Mohon tunggu...
Hadi Samsul
Hadi Samsul Mohon Tunggu... PNS -

HS try to be Humble and Smart

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Blackbook, Bukan Buku Hitam Biasa

17 April 2011   07:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:43 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1303023863706711286

[caption id="attachment_102886" align="aligncenter" width="590" caption="antara blackbook dan blackberry, sama-sama hitam... - HS.2011"][/caption]

Say NO to drugs. It will kill you sooner or later.

Pesan itulah yang hendak disampaikan oleh Winda Krisnadefa dalam novelnya berjudul BLACKBOOK, yang diterbitkan oleh penerbit Leutikaprio.

Dalam novel setebal 182 halaman ini Winda bertutur tentang persahabatan antara tiga orang tokoh utama blackbook. Amel, Ayang, dan juga Tomi. Persahabatan yang telah terjalin sejak seragam putih biru, hingga mereka dewasa.  Winda menggunakan gaya tutur flashback. Kemudian, cerita mengalir menggunakan titimangsa sebagai penanda kejadian dalam cerita tersebut. Ini sedikit mengingatkan saya pada kisah “perahu kertas” Dewi Dee Lestari. Namun kisah yang tercatat di dalamnya berbeda sama sekali.

Di awal cerita, terkisah bahwa Ayang dan Amel berziarah ke makan Tomi, kemudian mendapati buku diary hitam yang berisi kisah tentang mereka bertiga. Kisah persahabatan, cinta segitiga, dan juga sisi kelam dari sesuatu bernama NARKOBA. Dari sini kita bisa menebak, apapun yang terjadi ketika seseorang sudah bersentuhan dengan narkoba, maka resiko terberatnya adalah kematian. Setelah itu Winda kemudian memutar ulang kisah (flashback) rentetan kisah demi kisah antara Amel, Ayang, dan juga Tomi semenjak masa SMP hingga mereka kuliah melalui buku diary hitam yang diberi nama blackbook.

Awalnya diary hitam itu adalah catatan perjalanan cinta antara Ayang dan Tomi sejak masa SMP hingga masa kuliah yang sedang mereka jalani saat ini. Namun dalam perjalanannya, diary inilah yang menceritakan betapa seorang remaja yang sedang krisis identitas serta krisis pengakuan lingkungan terjebak pada dunia narkoba karena mereka mendapati penerimaan yang mereka inginkan ketika mereka terjun ke dunia narkoba.  Ini tampak dari cerita yang ditulis Tomi dalam diary tersebut. Saya kutipkan sedikit untuk anda:

“… Aku sadar awalnya memang dari pergaulanku di kampus. Tapi tidak mungkin aku menyalahkan teman-temanku. Semua pilihanku. Aku sendiri yang memutuskan untuk ikut mencoba (awalnya) dan akhirnya terjerumus masuk ke dalam dunia mereka.

Aku takut tidak punya banyak teman seperti saat aku SMP dan SMA, Yang. Aku takut tidak masuk dalam kelompok populer di kampus. Aku takut aku jadi bahan tertawaan. Saat itu aku benar-benar tidak punya teman. Karena semua teman-teman SMA kita tidak ada yang masuk ke universitas yang sama… “

Benar, hampir sebagian besar orang terjerumus ke dalam dunia narkoba berawal dari coba-coba. Winda berhasil menuturkannya dengan jeli. Termasuk menceritakan tentang terjunnya Amel ke dunia kelam narkoba juga diawali coba-coba.

Sebagai seorang ibu, Winda juga rupanya mempunyai misi untuk mengingatkan sesama kaum ibu, khususnya, dan para orang tua pada umumnya, untuk tidak terlalu mengekang kebebasan anaknya.  Namun juga tidak memberikan kebebasan yang sebebas-bebasnya terhadap anak-anak yang beranjak remaja. Karena, pada usia remaja inilah biasanya keingintahuan seorang remaja melonjak. Mereka mencari-cari jawaban atas apa yang mereka tidak ketahui. Dan pada masa ini pula seorang remaja membutuhkan pengakuan dari lingkungannya. Setidaknya pesan itu yang saya tangkap dalam sepenggal kisah tentang Amel.

“… Uuuh, Mama ngamuk, Yang. Seperti biasa. Katanya aku tidak bisa dikasih kepercayaan sedikit, langsung maunya menyalahgunakan kepercayaan yang sudah diberinya. Siapa yang menyalahgunakan kepercayaan? Memangnya aku ngapain? Rasanya aku tidak melakukan kesalahan apapun. Wajar kan malam Minggu, besoknya aku libur, aku pergi keluar sebentar bersama seorang teman.

…kenapa Mama membuat aku seolah-olah sudah berbuat dosa besar. Aku kan nggak mabuk-mabukan. Aku nggak hamil. Aku nggak pakѐ narkoba. Walalupun iya, sih, aku minum. Hehehe… itu juga aku baru coba-coba waktu di Surabaya. Kamu juga tahu itu kan, Yang?... Mama curiga banget kalau aku mulai pakai narkoba, Yang. Grrr… kalau begini caranya, sekalian aja aku pakѐ. Biar puas. Ya kan???”

Kehidupan bebas kaum pengguna narkoba juga tak luput dari perhatian Winda. Kehidupan bebas dan merasa ‘merdeka’ biasanya dirasakan oleh pengguna narkoba ketika mereka berada dalam pengaruh benda haram tersebut. kebebasan ini biasanya berefek domino pada kebebasan lainnya. Termasuk pada kehidupan seks. Seks bebas sebagai akibat pengaruh narkoba tersebut digambarkan secara implisit pada tokoh utamanya Tomi, Ayang, dan juga Amel.

Dan sekali lagi, Winda cukup jeli menceritakan bahwa output dari kehidupan seks bebas ini adalah rasa bersalah dan depresi, bahkan kemungkinan kematian. Karena biasanya seorang yang melakukan seks bebas, maka kemungkinan besar mereka akan atau pernah melakukan aborsi. Hal itu tergambar dari cerita diary Ayang yang turut menanggung beban akibat seks bebas yang dilakukannya bersama Tomi. Cerita lengkapnya seperti apa? Anda bisa membacanya sendiri dalam novelnya.

Dalam novel solo pertamanya ini,  Winda berhasil membawa saya untuk mengetahui bagaimana kehidupan para pengguna dan pengedar narkoba itu. Istilah-istilah seperti sakaw, pakaw, ngipe, kodok, badai, OD dan sebagainya adalah istilah-istilah yang biasanya dipakai oleh para pengguna narkoba. Cerita fiksi ini menjadi terkesan nyata karena Winda berhasil memadukan kebiasaan penggunaan istilah para pemakai narkoba tersebut di dalam novelnya.

Sesuai judulnya, Blackbook hadir dengan cover berwarna hitam. Warna cover yang tak biasa. Tentang pemilihan cover berwarna hitam ini, winda menuturkan pada bagian pengantar bahwa warna hitam sebenarnya adalah gabungan dari aneka macam warna.  Winda menuliskan bahwa dalam kesan gelap, suram, dan duka cita yang dibawanya, hitam ternyata membawa merah yang berani, kuning yang lincah, biru yang teduh, hijau yang sejuk, dan oranye yang ceria. Dan buku blackbook ini hadir untuk memberi warna pada anda para pembaca bahwa kehidupan narkoba itu sangat berbahaya.  Jangan pernah mencobanya hanya karena ingin memuaskan rasa penasaran anda.

Seperti ditulis di awal, Say NO to drugs. It will kill you sooner or later.

-hs-

Dalam pandangan saya sebagai seorang tukang nyuluh, buku ini hadir untuk memberikan penyuluhan dan pengetahuan tentang bahaya narkoba dan free sex dalam balutan indahnya kisah persahabatan dan cinta. Seandainya Winda meminta endorsement dari saya (siapa gue? Hehehe), pasti saya akan menulis: buku ini wajib dibaca oleh semua kalangan agar tahu bahwa narkoba itu adalah musuh bersama untuk diberantas. Buku ini memberikan pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman tentang “Stay away from drugs”. Jauhi narkoba karena bahayanya sangat nyata. Ayang, Amel, Serta Tomi, adalah tiga contoh korban jahatnya narkoba. Say NO to drugs. It will kill you sooner or later.(HS)

NB: Bukunya beli dimana? silakan hubungi Winda Krisnadefa dan shout aja di profilnya

kakimanangel, 17042011

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun