rachman, arief rachman... (cukup ya rief??? haha) selamat membaca :)
***
[caption id="attachment_38433" align="alignleft" width="298" caption="sumber: www.kompas.com"][/caption] Bulutangkis, Olah raga yang mengandalkan kekuatan, kelenturan, keakurasian dalam mengendalikan laju shutlecock yang terbuat dari buluangsa tetap menjadi primadona di Indonesia. Prestasi demi prestasi mendunia kerap ditorehkan oleh pemain-pemain Indonesia. Siapa yang tak kenal Ferry Sonevile, sang maestro bulutangkis Rudi Hartono, Lim Swie King dengan King Smeshnya, Haryanto “Smes 1000 Watt” Arbi, Christian Hadinata, Ferawati Fadjrin, dan masih banyak lagi deretan pemain Indonesia yang mempunyai prestasi dunia.
Bukan hanya prestasi regional macam sea games yang selalu menyumbangkan pundi-pundi emas bagi Indonesia, di forum yang lebih luas lagi seperti Asian Games bahkan Olimpiade, tradisi mempersembahkan medali emas dari Bulutangkis selalu terjadi. Pengantin emas Susi Susanti – Alan Budi kusuma, Ricky Subagja / Rexi Mainaki, Taufik Hidayat membuat nama Indonesia bertengger di daftar elite dunia.
Namun prestasi spektakuler yang di buat oleh para pemain Indonesia di ajang Internasional tidak juga membuat hati para pengusaha media elektronik alias media televisi terbuka. Jarang dilihat pertandingan lokal bahkan Internasional ditayangkan di media televisi. Berbanding terbalik dengan penayangan pertandingan sepakbola yang selalu membanjiriseluruh media televisi yang ada di tanah air ini. Media televisi seakan-akan jor-joran menanyangkan pertandingan sepakbola. Dari mulai pertandingan liga yang dilangsungkan di negeri yang jauh dari Indonesia sampai pertandingan Piala Dunia selalu menjadi incaran para media televisi. Media televisi akan menjadi sangat bangga apabila stasiun televisi mereka menjadi penyelenggara siaran resmi piala dunia sepakbola. Mereka bangga meski Indonesia tidak ada diantara jawara sepakbola. Bisa dibayangkan berapa milyar habis di buang oleh media televisi hanya untuk menayangkan pertandingan yang ironisnya tidak diikuti oleh anak bangsa.
Ada yang mengatakan bahwa salah satu penyebab mengapa bulutangkis enggan di jamah oleh media televisi dikarenakan bulutangkis kurang menjual dibanding sepakbola. Namun hal ini hendaklah tidak dijadikan alasan bagi para pengusaha televisi untuk tidak melirik bulutangkis sebagai olahraga yang menjual. Jumlah peminat dan pecinta olahraga tepok bulu di negeri ini sangatlah besar. Apalagi jika dilihat dari segi fanatisme terhadap pemain Indonesia. Tengoklah pada saat Indonesia menjadi tuan rumah perhelatan Piala Thomas dan Uber tahun lalu. Istora Senayan tak sanggung menampung penonton yang membludak. Sampai-sampai panitia harus memasang GIANT SCREEN di pelataran parkir khusus disediakan bagi para pecinta bulutangkis yang tidak kebagian masuk kedalam Istora. Sementara para calo tiket berkeliaran mencari keuntungan sesaat, melihat meluapnya penonton yang ingin menyaksikan jagoan-jagoannya bertanding.
Tapi, apa lacur. Fanatisme penonton dan pecinta bulutangkis Indonesia tidak di tangkap oleh media televisi. Media televisi tetap enggan menjamah bulutangkis. Gerakan facebookers untuk mendukung penayangan siaran bulutangkis di televisi belum mendapat realisasi. Meski Trans 7 telah memulai dengan penayangan putaran final piala thomas dan Uber pada tahun lalu. Belakangan hanya Global TV yang sesekali memanjakan pecinta bulutangkis dengan suguhan kelas Super Series.
Entah sampai kapan media televisi akan terketuk hatinya untuk menayangkan pertandingan bulutangkis di televisi. Jika yang dijadikan acuan prestasi, jelas bulutangkis Indonesia lebih berprestasi dibanding sepakbola. Lihatlah pada laga Sea games 2009 di Laos, tim sepakbola Indonesia tidak bisa meraih medali meski itu Cuma medali perunggu sekalipun dan yang lebih menyedihkan tim Indonesia sudah harus angkat koper sebelum pertandingan semifinal di langsungkan. Sementara tim bulutangkis Indonesia sudah mengkoleksi satu medali emas, satu perak dan masih terus akan mendulang medali di nomor perorangan.
Salam
Arief
***
mudah-mudahan tulisan ini memberikan inspirasi kepada para pecinta bulutangkis yang bergerak dibidang media pertelevisian. (HS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H